Atur Ulang Tata Niaga

Selasa, 12 November 2024 | 03:07 WIB
Atur Ulang Tata Niaga
[ILUSTRASI. TAJUK - Titis Nurdiana]
Titis Nurdiana | Pemimpin Redaksi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Swasembada pangan dan energi, dua target ini ditegaskan kuat oleh Presiden Prabowo dalam pidato perdana usai pelantikannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, beberapa waktu lalu.

Target ini harus bisa terwujud lima tahun ke depan atau 2028 atau 2029. Janji ini diucapkan tegas berapi-api dengan optimisme tinggi oleh Presiden Prabowo. Bukan janji dan pekerjaan gampang, mengingat data-data pangan dan energi kita tertatih mengejar kebutuhan kita.

Sampai saat ini, kita mengimpor lebih dari 29 juta ton pangan. Jumlah itu baru mencakup delapan komoditas pangan, dari beras, bawang putih, gula, daging hingga susu. Lalu, usia petani kita juga menua. Usia petani (perorangan) saat ini sudah di atas 65 tahun, 16,15% dari total jumlah petani. Jumlah petani yang menua juga akan bertambah besar karena petani di usia 55 tahun-64 tahun mencapai 23,2%. Lahan pun makin menyusut, bisa sampai 100 hektare (ha) per tahunnya. 

Target pemerintah mencapai food self sufficiency, yakni kondisi mampu mencukupi kebutuhan pangannya hingga 90% sulit dilakukan, apalagi target swasembada.

Bayangkan saja. Saat ini, konsumsi gandum sudah 28% dari penduduk kita. Jika harus swasembada pangan maka kita juga harus siap mengurangi impor dan konsumsi gandum, kedelai, bawang, hingga susu yang 82% alias mayoritas masih impor.

Target swasembada pangan harus, tapi harus terukur. Menyetop impor secara reaktif akan menyebabkan barang langka. Efeknya harga melambung. Daya beli bisa limbung. 

Pemerintah juga harus menelisik lebih dalam cara kerja para juragan impor. Impor lebih gampang ketimbang membangun dari nol. Izin impor bawang semisal. Importir bawang wajib tanam bawang. Kewajiban ini boleh diutang. Tapi, alih-alih menanam, mereka lebih suka bikin perusahaan baru untuk izin impor dan kembali berutang tanam. Begitu terus hingga utang kewajiban tanam diabaikan. 

Kewajiban tanpa pengawasan serta penindakan adalah macan ompong. Hanya mengaum belaka, miskin nyali. Lebih miris, jika otoritas ikut jadi kawanan ompong. 

Mengatur lagi tata niaga adalah pilihan. Sistem ekonomi yang liberal harus dikaji ulang menjadi ekonomi berkeadilan. Pengaturan tata niaga berlaku untuk banyak komoditas strategis. Wajib menjalankan inti-plasma akan membuat ekonomi besar hingga kelas kecil bekerja. Wajib kandungan lokal untuk seluruh sektor industri. Niscaya, mesin ekonomi kita bisa maksimal.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Prabowo Siap Menindak Penggilingan Padi Nakal
| Selasa, 04 Februari 2025 | 07:00 WIB

Prabowo Siap Menindak Penggilingan Padi Nakal

Prabowo meminta Dinas Pertanian, Dandim hingga Kepolisian mengawasi penggilingan-penggilingan padi di daerah.

Pemerintah Mengkaji Regulasi THR bagi Ojol
| Selasa, 04 Februari 2025 | 07:00 WIB

Pemerintah Mengkaji Regulasi THR bagi Ojol

Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan ada tim khusus yang tengah mengkaji regulasi THR bagi ojek online. 

Kunjungan Wisman Cetak Rekor Tertinggi Sejak 2020
| Selasa, 04 Februari 2025 | 06:56 WIB

Kunjungan Wisman Cetak Rekor Tertinggi Sejak 2020

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) mencapai 13,90 juta kunjungan

Kinerja Manufaktur Terungkit Ramadan
| Selasa, 04 Februari 2025 | 06:51 WIB

Kinerja Manufaktur Terungkit Ramadan

Purchasing manager's index (PMI) Manufaktur Indonesia bulan Januari 2025 merupakan yang tertinggi setelah Mei 2024 lalu

Pemerintah Cabut Izin 18 Perusahaan Kehutanan
| Selasa, 04 Februari 2025 | 06:45 WIB

Pemerintah Cabut Izin 18 Perusahaan Kehutanan

Perusahaan tersebut menurut pemerintah tidak bisa memanfaatkan secara optimal pengelolaan hutan yang sudah diberikan.

Coretax DJP Berisiko Menekan Setoran Pajak Januari
| Selasa, 04 Februari 2025 | 06:44 WIB

Coretax DJP Berisiko Menekan Setoran Pajak Januari

Coretax bermasalah menyebabkan banyak wajib pajak yang tidak melakukan pemungutan PPN serta pemotongan PPh Pasal 21

Waspada Laju IHK Pasca Cetak Rekor Deflasi
| Selasa, 04 Februari 2025 | 06:31 WIB

Waspada Laju IHK Pasca Cetak Rekor Deflasi

BPS mencatat deflasi di periode Januari 2025 sebesar 0,76% secara bulanan alias month to month (mtm)

Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) Berharap pada Kestabilan Harga Pulp
| Selasa, 04 Februari 2025 | 06:30 WIB

Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) Berharap pada Kestabilan Harga Pulp

PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) akan lebih fokus pada pengembangan produk di sektor hilir untuk mendorong kinerja

Prospek Saham Bank Besar Memikat Berkat Rencana Buyback
| Selasa, 04 Februari 2025 | 06:25 WIB

Prospek Saham Bank Besar Memikat Berkat Rencana Buyback

BRI akan melakukan buyback saham dengan menyiapkan dana Rp 3 triliun. Periode buyback dijadwalkan antara 12 Maret 2025 hingga 11 Maret 2026. 

Perempuan Pilar Investor SBN Ritel
| Selasa, 04 Februari 2025 | 06:11 WIB

Perempuan Pilar Investor SBN Ritel

Kalangan perempuan yang aktif dalam sebuah komunitas sering kali menjadi role model bagi lingkungan mereka.

INDEKS BERITA

Terpopuler