Berita

Laju Saham ERAA dan CPIN Teredam, Saatnya Jual atau Beli?

Jumat, 22 Maret 2019 | 17:44 WIB
Laju Saham ERAA dan CPIN Teredam, Saatnya Jual atau Beli?

Reporter: Dupla Kartini | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menempati indeks LQ45  bisa menjadi katalis positif bagi suatu saham. Wajar, indeks ini hanya berisi saham dengan kapitalisasi pasar besar dan volume transaksi tinggi. Toh, bagi penghuni baru, harga sahamnya tak otomatis melesat. Tengok saja pergerakan dua saham pendatang baru di indeks saham terlikuid itu, PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) dan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN).

Sejak menghuni indeks LQ45  per 1 Februari 2019 hingga 21 Maret 2019, harga saham ERAA merosot 12,66%. Sedangkan, nasib CPIN sedikit lebih baik. Saham produsen pakan dan ayam pedaging ini sempat turun 5,50% selama sebulan berada di indeks LQ45. Tapi, CPIN mencoba bangkit dan rebound sekitar 1,62% hingga Kamis (21/3). 

Menurut Analis Ciptadana Sekuritas Asia Robert Sebastian, saham yang masuk LQ45 artinya punya prospek bagus. Saham ini juga sudah bisa diperhitungkan dari segi kualitas dan likuid di pasar.

Khusus ERAA, menurut Robert, pasar sudah memperhitungkan prospeknya dalam harga saham (price in) sejak lama, sehingga euforia indeks LQ45 hanya sesaat. Memang, sepanjang tahun lalu, saham ERAA sudah melejit 206,12%.

Penurunan harga saham juga mungkin sebagai antisipasi kekhawatiran pertumbuhan kinerja ERAA tahun ini tidak sebesar tahun lalu. Sebagai bagian bisnis ritel yang terpengaruh faktor musiman, mungkin akan ada beberapa periode penjualan turun. Apalagi, investor melihat banyak sentimen dari global, misalnya penjualan Apple di China yang kurang laku.

Tapi, Robert menilai, ERAA tetap menarik. Yang terpenting, performa bisnisnya bagus. “Selama kinerja tahunan 2018 bisa memberi kejutan, harga saham masih akan menguat,” kata dia.

William Ardian Siregar, Analis BNI Sekuritas mengatakan, penurunan harga saham ERAA lantaran sudah mencapai puncak. Sejumlah hedge fund mengambil untung alias profit taking. Ke depan, dia masih yakin saham ini menguat selama bisa mempertahankan pertumbuhan pendapatan dan laba.

Faktor ambil untung juga dinilai menjadi pemicu koreksi yang sempat mendera saham CPIN. Sepanjang tahun lalu, harga saham ini sudah melonjak sebesar 144,55%. Analis RHB Sekuritas Michael Wilson Setjoadi menilai, koreksi CPIN karena valuasinya sudah kemahalan dibanding kompetitor. Tapi dari sisi industri, prospeknya masih bagus.

William Hartanto, Analis Panin Sekuritas, sependapat, bisnis CPIN masih sangat prospektif. Bisnis yang menyangkut konsumer tetap akan bertumbuh. “Hanya saja sahamnya dalam tekanan, karena sudah naik signifikan,” ujar dia.

Nah, bagaimana prospek kinerja kedua saham penghuni LQ 45 ini pada 2019? Berikut analisisnya.                               

CPIN: Dibayangi Kenaikan Pasokan

Performa PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN) pada tahun ini akan dipengaruhi harga ayam dan pakan yang tinggi. Tapi, ada tantangan penurunan harga ayam di semester kedua. 

Hingga akhir 2018, harga ayam pedaging (broiler) dan ayam berumur sehari atau day old chick (DOC) cukup tinggi. Ini lantaran pasokan di pasar lebih ketat setelah pemerintah membatasi penggunaan antibiotik pemacu pertumbuhan atau antibiotic growth promoters (AGP), pengafkiran dini induk ayam, serta pembatasan kuota impor induk ayam.

Analis RHB Sekuritas Michael Wilson Setjoadi memperkirakan harga ayam dan DOC masih stabil pada semester pertama 2019, sebab pasokan masih rendah. Pemusnahan induk ayam pada akhir 2017 telah diganti dengan induk ayam baru. Nah, perlu waktu sekitar 1,5 tahun hingga menghasilkan DOC. Artinya, pasokan anak ayam akan meningkat pada semester kedua 2019.

Sedangkan larangan penggunaan AGP menyebabkan ayam broiler rentan penyakit di musim hujan. Pada gilirannya, pasokan yang rendah mendongkrak harga.  Tak heran, pada Januari 2019, harga rata-rata broiler naik 8% dibandingkan rata-rata kuartal keempat 2018. Padahal, biasanya harga ayam flat di awal tahun. “Harga ayam akan tetap kuat di semester pertama 2019, sampai pasokan normal di semester kedua,” papar Michael.

