Berita Ekonomi

Program Tol Laut Masih Terganjal Dana

Senin, 24 Juni 2019 | 06:29 WIB
 Program Tol Laut Masih Terganjal Dana

Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perhubungan (Kemhub) mendapatkan pagu indikatif anggaran sebesar Rp 41,75 triliun pada tahun depan. Angka ini lebih rendah ketimbang kebutuhan yang diusulkan Maret lalu sebesar Rp 87,84 triliun.

Ketidaksesuaian antara kebutuhan anggaran dengan alokasi dana yang disediakan pasti akan membuat program di unit kerja Kemhub tak maksimal. Salah satu unit kerja strategis Kementerian Perhubungan yang mendapat anggaran minim adalah Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla).

Berdasarkan pagu kebutuhan hasil verifikasi tahun 2020, kebutuhan Ditjen Perhubungan laut mencapai Rp 17,61 triliun. Namun, karena anggaran yang terbatas, Ditjen Hubla pun menyesuaikan pagu indikatif menjadi hanya sekitar Rp 10,84 triliun.

Meski pagu indikatif yang didapatkan tak sesuai dengan pagu kebutuhan, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Wisnu Handoko mengatakan, pihaknya masih tetap menjaga target-target yang sudah disasar di tahun mendatang.

"Di perjalanan tahun, kami akan melakukan optimalisasi anggaran dan penghematan seperti 2019. Anggarannya sebenarnya lebih kecil dibandingkan tahun lalu, tetapi Ditjen Hubla tetap berusaha menjaga pencapaian target," tutur Wisnu kepada KONTAN, Minggu (23/6).

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan, tahun depan, pihaknya menargetkan untuk menjalankan operasional enam trayek kapal ternak, 21 trayek angkutan barang dalam skema tol laut, 113 trayek angkutan laut perintis swasta dan PT Pelni, serta pengembangan pelabuhan di 25 lokasi. Semua anggaran untuk program tol laut ini mencapai Rp 1,7 triliun.

Kendati begitu, dari anggaran tersebut, Komisi V DPR masih mempermasalahkanefektivitas anggaran yang masuk kategori subsidi tersebut. Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis menyatakan, DPR masih mengevaluasi efektivitas pelaksanaannya.

DPR menyoroti program tol laut ini karena subsidi yang digulirkan selama hampir lima tahun ini hanya untuk membiayai pelayaran kapal kosong, ketika kembali ke Jakarta dari sentra produksi di sejumlah wilayah.

Biaya angkut yang lebih mahal jadi penyebab kosongnya muatan kapal tersebut meskipun sudah disubsidi.

Terbaru