KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sebuah ambisi besar menjadi negara mandiri pangan telah dilontarkan oleh Presiden Prabowo saat menyampaikan pidato kepresidenan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPRI) pada 20 Oktober lalu. Sebuah komitmen besar yang gagal dilakukan oleh presiden-presiden pendahulunya.
Namun dari penyampaian cita-cita besar itu, Presiden Prabowo sama sekali belum mengulas tentang tantangan yang akan dilewatinya. Publik sangat paham, Presiden sebelumnya Joko Widodo gagal swasembada pangan karena melewati banyak tantangan. Alhasil, impor pangan justru membesar.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), angka impor beras tahun 2017 hanya 305.275 ton, sedangkan tahun 2023 menembus 3 juta ton. Impor beras Indonesia itu tentu membawa angin segar baik bagi petani, tetapi bukan petani di Indonesia melainkan petani di Thailand, Vietnam dan Pakistan.
Sejatinya tak ada perbedaan signifikan antara cita-cita Jokowi dan Prabowo soal kemandirian pangan ini. Di era Presiden terdahulu, cita-cita menjadi negara mandiri pangan masuk program prioritas yang dikenal dengan nama Nawacita. Namun apa daya, cita-cita itu tak pernah kesampaian.
Memasuki tahun 2024 kondisinya juga masih sama, produksi beras tak mencerminkan upaya menuju ketahanan pangan. BPS mengestimasi, produksi beras tahun ini turun 2,43% menjadi 30,34 juta ton. Angka penurunan produksi beras tahun ini jauh lebih dalam dari angka produksi beras tahun 2023 sebesar 2,05%.
Nah, salah satu sebab-musabab dari turunnya produksi beras ini pernah diungkap Jokowi sebelumnya, yakni perubahan iklim. Adanya dampak iklim berakibat pada perubahan cuaca yang membuat gagal panen serta penurunan produksi pangan di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Namun yang menjadi masalah, belum ada pernyataan Presiden Prabowo terkait mitigasi iklim ini. Sementara, banyak petani mengalami gagal panen karena kekeringan, badai, banjir dan cuaca ekstrem. Belakangan ada upaya melakukan pembukaan areal pertanian baru, namun tentu tak akan banyak membantu jika mitigasi iklim tidak dilakukan.
Areal produktif pangan yang ada bahkan terancam dengan perubahan iklim. Jika tidak ada antisipasi, ancaman alih fungsi lahan seperti tahun sebelumnya akan terjadi. Saat lahan tak produktif menghasilkan cuan, petani akan mengalihkannya menjadi kontrakan atau sumber ekonomi lain yang lebih cuan.