Avian (AVIA) Gencar Menghadirkan Produk Green Label Untuk Mendukung Penerapan ESG
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebagai produsen cat yang identik dengan zat kimia berbahaya, ide menjadi perusahaan ramah lingkungan seakan berseberangan. Tapi, PT Avia Avian Tbk (AVIA) membuktikan bisa menjadi perusahaan cat ramah lingkungan. Bahkan, emiten yang menggelar initial public offering (IPO) pada November 2021 ini sudah terdaftar dalam indeks ESG Quality 45 IDX Kehati.
Mengutip Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks ESG Quality 45 IDX Kehati berisikan 45 saham terbaik dari hasil penilaian kinerja environment, social, and governance (ESG) dan kualitas keuangan perusahaan serta memiliki likuiditas yang baik. Daftar saham di indeks ini diluncurkan dan dikelola berkerjasama dengan Yayasan Keanekaragaman Hayati Indonesia (Yayasan KEHATI).
Bukan hanya itu, lembaga penilai ESG risk rating Sustainalytics juga memberi poin AVIA 21,9 yang menunjukkan perusahaan memiliki risiko ESG yang medium cenderung ke arah rendah. Bahkan, AVIA juga menjadi perusahaan dengan risiko ESG terendah di antara produsen berbahan baku kimia global lainnya.
Eko Hajar Prakoeswo, Manager QA & Sustainability AVIA, menyebutkan, perusahaannya memang baru merilis laporan keberlanjutan yang berisi pengelolaan isu ESG pada 2021, setelah menggelar IPO.
Namun, sebenarnya, Avia Avian sudah sejak lama menerapkan kegiatan dan strategi pengelolaan isu ESG. Komitmen perusahaan ini dibuktikan dengan sertifikasi sistem manajemen International Standardization Organization (ISO).
Misalnya, pada 2005, Avia Avian mendapatkan ISO 9001 tentang sistem manajemen mutu, lalu diikuti di 2008 mendapat ISO 45001 tentang sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja, dan pada 2012 mengantongi ISO 14001 tentang sistem manajemen lingkungan. Raihan ini diikuti perolehan ISO lainnya terkait energi hingga teknologi informasi (TI).
"Jadi, peluncuran sustainability report tersebut bukan tiba-tiba. Hanya saja, setelah IPO baru kami tahu ada wadah untuk pelaporannya. Tinggal memasukkan poin-poin sesuai GRI (Global Reporting Initiative) dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan)," ungkap Eko.
Dia menjelaskan, awal mengedepankan pengelolaan isu ESG lantaran perusahaannya ingin terus memperbaiki diri. Meskipun merupakan perusahaan keluarga, AVIA yakin akan semakin besar dan harus dikelola secara profesional. Untuk itu, Avia Avian harus memiliki visi, misi, dan target yang terukur, serta membuat sistem manajemen yang rapi.
"Karena itu, kami pada tahun 2021 berani masuk ke bursa saham karena kami yakin memiliki sistem manajemen yang sudah baik," kata Eko.
Sebagai perusahaan industri kimia, Eko bilang, citra perusahaan cat identik dengan pencemaran lingkungan. Itu sebabnya, lingkungan menjadi prioritas perhatian AVIA. Meskipun, perusahaan tak mengesampingkan aspek sosial dan tata kelola perusahaan yang baik.
Mengutip Laporan Keberlanjutan 2023, beberapa langkah untuk lingkungan hidup yang AVIA lakukan seperti memilih material dan mesin dengan penggunaan energi yang efisien dan efek gas rumah kaca (GRK) yang rendah untuk proses produksi. Kemudian, yang mendorong penggunaan material terbarukan dan bahan kimia yang ramah lingkungan, menggunakan air secara optimal dan terkendali untuk kegiatan perusahaan, serta melaksanakan program konservasi air.
