Antikorupsi Melampaui Politisasi

Minggu, 04 Juni 2023 | 05:44 WIB
Antikorupsi Melampaui Politisasi
[ILUSTRASI. OPINI - Umbu TW Pariangu, Dosen FISIP Universitas Nusa Cendana, Kupang]
|

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejaksaan Agung menetapkan Menkominfo Johnny G Plate menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penyediaan menara base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung 1, 2, 3, 4 dan 5 Bakti Kementerian Kominfo tahun 2020-2022.

Proyek pembangunan menara BTS bernilai Rp 10 triliun, menurut BPKP, menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 8 triliun.

Kasus korupsi yang menyeret politisi dengan harta kekayaan senilai Rp 191 miliar ini menambah daftar menteri era Jokowi yang pernah terlibat korupsi. Selain Plate, ada Menteri Sosial Juliari Batubara, Menteri Sosial Idrus Marham, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi,  Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.

Kasus pembancakan uang negara di episentrum pemerintah tersebut jelas sangat menghina dan menistai publik. Presiden Jokowi sudah berkali-kali mengingatkan para menterinya agar jangan sekali-kali korupsi. 

Kita masih ingat pada akhir 2020, Presiden sangat marah karena tidak sampai dua pekan, dua menterinya ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni Menteri Sosial dan Menteri Kelautan dan Perikanan.

"Saya tidak akan melindungi yang terlibat korupsi, dan kita semua percaya KPK bekerja transparan, terbuka, bekerja secara baik, profesional dan pemerintah akan konsisten mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi," kata Presiden Jokowi, kala itu. 

Kegeraman dan murka Presiden tersebut nampaknya seperti angin lalu. Hasrat korupsi alias memperkaya diri oknum pejabat di lingkaran kekuasaan terlalu besar untuk dikalahkan oleh pedang pemberantasan korupsi seorang Presiden di balik seruan moralnya.

Ini menjustifikasi pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD di Tanah Abang, Jakarta Pusat, (21/3/2023) yang mengatakan korupsi di negeri ini ada di mana-mana, di hutan, di udara, di Garuda (Indonesia), asuransi, koperasi, semuanya korupsi.

Publik tentu sedih karena anggaran proyek BTS yang dikorupsi itu adalah uang dan keringat dari rakyat Indonesia yang memimpikan bisa menikmati pelayanan internet secara cepat dan layak terutama di desa-desa.

Apalagi menurut data yang ada di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) tahun 2023, ada sebanyak 2.881 desa yang belum mempunyai akses internet.

Bahkan menurut Menkominfo Johnny G. Plate pada Oktober 2022, ada 12.548 desa dan kelurahan belum mendapatkan layanan internet alias blankspot. Tak hanya di wilayah 3T (terluar, terpencil dan terdepan), wilayah blankspot juga ada yang masuk kategori wilayah komersial. 

Ini belum lagi kalau kita bicara tentang rangking kecepatan internet di Indonesia yang selalu menempati posisi buntut.

Meski dalam laporan Speedtest Global Index yang dirilis Ookla edisi Februari 2023, rangking kecepatan internet Indonesia mengalami peningkatan dari sebelumnya, tetapi masih saja tertinggal dibandingkan negara di Asia Tenggara. 

Data tersebut sungguh miris di tengah mimpi Indonesia melakukan transformasi digital di berbagai bidang, termasuk di pemerintahan. Bahkan Kominfo menargetkan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) bisa beroperasi secara penuh pada 2023.

Tidak itu saja, Indonesia ditargetkan akan mendominasi ekonomi internet Asia Tenggara pada tahun 2025. 

Dengan adanya peristiwa rasuah itu, upaya pemerataan infrastruktur dan transformasi digital termasuk dalam rangka peningkatan ekonomi rakyat tentu akan semakin menemui jalan terjal.

Bukan politisasi

Di titik itu kita semestinya memahami bagaimana dampak masif dari ledakan korupsi para petinggi negeri ini yang doyan memperalat kebijakan untuk memperkaya diri dan kroninya.

Korupsi, lagi-lagi adalah kejahatan kemanusiaan. Ia membunuh masa depan dan impian rakyat tak berdosa, yang tak bisa memenuhi kebutuhan dasar, air bersih, listrik, makanan, rumah sakit, pendidikan (termasuk internet) (Azees, 2015:20).

Banyak orang tidak bisa menikmati hak hidupnya secara merdeka dan bermartabat karena dikorupsi oleh para pengambil atau penentu kebijakan. 

Tidak jarang pula keputusan yang dibuat para elite dipengaruhi oleh kepentingan ekonomi maupun politik (Stiglitz, 2002), sehingga nilai-nilai sensitivitas, keadilan, pemenuhan kepentingan publik dari kebijakan terdeprivasi oleh proses pembuatan kebijakan yang hierarkis ketimbang sekuensial. 

Pembuatan kebijakan yang bersifat sekuensial selalu mempertimbangkan mekanisme yang sistematis dan legal.

Lain halnya kebijakan yang hierarkis, yang kadang mem-fait-accompli prosesnya dengan arahan-arahan lisan yang memuluskan proses kongkalikong di balik sebuah kebijakan (proyek) yang keuntungannya dipergunakan untuk memperkaya diri (Indriati, 2014).

Tidak sedikit yang menduga, kasus korupsi menara BTS ini bagian dari politisasi terkait kepentingan Pilpres 2024. Jika kita sepakat bahwa kasus korupsi adalah kejahatan extra-ordinary maka perang terhadap korupsi adalah keniscayaan tanpa memandang bulu.