Jika suplai kembali normal di semester kedua, maka CPIN akan menghadapi ancaman penurunan harga ayam. Toh, Michael meyakini harga rata-rata broiler tahun ini masih lebih tinggi sekitar 4%. Apalagi, pemerintah diyakini akan campur tangan menjaga suplai agar tidak berlebih di pasar.

Margin laba bisnis broiler dan DOC yang solid bisa menopang keuntungan CPIN pada tahun ini. Hitungan Michael, setiap kenaikan 1% harga rata-rata broiler, akan ada kenaikan profit sebesar 2,4%. Lini bisnis ayam pedaging dan DOC memang berkontribusi cukup besar, yaitu 40% bagi pendapatan CPIN. Sedangkan, porsi terbesar masih dari bisnis pakan yaitu 48%.

Tapi, Danareksa Sekuritas dalam riset 29 Januari 2019 punya perhitungan lain. Harga DOC dan broiler diestimasi turun masing-masing 8% dan 5%, sehingga bisa menekan margin. Di lini bisnis pakan, tekanan margin rentan terjadi seiring kenaikan harga bahan baku, yaitu jagung dan bungkil kedelai.

Toh, menurut Michael, CPIN telah mengerek harga pakan sekitar 6% untuk merespons kenaikan harga jagung lokal akhir tahun lalu. “Jadi, kuartal pertama ini, seharusnya efeknya terlihat. Margin bisnis pakan lebih tinggi dibandingkan kuartal IV-2018,”  prediksi dia.

Secara umum, prospek pertumbuhan bisnis CPIN, terutama penjualan ayam pedaging cukup besar. Saat ini, tingkat konsumsi daging ayam per kapita di Indonesia masih rendah. Tahun ini, daya beli konsumen juga membaik. Penurunan harga BBM subsidi,  harga listrik dan kenaikan UMR dapat meningkatkan daya beli untuk broiler. Tapi, Michael mengingatkan, penurunan daya beli bisa terjadi jika subsidi dipangkas setelah pemilu.

Valuasi mahal

Di sisi keuangan, CPIN bisa lebih lega. Sebab, rupiah cukup stabil dan diperkirakan bergerak di kisaran Rp 14.500 per dollar AS. Asal tahu saja, pelemahan rupiah dapat membebani kinerja emiten ini. Maklum, 40%-50% bahan bakunya masih impor. CPIN juga punya utang berdenominasi dollar AS.

Menurut Michael, meski menggunakan lindung nilai alias hedging sebagai antisipasi fluktuasi rupiah terhadap dollar, AS namun angkanya masih agak tinggi. Tapi selama laba operasional bagus, maka keuntungan bisa terjaga.

Proyeksi Michael, CPIN di tahun ini meraih pendapatan Rp 58,43 triliun. Angka itu naik dibandingkan estimasi pendapatan tahun lalu sejumlah Rp 54,02 triliun. Sedangkan, laba bersih diperkirakan Rp 5,16 triliun, naik 10% dari estimasi laba tahun lalu sejumlah Rp 4,67 triliun. 

Meski prospek bisnis CPIN masih bagus, Michael merekomendasi sell saham CPIN. Alasannya, valuasi saham jauh lebih mahal dibanding kompetitor. Dengan prospek bisnis yang sama, price earning ratio (PER) sudah 27 kali, dibanding JPFA 10 kali. Dia memasang target harga CPIN tahun ini hanya Rp 6.100. 

Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, prospek bisnis CPIN masih bagus. Hanya saja, saat ini harga sahamnya terimbas profit taking. “Masih bisa beli pada support Rp 7.500. Dengan target harga tahun ini mencapai Rp 10.000,” saran dia.

ERAA: Menjaga Dominasi dengan Berekspansi

Dominasi PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) di bisnis penjualan gawai bakal lebih solid. Selain agresif ekspansi, emiten ini akan memiliki arus modal lebih baik setelah kerja sama dengan Xiaomi terealisasi tahun ini.

ERAA dan Xiaomi telah menyepakati kerja sama pengadaan ponsel. Mulai tahun ini, Erajaya akan membeli barang jadi, bukan komponen. Produsen gawai asal Tiongkok itu akan bertanggung jawab mengimpor 70% komponen sekaligus merakitnya untuk ERAA. Sebelumnya, pemilik jaringan gerai Eraphone ini harus mengimpor onderdil Xiaomi dan membayar pihak ketiga untuk merakitnya.

Robert Sebastian, analis Ciptadana Sekuritas mencatat, proses ini memakan waktu panjang, sehingga lama waktu produk bisa terjual atau inventory days mencapai 58 hari. Pembelian komponen secara tunai juga membebani arus kas. Per September 2018, biaya onderdil mencapai Rp 1,5 triliun atau setara 23% dari total biaya inventaris ERAA. Akibatnya jangka waktu siklus konversi uang tunai alias cash conversion cycle (CCC) cukup panjang, yakni hingga 50 hari.