Selain itu, Avia Avian juga melakukan pengurangan dan pengendalian bahan berbahaya beracun (B3) serta limbah B3, dan melakukan pengendalian limbah padat non-B3 melalui 3R (reduce, reuse, recycle).
Hasilnya, AVIA mencatat ada penurunan emisi GRK sebesar 15,45% dibandingkan dengan pencapaian tahun 2021, penurunan intensitas energi mencapai 10,16%, penurunan limbah B3 terbuang sebanyak 6,36%, dan rasio daur ulang limbah produk mencapai 11,91 kg/ton.
Selain itu, pemasangan solar panel pada 2023 bertambah 660 unit menjadi 1.228 unit. Ini meningkatkan penggunaan energi terbarukan menjadi 504.097 kWh atau 1.814,71 GJ.
Untuk lingkungan, AVIA menyabet sertifikasi Proper Hijau dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang menunjukkan telah melampaui standar kepatuhan dalam pengelolaan lingkungan. Mereka juga menjadi perusahaan cat pertama yang mendapat Proper Hijau dari KLHK.
AVIA juga mendapatkan Sertifikat Industri Hijau dari Kementerian Perindustrian atas efisiensi yang mereka lakukan untuk penggunaan bahan baku, energi, air, serta listrik.
Cat green label
Salah satu ide AVIA untuk menjadi perusahaan ramah lingkungan, dengan menghadirkan produk cat yang ramah lingkungan bagi pelanggan. Sertifikasi yang mereka ambil adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). Walaupun sertifikasi ini tidak wajib di Indonesia untuk perusahaan cat, AVIA tetap mengambil sertifikasi untuk tujuh produk catnya, baik eksterior maupun interior.
Tak hanya itu, AVIA juga mengambil sertifikat green label dari Singapura. Ada 29 produk AVIA atau 20,87% dari total produk mereka, mulai dari Avitex 4 Kids hingga No Drop Anti Panas yang diakui sebagai produk ramah lingkungan dari Singapore Environment Council. Penilaian terbesar green label Singapura ini adalah terkait penggunaan logam berat di bawah batas konsentrasi 90 ppm.
Eko bilang, perusahaannya mengambil sertifikat green label dari Singapura itu awalnya untuk memperkuat komitmen produk ramah lingkungan. Cat umumnya memang mengandung limbah berat sebagai penghasil pigmen warna seperti timbal dan kromium. Berbagai bahan kimia ini bisa mengontaminasi lingkungan hidup dan kesehatan jika sampai tertelan atau baunya terhirup.
AVIA saat ini membuat target terukur, yakni mencapai produk bebas kandungan timbal dan krom di 2035. Pada akhir 2023 lalu, AVIA berhasil memproses produk berkandungan timbal dan krom sesuai target, sehingga tersisa 14%.
Memang, produk ramah lingkungan ada tantangannya sendiri. Misalnya, Eko menyebutkan, bahan baku dengan logam berat lebih rendah justru lebih mahal. Ini menjadikan harga jual produk cat dengan green label lebih mahal 15%-20% dibanding cat biasanya.
Karena premium, maka produk berlabel hijau ini berhadapan dengan daya beli masyarakat. Belum lagi, kesadaran masyarakat akan produk ramah lingkungan masih rendah. Selain itu, produk ini biasanya tidak semengkilap produk reguler. Alhasil, peminat produk green masih mini.
Tetapi, manajemen AVIA tak patah arang untuk tetap tetap memproduksi cat ramah lingkungan, meski masih mengandalkan produk cat biasa. Tahun ini pun, mereka masih akan mendaftarkan sejumlah produknya untuk label hijau
"Ke depan, permintaan bergeser pada produk yang ramah lingkungan ini pasti ada, seiring dengan bertambahnya kesadaran masyarakat dan dorongan dari pemerintah untuk menggunakan produk-produk ramah lingkungan," sebut Eko.
