IPO War

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah cuma ada 14 initial public offering (IPO) di semester pertama 2025, kini ada rombongan calon emiten yang menggelar penawaran saham perdana di tanggal yang bersamaan, 2 Juli 2025.
Ada delapan calon emiten yang menggelar IPO secara bersamaan. Secara total, delapan calon emiten ini menawarkan 18,5 miliar saham bagi para investor. Total dana IPO dari delapan emiten ini mencapai Rp 3,38 triliun.
Satu emiten membidik dana Rp 2,37 triliun. Sisanya sekitar Rp 1,01 triliun merupakan total dana IPO dari tujuh calon emiten lain.
Dari delapan calon emiten, empat emiten memasang harga IPO di batas atas harga penawaran awal atau book building. Hanya satu emiten yang menetapkan harga IPO di batas bawah harga book building.
Tak cuma itu, masa penawaran perdana emiten-emiten ini cukup panjang, hingga lima hari kerja. Hanya dua emiten yang menggelar masa penawaran dengan periode minimal, yakni tiga hari kerja.
Meski lagi ramai, para investor ritel pesimistis bisa mendapatkan saham IPO sesuai dengan pesanan. Padahal, perhelatan IPO saat ini merupakan proses paling ramai dalam waktu yang bersamaan.
"Palingan cuma dapat tiga lot." Begitulah ungkapan hati sejumlah investor ritel yang ikut berburu saham IPO.
Perhelatan IPO memang menjadi salah satu hal yang ditunggu-tunggu investor pasar modal, terutama investor ritel. Jika melihat perhelatan IPO belakangan, memang sejumlah saham IPO langsung melejit di perdagangan perdana, bahkan beberapa hari setelah melantai di bursa.
Hal inilah yang menjadi daya tarik saham IPO di tengah pasar modal yang masih gonjang-ganjing. Lihat saja, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih melemah 2,81% sejak awal tahun. Saham-saham big caps yang likuid cenderung tertekan saat indeks acuan pasar modal Indonesia melorot.
Cuan tipis-tipis dari saham IPO menjadi hiburan bagi investor receh di tengah kondisi ekonomi yang makin sulit. Tapi, berburu saham IPO pun kini semakin sulit.
Tak cuma di pasar perdana, saham-saham IPO di pasar sekunder pun sulit didapat untuk beberapa hari perdagangan perdana, terutama jika saham tersebut mencatat auto rejection atas (ARA) atau mentok di harga tertinggi secara harian. Alhasil, cuan investor ritel pun bernilai kecil meski saham-saham IPO mencatat kenaikan puluhan persen di hari-hari awal pencatatan.