Berita Market

Bila Kasus Evergrande Kian Gawat, Rupiah Bisa Tertekan

Rabu, 22 September 2021 | 05:15 WIB
Bila Kasus Evergrande Kian Gawat, Rupiah Bisa Tertekan

Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan rupiah dibayangi ketidakpastian. Pelaku pasar antara lain mencermati efek gagal bayar perusahaan properti besar asal China, Evergrande. 

Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C Permana menuturkan, kasus Evergrande bisa menimbulkan dampak signifikan terhadap kurs rupiah. Dampak akan muncul bila kasus ini membuat yuan mengalami depresiasi. Bila ini terjadi, rupiah juga akan ikut mengalami depresiasi. 

Kurs rupiah bisa makin tertekan bila gagal bayar Evergrande menimbulkan dampak sistemik dan menekan ekonomi China, sehingga memukul kinerja ekspor perusahaan Indonesia. "Namun, kemungkinan besar dampak Evergrande ini minim karena bank sentral China (PBoC) tidak ambil risiko dan mendiamkan masalah Evergrande ini," ujar Fikri, kemarin. 

Baca Juga: Bank Indonesia tahan suku bunga, IHSG diproyeksi menguat pada Rabu (22/9)

Fikri memperkirakan, ada dua opsi yang kemungkinan bisa diambil oleh bank sentral China. Pertama, melakukan bail out Evergrande. Opsi kedua, menjaga harga properti agar tak anjlok. 

Fikri menyebut, dalam jangka pendek, kasus Evergrande tidak terlalu berpengaruh ke rupiah. Pelaku pasar justru lebih menanti kejelasan sikap The Fed dalam memastikan waktu pelaksanaan tapering. 

Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri menilai pelaku pasar akan merespons positif bila The Fed memberikan informasi detail mengenai tapering. "Idealnya, The Fed menerapkan tapering secara bertahap, saat ini stimulus US$ 120 miliar, mungkin dikurangi US$ 20 miliar dulu dan seterusnya," kata dia.

Menurut Reny, skenario ini jauh diterima pelaku pasar, ketimbang pengurangan stimulus masif. Gejolak yang terjadi setelah pengumuman rapat bisa akan jauh lebih diantisipasi dan tidak menimbulkan volatilitas besar. 

Namun Reny menyebut, agenda selain tapering yang patut diperhatikan adalah paparan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS. Jika The Fed lebih optimistis, inflasi terjaga, dan indikator ekonomi lainnya bagus, maka bisa jadi pengetatan kebijakan moneter lebih cepat dari perkiraan. 

Reny meyakini, rupiah tidak akan terkena imbas tapering secara besar karena fundamental jauh lebih baik. Misalnya, cadangan devisa saat ini tinggi, sehingga bisa menjaga gejolak rupiah. 

Baca Juga: Evergrande terlilit utang, bagaimana dampaknya ke bursa saham

Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf juga sependapat menyebut, pelemahan rupiah tidak signifikan karena didukung data ekonomi yang membaik, serta prospek ekonomi Indonesia yang juga terus membaik. Alwi memperkirakan, nilai tukar rupiah akan bergerak di kisaran Rp 14.180- Rp 14.300 terhadap dollar AS hingga akhir tahun ini. 

Terbaru