Berita Bisnis

Setelah Jokowi Ambil Alih, Produksi Freeport Butuh Tiga Tahun Untuk Pulih

Senin, 29 Juli 2019 | 06:22 WIB
Setelah Jokowi Ambil Alih, Produksi Freeport Butuh Tiga Tahun Untuk Pulih

Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Tedy Gumilar

KONTAN.CO.ID - TEMBAGAPURA. Setelah Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) mengambil alih mayoritas saham PT Freeport Indonesia (PTFI), perusahaan itu masih bergelut melalui masa transisi penambangan terbuka (open pit) ke penambangan bawah tanah (underground mining).

Apabila masa transisi rampung pada tahun 2022, Freeport memproyeksikan produksi konsentrat tembaga bisa mencapai 200.000 ton ore per hari.

Tahun 2022, Freeport akan mengoperasikan dua tambang bawah tanah. Yakni Pertambangan Grasberg Block Cave (GBC), serta pertambangan Deep Mill Level Zone (DMLZ).

Presiden Direktur Freeport Indonesia Tony Wenas, mengemukakan, dua tahun masa transisi tersebut akan mempengaruhi produksi Freeport Indonesia. Manajemen memprediksikan penurunan produksi tahun ini dan tahun depan berkisar 40% hingga 50% dibandingkan produksi dalam kondisi normal.

Perinciannya, pada tahun 2020, Freeport hanya bisa menambang konsentrat sebanyak 40 juta ton per tahun. Sedangkan di tahun 2021 mencapai 60 juta ton per tahun.

"Kami memperkirakan pada tahun 2022 sudah bisa memproduksi 200.000 ton ore per hari (72 juta ton per tahun)," ungkap dia di Tembagapura, Sabtu (27/7).

Untuk pengembangan tambang bawah tanah itu, Freeport mengalokasikan dana belanja modal atau capital expenditure (capex) sebesar US$ 1 miliar.

Sejatinya, pengembangan tambang bawah tanah sudah bergulir sejak 2004 silam dan menyedot investasi hingga US$ 6 miliar.

Jika tak ada hambatan, total panjang terowongan untuk tambang bawah tanah akan terbentang sepanjang 1.000 kilometer (km).

"Sekarang total panjang terowongan bawah tanah kami 700 km. Ini merupakan tambang bawah tanah terbesar di dunia," ungkap Tony.

Selama 23 tahun ke depan, Freeport akan kembali membenamkan investasi hingga US$ 15 miliar. Hal itu merupakan bagian dari rencana Freeport beralih dari open pit ke underground mine.

"Mayoritas dana untuk (pengembangan tambang bawah tanah)," ujar Tony.

Smelter masih jalan

Selain pengembangan tambang bawah tanah, Freeport sedang mengerjakan fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter)di Gresik, Jawa Timur. Hingga awal tahun ini, progres proyek smelter baru mencapai 3,86%.

"Memang kurva S itu landai dulu, baru kemudian naik signifikan pada saat konstruksi fisik dimulai," kata Tony.

Di lokasi yang sama, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M Soemarno menyatakan, proyek smelter seharusnya di dekat lokasi pertambangan.

Hal itu untuk menghindari ketergantungan daerah yang pendapatannya mengandalkan pertambangan.

Seperti Mimika, Papua, yang 94% pendapatan bergantung dari tambang Freeport.

"Bagaimana meningkatkan program, sehingga masyarakat bisa mandiri setelah tambang tidak ada," tandas Rini.

Terbaru