Kejaksaan Agung sebagai institusi yang profesional dalam menetapkan tersangka kasus korupsi tentu telah bekerja sesuai prosedur hingga tiba pada keyakinan hukum berdasarkan alat bukti yang sahih.

Memang publik tidak bisa memisahkan kasus Menara BTS yang menimpa Plate dan posisinya sebagai petinggi partai yang kebetulan sedang ada dalam pusaran atau gejolak politik tingkat tinggi menuju 2024.

Namun kenyataannya, kasus tersebut sudah dibidik sejak Oktober 2022 oleh aparat ketika terendus adanya perbuatan melawan hukum berupa dugaan adanya pengondisian di balik perencanaan dan pelelangan proyek BTS tersebut yang kemudian menjerat tiga orang tersangka, salah satunya Direktur Utama Bakti Kominfo. 

Kini isu utama yang harus dikawal adalah mengungkap aktor-aktor atau pemain-pemain lain di balik kasus tersebut untuk menegasi isu bahwa kasus tersebut adalah intervensi politik.

Maka sebuah keharusan bagi aparat penegak hukum di republik ini untuk mengusut pula berbagai kasus-kasus pembancakan uang rakyat yang (berpotensi) melibatkan para elite (politik) tanpa terkecuali. Ini demi keadilan sekaligus meyakinkan publik, bahwa negara konsisten memerangi korupsi pada semua lini dan aktor, melampaui politisasi.

Negara tidak boleh pandang bulu memenjarakan para pencuri uang rakyat. Karenanya, permusuhan bangsa terhadap korupsi harus menjadi napas bersama yang kekal. Jangan permisif atas korupsi secara "diam-diam" hanya karena "alasan" politisasi dan lain sebagainya.

Bagikan

Berita Terbaru

Peluang Bisnis Benih Sawit, Binasawit Makmur Jaga Kualitas & Distribusi
| Jumat, 21 November 2025 | 08:52 WIB

Peluang Bisnis Benih Sawit, Binasawit Makmur Jaga Kualitas & Distribusi

Anak usaha SGRO, BSM, menargetkan pasar benih sawit dengan DxP Sriwijaya. Antisipasi kenaikan permintaan, jaga kualitas & pasokan. 

Benahi Kinerja Keuangan, Timah (TINS) Genjot Produksi dan Penjualan
| Jumat, 21 November 2025 | 08:35 WIB

Benahi Kinerja Keuangan, Timah (TINS) Genjot Produksi dan Penjualan

PT Timah Tbk (TINS) optimistis dapat memperbaiki kinerja operasional dan keuangannya sampai akhir 2025. 

Berakhirnya Kisah Keluarga Sampoerna di Lantai Bursa
| Jumat, 21 November 2025 | 08:30 WIB

Berakhirnya Kisah Keluarga Sampoerna di Lantai Bursa

Langkah Grup Sampoerna melepas PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), meninggalkan catatan sejarah dalam dunia pasar modal di dalam negeri. ​

Outflow Masih Jadi Penyebab Defisit NPI
| Jumat, 21 November 2025 | 08:29 WIB

Outflow Masih Jadi Penyebab Defisit NPI

NPI kuartal III-2025 mengalami defisit US$ 6,4 miliar, sedikit di bawah kuartal sebelumnya yang defisit sebesar US$ 6,7 miliar

Timbang-Timbang Kenaikan Gaji ASN Tahun Depan
| Jumat, 21 November 2025 | 08:23 WIB

Timbang-Timbang Kenaikan Gaji ASN Tahun Depan

Kemkeu telah menerima surat dari Menteri PANRB terkait pertimbangan kenaikan gaji ASN di 2026       

Tambah Penempatan Dana SAL Rp 76 T Dorong Transmisi Kredit
| Jumat, 21 November 2025 | 08:09 WIB

Tambah Penempatan Dana SAL Rp 76 T Dorong Transmisi Kredit

Tambahan penempatan dana ini lanjutan dari penempatan dana pemerintah senilai Rp 200 triliun akhir Oktober lalu​

Waspada IHSG Jumat (21/11) Bisa Berbalik Arah
| Jumat, 21 November 2025 | 07:56 WIB

Waspada IHSG Jumat (21/11) Bisa Berbalik Arah

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir pekan ini rawan koreksi dengan support 8.399 dan resistance 8.442. 

Shortfall Pajak Tahun Ini, Bisa Sentuh Rp 300 Triliun
| Jumat, 21 November 2025 | 07:54 WIB

Shortfall Pajak Tahun Ini, Bisa Sentuh Rp 300 Triliun

Dalam dua bulan, pemerintah harus mengumpulkan penerimaan pajak Rp 730,27 triliun lagi untuk mencapai target dalam APBN

Caplok Sampoerna Agro (SGRO), Posco International Rogoh Kocek Rp 9,4 Triliun
| Jumat, 21 November 2025 | 07:47 WIB

Caplok Sampoerna Agro (SGRO), Posco International Rogoh Kocek Rp 9,4 Triliun

Grup Sampoerna melepas seluruh kepemilikannya di PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) 1,19 juta saham atau setara 65,72% kepada Posco International.​

Mengelola Bencana
| Jumat, 21 November 2025 | 07:45 WIB

Mengelola Bencana

Bencana alam kerap mengintai. Setidaknya tiga bencana alam terjadi dalam sepekan terakhir, salah satunya erupsi Gunung Semeru..

INDEKS BERITA

Terpopuler