Berita Market

Atur Strategi Menjelang Bursa Cetak Rekor Lagi

Senin, 18 Oktober 2021 | 06:15 WIB
Atur Strategi Menjelang Bursa Cetak Rekor Lagi

Reporter: Ika Puspitasari, Akhmad Suryahadi, Sanny Cicilia | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya perlu 56 poin atau 0,84% saja untuk menyentuh level tertinggi sepanjang masa di 6.689,29, yang dicapai pada Februari 2018. Pada Jumat (15/10), IHSG ditutup naik 0,11% ke level 6.633,34.

Soeratman Doerachman, Ketua Perkumpulan Investor Pasar Modal Indonesia (PIPMI) menuturkan, kenaikan IHSG saat ini menunjukkan optimisme akan pertumbuhan ekonomi."Kita bisa bilang, ekonomi Indonesia akan tumbuh," kata pria yang biasa disapa Eyang Ratman ini, Minggu (17/10).

Karena itu, Ratman menilai IHSG masih memiliki peluang besar untuk menguat. Meski begitu, tren kenaikan indeks saham sangat mungkin dijeda oleh aksi ambil untung (profit taking) para pelaku pasar. Tapi, dalam tren bullish, penurunan pasar atau pull back diprediksi tidak terlalu besar dan akan memperkuat tenaga indeks saham bergerak naik.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas juga memprediksi, IHSG masih bisa melanjutkan penguatan. Tapi ia mengingatkan investor mewaspadai peluang koreksi wajar dalam waktu dekat, karena kenaikan IHSG sudah cukup signifikan.

Prediksi dia, jika IHSG tak berhasil menembus 6.680, IHSG akan turun dulu ke support di 6.394-6.504. Jika berhasil breakout dan memecahkan rekor, IHSG bisa lanjut menguji level 6.693. Rentang pergerakan IHSG akan berkisar di 6.700-6.750.

Kesempatan beli

Meski indeks saham sudah mendekati rekor tertinggi sepanjang masa, bukan berarti harga saham-saham di bursa sudah mahal. Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menuturkan, penguatan di sektoral tak seragam. "Bahkan, masih banyak saham yang belum mengalami kenaikan sepadan serta masih mencatatkan imbal hasil negatif," papar dia.

Menurut Alfred, investor masih bisa masuk memburu saham-saham yang valuasinya masih rendah, terutama ketika IHSG mengalami penurunan. Pelaku pasar juga perlu mencermati saham-saham dengan valuasi rendah, di mana gap dengan valuasi IHSG atau saham-saham di sektor sejenis cukup besar.

Dari sektor yang terpantau lagging, sektor barang konsumsi dan sektor industri dasar bisa dicermati. Mengintip data BEI, sektor industri dasar masih minus 3,13% secara year to date dan sektor barang konsumsi negatif 7,30%.

Alfred menyarankan, dari sektor industri dasar beberapa saham yang bisa jadi pilihan antara lain KRAS, ISSP, INKP, TKIM, SMGR dan INTP. Sementara saham yang mempunyai valuasi murah di sektor barang konsumsi adalah JPFA dan INDF

Sukarno juga melihat peluang untuk buy on break dengan cara memburu saham-saham yang secara year to date masih minus. Ia menyarankan investor memilih saham emiten yang memiliki potensi pemulihan kinerja.

Sukarno mencontohkan, saham-saham sektor infrastruktur menarik dicermati, karena banyak diburu investor asing. Selain itu, valuasi masih terbilang murah.

Saham-saham dari sektor properti dan konstruksi juga menarik untuk jadi pilihan sejalan dengan pemulihan ekonomi. Proyek-proyek yang sempat tertunda juga mulai kembali dilanjutkan.

Sukarno menuturkan, saham BSDE, CTRA, SMRA, ADHI, PTPP, WIKA dan WSKT secara valuasi mayoritas tergolong murah dan performa sahamnya masih negatif. Ia menyarankan pelaku pasar membeli saham-saham tersebut dengan potensi kenaikan harga sebesar 15%-25% hingga akhir tahun atau sampai Januari 2022.

Sementara dari sektor perbankan, Sukarno menilai saham BBCA, BBRI, BBNI, BMRI dan BBTN juga masih menarik dicermati. Alasannya, harga saham-saham tersebut masih berpotensi mengalami kenaikan 10%-15%. 

Sementara Ratman merekomendasikan cermati saham-saham teknologi, industrial, dan industri dasar ketika pasar sedang bullish. Saat pasar sudah lebih kuat, investor  bisa mencermati sektor industri dasar, energi, dan barang keperluan dasar (staples).

Terbaru