Berita

Berharap bisa melewati masa krisis ini

Senin, 18 Mei 2020 | 12:42 WIB
Berharap bisa melewati masa krisis ini

ILUSTRASI. Dalam rangka membuka kesempatan kerja untuk semua kalangan baik yang memiliki pengalaman di bidang otomotif maupun tidak, PT Mobilkamu Group Indonesia (Mobilkamu) telah menyiapkan pelatihan dengan serangkaian metode. Pelatihan yang diberikan Mobilkamu ber

Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

KONTAN.CO.ID -  Pucuk dicita bencana tiba. Duh, inilah kondisi yang mesti dihadapi industri di Indonesia saat ini. Mereka yang baru bersiap melaju mengejar pertumbuhan industri, kini, terjerembap oleh bencana. Harapan mengejar pertumbuhan bisnis yang lebih kencang tahun ini justru kandas. Yang terjadi sebaliknya, mereka tertatih-tatih menghadapi bencana pagebluk virus korona. 
Salah satu sektor industri yang berdampak besar dari pagebluk virus korona adalah sektor otomotif, yang merupa-
kan salah satu lokomotif industri manufaktur. Pusing alang kepalang kini bergelayut di kepala pengusaha otomotif memikirkan operasional bisnis. Harapan meraup untung besar kini tinggal di atas kertas.
Dari sisi produksi, hampir semua pabrikan otomotif menghentikan produksi. Selain pertimbangan kesehatan dan mengurangi potensi penularan virus korona lebih luas, sejatinya penutupan produksi dilakukan karena keterbatasan komponen serta kendala distribusi setelah produksi. 
Hal lain yang mengkhawatirkan adalah: penyerapan pasar yang tak lagi maksimal karena tak semua dealer mobil beroperasi normal. Berat nian, itulah gambaran yang kini dihadapi industri otomotif menghadapi pagebluk virus korona. Mengacu hasil diskusi Masyarakat Transportasi Indonesia, baru-baru ini,  otomotif merupakan sektor industri ketiga yang  paling terdampak besar akibat pagebluk virus korona.
Pertama, tentunya industri pariwisata. Kedua, industri penerbangan dan maritim. Nah, yang ketiga  industri otomotif.
 Meski terdampak nomor tiga, namun skala ekonomi  sektor otomotif lebih besar ketimbang pariwisata maupun dari industri penerbangan dan maritim. Sebab, kontribusi sektor otomotif ke produk domestik bruto (PDB) mencapai 4,3% atau hampir senilai Rp 700 triliun. Adapun  pariwisata dan penerbangan masing-masing hanya 2,8% dan 1,9% dari PDB.
Ekosistem industri otomotif sangat panjang dan kompleks, dari bahan baku plastik,  dealer dan bengkel, lembaga pembiayaan dan perusahaan pembuat event  (baca halaman 16–17). "Ekosistemnya akan terganggu jika pabrik perakitan tutup,” ungkap Bebin Djuana, pengamat otomotif, kepada KONTAN, Selasa (22/4). 
Meski berat, pelaku industri tak bisa menolak menghadapi kondisi saat ini. Amelia Tjandra, Direktur Marketing PT Astra Daihatsu Motor (ADM), bilang, semua sektor industri terdampak oleh pagebluk virus korona. Salah satu dampak yang dikhawatirkan dari pagebluk adalah tidak seimbangnya kas masuk dan kas keluar industri. "Saat ini cash flow kami sudah pasti terganggu," jelas Amelia kepada KONTAN.
Sekadar gambaran saja, saban bulan Daihatsu mencetak penjualan mobil rata-rata serbanyak 14.000  unit. Andai kata satu mobil tersebut dijual Daihatsu Senilai Rp 150 juta, setidaknya per bulan Daihatsu bisa meraup potensi pendapatan senilai Rp 2,1 triliun. Belum lagi pendapatan yang mereka peroleh dari pasar ekspor mobil utuh dan pendapatan dari perawatan mobil berkala.
Kondisi yang sama juga terjadi di agen pemegang merek (APM) mobil Honda, PT Honda Prospect Motor (HPM). Penghentian pabrik juga berdampak pada penjualan mobil Honda. Meski ada stok di dealer, namun banyak dealer sudah tutup karena adanya kebijakan penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 
Tahun lalu, HPM mencatat penjualan rata-rata 11.000 unit per bulan. Terbayang betapa banyak potensi penjualan HPM yang tertahan akibat pagebluk virus korona. Apalagi pemberlakuan PSBB berakibat pada penghentian operasi dealer dan bengkel resmi. "Penjualan turun banyak terutama karena pembatasan aktivitas konsumen," kata Yusak Billy, Business Innovation and Marketing & Sales Director HPM. 