AVIA pun tak khawatir meski permintaan produk hijau nan premium ini masih mini. Eko cukup optimistis dengan kekuatan keuangan AVIA yang baik sehingga cukup leluasa untuk eksplorasi dan mencari pemasok dan harga terbaik, tanpa menekan kualitas.
Penjualan juga tidak terlalu terdampak karena mayoritas pendapatan AVIA masih ditopang dari produk reguler yang tidak berlabel hijau. Menghadirkan ragam produk yang banyak untuk berbagai segmen pembeli menjadi salah satu jurus AVIA menjaga penjualan mereka.
Bukan hanya mengimplementasikan ESG kepada pihak internal, AVIA juga menyasar para pemasok mereka untuk mencapai pengadaan berkelanjutan. Pada akhir tahun 2023 lalu, perusahaan ini sudah melakukan asesmen terhadap 20% pemasok utama yang berkontribusi terhadap 80% dari total nilai pembelian. Target Avia Avian adalah, 100% pemasok kunci mereka, nantinya telah memenuhi aspek keberlanjutan.
Eko menambahkan, ada juga keuntungan lain menjadi perusahaan yang mengedepankan ESG. Yakni, membaiknya citra perusahaan di mata investor, terutama investor asing. Bahkan, dia mengungkapkan, investor Eropa ada yang meminta asesmen atau audit ulang dari pihak ketiga lain untuk perusahaan mereka. Namun, AVIA sendiri cukup pede dengan rating risiko perusahaan.
Efisiensi dari ESG
Biaya menghadirkan bahan baku produk cat ramah lingkungan memang lebih mahal. Tapi, Eko menegaskan, hal itu bukan berarti perusahaan mereka ini tidak bisa melakukan efisiensi. Menurut dia, kegiatan pengelolaan ESG secara keseluruhan pada akhirnya melahirkan aspek efisiensi.
Ambil contoh, langkah perusahaan untuk melakukan penggantian sumber energi dari minyak solar ke gas yang lebih ramah lingkungan, atau penggantian energi listrik ke panel surya yang kelak menyebabkan efisiensi biaya energi.
Bahkan, perusahaan ini berencana menambah sembilan pusat distribusi baru pada tahun 2024 dengan tujuan memangkas biaya distribusi yang mahal. Pasalnya, dalam harga jual, bukan hanya ada bahan baku tapi juga ongkos distribusi, dan lainnya.
"Harga BBM (bahan bakar minyak) dan bahan baku memang fluktuatif, tapi yang lain bisa kami kendalikan agar dapat lebih efisien," kata Eko.
Langkah efisiensi AVIA tecermin dari kinerja keuangan mereka. Pada akhir 2023, AVIA telah mencatat laba sebesar Rp 1,64 triliun atau tumbuh 17,3% dari tahun sebelumnya. Perolehan ini ditopang oleh kenaikan pendapatan yang sebesar 4,82% year on year menjadi Rp 7,01 triliun.
Dengan efisiensi operasional yang memprioritaskan inovasi produksi dan distribusi, AVIA berhasil mencapai margin laba tertinggi dalam lima tahun terakhir sebesar 23,4% dan mendorong laba lebih tinggi.
Tahun ini, manajemen AVIA menargetkan pertumbuhan volume penjualan 4,%-8% untuk mencapai kenaikan penjualan 6%-10%. Strategi mereka adalah dengan meluncurkan produk baru, mendukung inovasi produk, serta memperluas pusat distribusi.
Analis Natalia Sutanto dari BRIDanareksa Sekuritas melihat peluang AVIA meraih kinerja lebih baik di 2024. Dia memperkirakan, volume penjualan AVIA tumbuh moderat 3,6%-4,6%, sementara margin kotor bisa mencapai 44,4%-44,5% dengan catatan biaya tetap stabil. Dia mempertahankan rekomendasi buy AVIA dengan target harga Rp 660 per saham.
Jumat (26/4), harga AVIA di Rp 510 per saham. Sepanjang tahun ini, saham AVIA tercatat naik 2% year to date.