APBN Pembayar Tagihan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dunia tidak sedang baik-baik saja. Proyeksi IMF yang mematok pertumbuhan global melambat ke 3,1% tahun depan, bukan sekadar statistik, melainkan sirine bahaya. Mesin pertumbuhan tradisional macet: AS melambat, Eropa stagnan, dan China kehilangan daya ledaknya. Fragmentasi geoekonomi kian nyata, mengubah konflik bersenjata menjadi pengacau rantai pasok yang brutal.
Di tengah badai inilah, APBN Indonesia jadi pertaruhan. Narasi APBN sebagai shock absorber memang terdengar heroik, namun kita harus jujur: terlalu besar tagihan yang harus dibayar APBN 2026.
Ketika geopolitik memanas, harga minyak mentah mendidih di kisaran US$70–90 per barel. Bagi net-importir seperti Indonesia, ini mimpi buruk. Di sisi lain, kebijakan The Fed membuat Dolar AS perkasa, menekan Rupiah dan memicu inflasi.
Pemerintah dihadapkan pada pilihan simalakama: membiarkan harga pasar menghantam daya beli rakyat, atau menahan harga dengan risiko pendarahan fiskal. Sejauh ini, opsi kedua lah yang diambil.
Data APBN 2025 menelanjangi betapa mahalnya harga sebuah stabilitas. Alokasi subsidi dan kompensasi energi diproyeksikan menembus Rp 315 triliun. Angka raksasa ini habis hanya untuk menahan harga BBM dan listrik. Secara sosial langkah ini bisa dimaklumi, namun secara ekonomi, ini adalah opportunity cost yang mahal. Tanpa perubahan kebijakan naik harga, jelas pos ini jadi sumber tekor.
Tapi ada angka tagihan yang lebih besar tahun depan. Beban bunga utang yang harus dibayar pemerintah hampir tembus Rp 600 triliun. Angka ini belum termasuk utang jatuh tempo yang harus dibayar baik tunai atau dengan utang baru.
Tagihan lain yang tidak kalah seru adalah untuk program makan gratis, yang hampir menyentuh Rp 350 triliun. Program populis yang tidak mungkin di tunda, apalagi dibatalkan oleh pemerintah. Masih ada lagi program sekolah gratis, yang membuat anggaran fungsi pendidikan tembus Rp 760 triliun tahun depan, juga program koperasi desa dengan anggaran tak kurang dari Rp 80 triliun, rumah rakyat, dan lain-lain.
Pemerintah juga tidak akan menunda belanja senjata yang sudah dipesan sebelumnya. Tentu jumlah yang tidak kecil untuk beli peralatan tempur ini, meskipun terbukti manfaat untuk tangani bencana. Anggaran pertahanan yang berbaju sektor pangan, energi, dan lain-lain, tentu tak bisa ditunda kalau urusannya untuk bayar gaji. Semoga gelembung tidak meletus tahun depan.
