Hemat Dinas Tak Bernas

Sabtu, 28 Desember 2024 | 06:57 WIB
Hemat Dinas Tak Bernas
[ILUSTRASI. TAJUK - Titis Nurdiana]
Titits Nurdiana | Pemimpin Redaksi

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah bergeming, bersikeras untuk tetap menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Protes menyeruak, menguap ditelan alasan menjalankan konstitusi Undang-Undang No 7/2021 Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). 

BU, alias butuh uang menjadi faktor yang paling kentara untuk memahami sempitnya ruang fiskal untuk membiayai pembangunan. Kapasitas anggaran yang terbatas menjadikan kenaikan tarif PPN sulit untuk ditunda. Apalagi, pemerintah baru berambisi mendongkrak pertumbuhan ekonomi bertahap hingga tumbuh 8% di 2029.

Menaikkan PPN menjadi cara paling mudah dilakukan, laiknya  memetik buah yang tergantung (low hanging fruit). Pemerintah bisa  langsung mengantongi kurang lebih Rp 75 triliun-Rp 80 triliun. Alih-alih cara lain  seperti menaikkan tarif pajak penghasilan (PPh) progresif atau penerapan tambahan pajak penghasilan kelompok superkaya. 

Semakin tinggi target pertumbuhan ekonomi, semakin besar jumlah pajak yang harus dikumpulkan. Namun, saat ini mesin-mesin ekonomi sedang butuh pelumas. Konsumsi masyarakat loyo, belanja pemerintah kurang tenaga, pun dengan investasi. Ketiga mesin ekonomi sedang tidak baik-baik saja.

Baca Juga: Teliti Belanja Perpajakan Agar Tepat Sasaran

Meski selalu menepis 'kondisi' itu, toh pemerintah menyerukan berhemat. Presiden Prabowo, lewat Kementerian Sekretariat Negara memperketat izin perjalanan dinas ke luar negeri pejabat negara baik pusat maupun daerah. Mereka harus minta izin jika harus ke luar negeri. 

Sebelumnya, dalam surat edaran Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah juga memutuskan untuk mengerem biaya perjalanan dinas. Berlaku sejak November, anggarannya dipotong minimal 50%, hingga akhir tahun 2024. 

Beban anggaran dinas selama empat tahun belakangan terus mendaki. Dari Rp 24 triliun di tahun 2020, menjadi Rp 28 triliun, bertambah lagi menjadi Rp 39 triliun, dan di 2023 sudah menjadi Rp 50 triliun. Melambung dua kali lipat dalam empat tahun terakhir.

Memangkas perjalanan dinas saja tak cukup, perbaikan tata kelola menjadi utama. Bukan cuma soal uang masuk dan keluar tapi juga perbaikan kebijakan. Aneka kebijakan pemerintah masih sarat kepentingan individu dan golongan. Mereka terus mempengaruhi kepemimpinan lewat jaringan politik, bisnis, hingga birokrasi. Jika ini terus terjadi, bangsa ini akan tersandera, gagal maju, tak bisa sejahtera karena ulah elit sendiri.           

Selanjutnya: Mengerek Serapan Gabah dan Produksi 2025

Bagikan

Berita Terbaru

PaDi UMKM Sediakan Pinjaman Modal bagi Usaha Kecil
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:28 WIB

PaDi UMKM Sediakan Pinjaman Modal bagi Usaha Kecil

UKM bisa menikmati layanan financing, yakni pinjaman modal dari berbagai pilihan pembiayaan yang bisa disesuaikan kebutuhan mereka

IKM Berperan Besar dalam Perkembangan Industri Kosmetik
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:23 WIB

IKM Berperan Besar dalam Perkembangan Industri Kosmetik

Jumlah perusahaan kosmetik di Indonesia pada 2023 sebanyak 1.039 pelaku usaha, dengan 89,2% merupakan IKM. 

Sukses Usaha Berkat Ilmu Kepepet
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 12:16 WIB

Sukses Usaha Berkat Ilmu Kepepet

Berkat kegigihan mengembangkan usaha, Muhammad Haelani bisa memiliki pabrik dengan berbagai mesin produksi suku cadang kendaraan bermotor

PP Belum Terbit, Peralihan Pengawasan Aset Kripto dari Bappebti ke OJK Terancam Molor
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 09:21 WIB

PP Belum Terbit, Peralihan Pengawasan Aset Kripto dari Bappebti ke OJK Terancam Molor

Peraturan Pemerintah (PP) yang akan mengatur peralihan pengawasan dari Bappebti ke OJK, sebagai peraturan pelaksana UU P2SK, belum disahkan.

Ambruk Menjelang Akhir Tahun 2024, Harga Bitcoin Masih Berpotensi Menguat Awal 2025
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:57 WIB

Ambruk Menjelang Akhir Tahun 2024, Harga Bitcoin Masih Berpotensi Menguat Awal 2025

Katalis positif bagi bitcoin antara lain, kebijakan pro kripto Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump.

Saham Emiten Energi Masih Paling Seksi
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:55 WIB

Saham Emiten Energi Masih Paling Seksi

Di sepanjang tahun 2024, kinerja saham-saham sektor energi mengungguli saham emiten di sektor lainnya.

Pendapatan PLN Bisa Susut Rp 10 Triliun Gara-Gara Diskon 50% Tarif Listrik
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:34 WIB

Pendapatan PLN Bisa Susut Rp 10 Triliun Gara-Gara Diskon 50% Tarif Listrik

PLN memastikan diskon tarif listrik 50% akan diterima 81,4 juta pelanggan dengan daya 2.200 volt ampere (VA) ke bawah dan tepat sasaran.

BUMN Karya dan Angkutan Masuk Daftar Merger
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:31 WIB

BUMN Karya dan Angkutan Masuk Daftar Merger

Merger Pelni dan ASDP Indonesia Ferry dengan Pelindo telah mendapatkan restu dari Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi.

Momentum Natal dan Tahun Baru, Emiten Unggas Bisa Tancap Gas
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:15 WIB

Momentum Natal dan Tahun Baru, Emiten Unggas Bisa Tancap Gas

Emiten unggas masih memiliki prospek positif. Salah satunya dari program makan bergizi gratis. Program ini juga bisa meningkatkan, DOC dan LB.

Ekspansi Kredit Korporasi Bakal Melandai Tahun Depan
| Sabtu, 28 Desember 2024 | 08:13 WIB

Ekspansi Kredit Korporasi Bakal Melandai Tahun Depan

Para bankir dan analis melihat prospek kredit korporasi tahun depan tidak akan semoncer tahun 2024 ini​

INDEKS BERITA

Terpopuler