Nah, melalui kerja sama itu, waktu inventory days akan terpangkas sekitar tujuh hari. Siklus konversi uang tunai juga menjadi lebih singkat, yaitu 37 hari. Sebab, Xiaomi memberikan jangka waktu pembayaran bagi ERAA selama 45-60 hari, dari sebelumnya 28 hari. Dus, manajemen modal kerja ERAA bisa membaik. Hingga triwulan III-2018, neraca perusahaan ini tampak mengkhawatirkan dengan arus kas operasi minus Rp 3 triliun.

Strategi Erajaya memperkuat penjualan Xiaomi didasarkan pertimbangan kuat. Tahun lalu, kontribusinya terbesar bagi pendapatan perusahaan. Harga jual lebih murah menyebabkan produk buatan China itu semakin populer.

Di samping itu, tahun ini, ERAA akan lebih agresif menambah gerai.  Menurut catatan William Ardian Siregar, Analis BNI Sekuritas, emiten ini menargetkan hingga 300 gerai baru pada 2019. Tahun lalu, dari target penambahan 250 gerai Eraphone, terealisasi 159 gerai.

Ekspansi toko akan lebih menyasar kota-kota kelas dua dan tiga. Produk yang dijual disesuaikan dengan target market. Kata William, wilayah tersebut dibidik, sebab kompetisi masih lebih rendah dan tingkat pembayaran kembali lebih cepat. “Dengan memperluas target pasar akan memperkuat dominasi ERAA di pasar,” kata William.

Tahun ini, daya beli konsumen diperkirakan cukup kuat. Ada banyak kebijakan populis terimplementasi, seperti PKH dan kenaikan gaji PNS. Sedangkan inflasi stabil.  Tapi, tahun depan bisa saja ada perubahan kebijakan dalam APBN.

Terlepas dari itu, potensi pertumbuhan bisnis ERAA masih besar di dalam negeri. Penjualan gawai akan diuntungkan seiring perkembangan penggunaan internet dan transaksi e-commerce.

Pertumbuhan kinerja ERAA juga sejalan dengan produk anyar. Pada  kuartal I-2019, setidaknya Samsung 10 bisa menjadi katalis. Tapi, konsekuensinya, kinerja ERAA akan terpengaruh apabila produsen kurang agresif merilis produk baru.

Tantangan lain, siklus pergantian smartphone bisa lebih rendah. Jika produk baru tidak menghadirkan perbedaan spek signifikan, konsumen enggan ganti gawai. Maka, ERAA harus pandai memanfaatkan momentum. Apalagi, bisnis ritel terpengaruh musiman. “Biasanya permintaan naik pada Lebaran dan akhir tahun,” kata Robert.

Hadapi black market

Meski unggul dibanding kompetitor, namun ERAA menghadapi pesaing di black market. Perkiraan William, sekitar 20% penjualan ponsel pintar di Indonesia adalah produk ilegal. Produk tersebut dijual dengan diskon besar dibandingkan harga yang dipatok ERAA.

Itu sebabnya, jika rencana pemerintah menerapkan pendaftaran international mobile equipment identity (IMEI) terealisasi tahun ini, akan berdampak signifikan bagi kinerja ERAA sekaligus bisa mempertahankan penguasaan pasarnya.

Menurut William, dengan gencar berekspansi, didukung neraca yang kuat dan hubungan baik dengan prinsipal, ERAA bisa mempertahankan pertumbuhan yang kuat di masa mendatang. Laju pertumbuhan tahunan (CAGR) pendapatan dan laba diperkirakan masing-masing 14,83% dan 9,58% pada 2018-2020.

Hitungan William, tahun ini, ERAA bisa membukukan pendapatan bersih Rp 38,56 triliun dan laba bersih Rp 891 miliar. Ini dengan asumsi pendapatan 2018 Rp 33,59 triliun dan laba Rp 807 miliar.

Robert memperkirakan pertumbuhan kinerja tahun ini tak lebih besar dibanding 2018. Sebab estimasi pertumbuhan tahun lalu cukup tinggi. Hitungan dia, pendapatan 2019 sebesar Rp 38,59 triliun dari perkiraan pendapatan 2018 mencapai Rp 34,37 triliun. Sedangkan proyeksi laba tahun ini Rp 919 miliar dari prediksi laba 2018, Rp 846 miliar.

Toh, Robert masih menyarankan beli ERAA dengan target harga Rp 3.700. “Valuasi murah dengan PE 6,3 kali dan market leader,” ujarnya.

William merekomendasikan beli dengan target harga Rp 3.300. Konsesi analis yang dihimpun Bloomberg, harga saham ERAA dalam 12 bulan di level Rp 3.392.               

 

Terbaru
IHSG
7.288,81
0.29%
-21,28
LQ45
985,97
0.44%
-4,40
USD/IDR
15.853
0,35
EMAS
1.249.000
2,21%