Berita Bisnis

KPK Kirim Surat ke Jokowi, Jonan Batalkan Perpanjangan Izin Usaha Batubara Tanito

Jumat, 21 Juni 2019 | 06:39 WIB
KPK Kirim Surat ke Jokowi, Jonan Batalkan Perpanjangan Izin Usaha Batubara Tanito

Reporter: Filemon Agung , Pratama Guitarra | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen batubara PT Tanito Harum harus gigit jari. Pasalnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignatius Jonan mencabut perpanjangan izin usaha operasi pertambangan Tanito Harum. Sebelumnya, Menteri ESDM telah memperpanjang izin usaha perusahaan tambang batubara tersebut.

Keputusan itu merespons surat Ketua KPK kepada Presiden Joko Widodo. Dalam suratnya, KPK menyatakan bahwa revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) wajib mengacu kepada Undang-Undang Nomor 4/2019 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Dengan mengikuti ketentuan UU Minerba, luas wilayah perpanjangan izin operasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hanya menjadi 15.000 hektare (ha). "Akibat dari itu, PKP2B atas nama PT Tanito Harum tidak ada (penciutan wilayah). Jadi kami sudah pernah menerbitkan (perpanjangan) dan kami batalkan atas permintaan KPK," kata Jonan di Gedung DPR, kemarin (20/6).

Memang, perpanjangan izin usaha Tanito Harum tidak perlu menunggu revisi PP No. 23/2010 rampung. Soal perpanjangan tersebut, pemerintah mengacu PP No. 77/2014. Alhasil, perpanjangan sebelumnya tidak menciutkan wilayah Tanito Harum.

Menteri Jonan bilang, pihaknya sudah mengajukan revisi keenam PP No. 23/2010. Hanya saja, hampir delapan hingga sembilan bulan ini, Presiden Jokowi belum menyetujui revisi itu. "Belakangan kami menerima salinan surat dari Ketua KPK kepada presiden yang menyatakan revisi PP No. 23/2010 pada intinya wajib mengacu pada UU Minerba," ungkap Jonan.

Berdasarkan pemberitaan KONTAN, draf revisi PP No. 23/2010 dikabarkan sudah dikembalikan oleh Istana kepada Kementerian ESDM. Pengembalian draf revisi PP itu berkaitan dengan sikap Menteri BUMN Rini Soemarno yang belum mmemberi paraf setuju atas perubahan itu.

Menteri BUMN minta perusahaan BUMN menjadi prioritas. Pada 1 Maret 2019, Menteri Rini melayangkan Surat Menteri BUMN No. SR-141/MBU/03/2019. Dalam surat yang ditujukan ke Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Rini meminta penyelarasan Pasal 112 draf RPP minerba.

Sudah sesuai

Pasal 112 draf RPP memungkinkan luas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) pemegang PKP2B yang mendapatkan perpanjangan izin akan melampaui 15.000 ha. Hal tersebut melebihi batas yang diatur pada Pasal 62 dan Pasal 83 UU Minerba.

Jika merujuk itu, permintaan ketua KPK dan Menteri Rini sama persis. Menanggapi perpanjangan PT Tanito Harum, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Bambang Gatot Ariyono menyampaikan, PP No. 23/2010 maupun PP No. 77/2014 mengatur tentang perpanjangan izin operasi. Persetujuan itu berlaku 30 tahun. "Perjanjian itu bisa dilakukan oleh menteri, paling tidak dua kali bertahap. Regulasi itu perpanjangannya tidak ada masalah," ungkap dia.

Mengenai luasan wilayah, dalam perpanjangan IUPK di PP No. 77/2014, kata Bambang, perusahaan berhak menyampaikan luasan wilayah sesuai rencana kerja. Hal itu sudah sesuai pasal potensi cadangan dan penambangan. "Yang disebutkan tadi, untuk PKP2B yang belum dapat perpanjangan menjadi IUP OP tanpa melalui lelang," ungkap dia.

Sementara luas wilayah bisa diciutkan jika PKP2B yang habis kontraknya menjadi WPN dan harus dilelang.

Gegabah

Pengamat Hukum Sumber Daya Alam Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi, menilai keputusan Menteri ESDM Ignasius Jonan memperpanjang izin usaha PT Tanito Harum cacat secara hukum. Sebab, pemerintah memberikan luas wilayah di luar 15.000 ha.

Meski hal itu diatur dalam PP No 77/2014, mengacu Pasal 83 UU Minerba poin d, luas satu WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi pertambangan batubara diberikan dengan luas paling banyak 15.000 ha. "Tapi Menteri Jonan gegabah. Karena ada ketentuan lebih tinggi yaitu UU Minerba yang perlu menjadi rujukan utama," ungkap dia kepada KONTAN, kemarin.

Tanpa surat KPK sekalipun, Menteri ESDM wajib memperhatikan ketentuan UU. "Apabila sampai KPK ikut terlibat, tentu mereka mengendus potensi korupsi kebijakan atau corruption by law," kata Ahmad.

Menurut dia, prioritas IUPK adalah BUMN. Artinya, BUMN tak bisa diposisikan menerima sisa dari wilayah eks PKP2B. Semestinya wilayah yang habis kontraknya ditawarkan ke BUMN terlebih dulu.

Terbaru