Penutupan dealer juga berdampak ke penjualan, termasuk ke bisnis bengkel dan perawatan mobil HPM. Namun demikian, Yusak bilang, pihaknya masih berusaha mencari solusi dengan membuka penjualan online tanpa tatap muka konsumen dengan tenaga marketing. Namun hasil penjualan daring ini belum tentu sama besar dengan penjualan biasanya.
Bebin yang sebelumnya berpengalaman melewati krisis 1998 menjelaskan, industri otomotif adalah industri yang pertama kali terpukul saat kondisi ekonomi terjerembap. Saat krisis 1998 terjadi di Indonesia, penjualan mobil terhitung yang pertama kali anjlok. "Di perusahaan saya kerja saat itu, penjualan dari biasanya 5.000 unit per bulan turun menjadi 500 unit," kata Bebin.
Jika dibandingkan dengan kondisi saat ini, Bebin melihat kondisi saat ini jauh lebih berat, karena krisis terjadi di banyak negara. "Jelas lebih berat dari tahun 1998," ungkap Bebin  yang sulit menggambarkan kondisi penjualan mobil di bulan-bulan ke depan.
Adapun Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memproyeksikan, penjualan mobil sampai akhir tahun ini bisa terpangkas sampai 40%. Artinya, jika penjualan tahun lalu 1 juta unit, maka tahun ini bisa terpangkas menjadi 600.000 unit saja. "Karena pabrik saat ini berhenti beroperasi," kata Jongkie D. Sugiarto, Ketua I Gaikindo.
Kondisi pelik penjualan mobil ini juga diutarakan Amelia. Sebagai gambaran, penjualan mobil bulan April diproyeksikan turun 60% secara year on year (yoy). Adapun penjualan bulan Maret sudah turun 15% yoy.  "Efeknya kami tak ada pendapatan, dan bagaimana mau bayar gaji?" kata Amelia.
 Merujuk data dari Kementerian Perindustrian, ada sekitar 1,2 juta pekerja yang menggantungkan hidupnya dari industri sektor otomotif dari hulu sampai hilir. Khusus untuk pabrikan mobilnya saja, tenaga kerja langsung yang diserap mencapai 250.000 orang. "Bagaimana lanjutannya, apakah permintaan insentif, ini yang sedang kami pikirkan," kata Jongkie kepada  KONTAN.   
Rantai industri terpukul
Sedendang seirama dengan industri otomotif roda empat; efek pagebluk virus korona juga memukul industri sepeda motor. Semula, pelaku industri roda dua ini memproyeksikan kenaikan penjualan di bulan April dan Mei, atau menjelang Lebaran. Namun proyeksi kenaikan penjualan itu pudar karena virus korona datang.  
Hari Budianto, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI), menyebutkan, pabrik sepeda motor dan dealer tutup demi  mengikuti kebijakan pemerintah untuk mencegah penyebaran virus korona. Namun imbas kebijakan tersebut membuat perusahaan kesulitan cash flow untuk membayar operasional pabrik serta gaji.
Untuk diketahui, ada 53.000 pekerja industri sepeda motor yang berasal dari industri 
perakitan. Sebagian besar mereka kini tak lagi bisa bekerja. Beruntung, perusahaan otomotif roda dua ini masih bisa membayarkan komponen gaji dan tunjangan hari raya (THR). Akan tetapi, kondisi tersebut tentu tak bisa dilakukan secara terus-menerus. 
Anton Widiantoro, Manager Public Relation PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), menyebut, meski saat ini mereka memberhentikan produksi, namun gaji dan hak karyawan tetap dibayarkan. "Gaji dan THR tetap diberikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku," jelas Anton.
Dari sisi penjualan, pada periode Januari dan Februari sudah terjadi penurunan penjualan sebesar 8% yoy. Kondisi semakin runyam di bulan Maret dan April sampai dengan dua bulan ke depan. "Bulan Maret penjualan sudah turun 7% dan bulan April akan lebih parah lagi turunnya," kata Hari.    
Melihat kondisi saat ini, Hari memproyeksikan penjualan sepeda motor sampai dengan akhir tahun 2020 akan turun 25% sampai 30% menjadi 4,4 juta unit, dari realisasi tahun lalu sebanyak 6,4 juta unit. Selain karena gangguan produksi di pabrik serta distribusi, konsumen juga tak punya daya beli lagi karena jatuh dihantam krisis akibat pandemi.  
Tak hanya bagi perakitan sepeda motornya saja,  efek wabah korona juga dirasakan oleh industri pendukung otomotif, salah satunya industri karoseri kendaraan. Industri yang baru saja menikmati kenaikan penjualan dari naiknya permintaan kendaraan komersil itu, kini, harus mengelus dada.

Sommy Lumadjeng, Ketua Umum Asosiasi Karoseri Indonesia (Askarindo), bilang, anggotanya yang baru saja menikmati kenaikan pembuatan karoseri bus tersebut, kini,  tak lagi mendapatkan banyak pesanan. Memang bulan April ini ada pesanan yang masuk, tapi itu merupakan pesanan karoseri yang sudah terencana sejak jauh-jauh hari. "Kalau pesanan benar-benar baru malah tidak ada," kata Sommy.
Kondisi tersebut terjadi setelah banyak dealer dan pabrik tutup, khususnya pabrik kendaraan komersial seperti Mitsubishi dan Hino. "Jika penjualan kendaraan komersial sudah turun, pesanan karoseri ke kami otomatis ikut turun," jelas Sommy.   
Untuk bulan ini, anggota Sommy sebagian masih bisa bekerja menggarap pesanan karoseri pesanan pelanggan sebelumnya. Karena pesanan menurun, Sommy terpaksa merumahkan sebagian pekerja sekaligus melakukan efisiensi biaya produksi. 
 Tak hanya bagi pabrik pendukung otomotif, efek dari wabah korona juga berdampak ke industri hulu, salah satunya industri bahan baku plastik. Asal tahu saja, untuk memproduksi satu unit mobil, produsen butuh mobil membutuhkan bahan baku plastik seberat 50 kilogram (kg). Adapun untuk sepeda motor butuh bahan baku 10 kg. "Plastik menjadi bahan baku utama, terutama untuk komponen dan sebagian dari badan mobil dan sepeda motor," kata Fajar Budiono, 
Sekjen Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas).
Jika satu mobil membutuhkan sebanyak  50 kg plastik, maka untuk memproduksi 1 juta mobil per tahun setidaknya butuh 50.000 ton plastik. Adapun plastik yang dibutuhkan untuk sepeda motor setidaknya mencapai 60.000 ton per tahun. "Dari kebutuhan plastik otomotif tersebut, 30% dari industri dalam negeri," jelas Fajar.
Maka itu, ketika terjadi penurunan pesanan komponen berbahan plastik, otomatis pesanan bahan baku plastik akan ikut terkena dampaknya. Namun industri bahan baku yang berada di hulu masih bisa bernafas lega. Maklum,  sebagian produksi mereka bisa dialihkan untuk memproduksi bahan baku untuk industri lainnya. 
Namun kondisinya akan berbeda dengan produsen komponen otomotif yang menjadikan plastik sebagai bahan baku utamanya. Fajar menjelaskan, saat pabrik otomotif pada tutup, sudah barang tentu perusahaan  komponen berbahan plastik tak lagi bisa menuai pesanan. 
Mampukan industri otomotif melewati masa paceklik ini?   u

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Sudah berlangganan? Masuk

Berlangganan

Berlangganan Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi, bisnis, dan investasi pilihan

Rp 20.000

Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000

Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Terbaru
IHSG
7.087,32
1.11%
-79,50
LQ45
920,31
1.62%
-15,20
USD/IDR
16.177
-0,39
EMAS
1.347.000
0,15%
Terpopuler