KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhirnya, Indonesia kehabisan durian runtuh. Selama dua tahun terakhir, Indonesia menikmati berkah dari kenaikan harga berbagai komoditas dunia, yang kebanyakan memang merupakan komoditas andalan Indonesia.
Kenaikan harga komoditas membuat ekspor Indonesia melesat. Pada 2021, nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 231,54 miliar. Angka tersebut melesat sekitar 41,88% bila dibandingkan nilai ekspor di tahun sebelumnya.
Kenaikan ekspor ini otomatis mengerek angka neraca dagang Indonesia. Kala itu, neraca dagang dalam negeri mencetak surplus hingga sebesar US$ 35,34 miliar. Ini surplus neraca dagang tertinggi sejak 2016.
Ekspor masih melesat pada tahun lalu. Total nilai ekspor di 2022 mencapai US$ 291,98 miliar, melesat 26,07% dibanding setahun sebelumnya. Otomatis, surplus neraca dagang juga kembali meroket, mencapai US$ 54,46 miliar.
Efeknya, penerimaan negara di dua periode tersebut juga makin tebal. Di 2021, Indonesia mengantongi penerimaan sebesar Rp 2.011,3 triliun, 15,35% di atas yang ditetapkan dalam undang-undang APBN 2021.
Pada 2022, perkiraan pendapatan negara mencapai Rp 2.626,4 triliun. Angka ini juga 15,9% lebih tinggi dari target yang ditetapkan dalam undang-undang.
Tahun ini, para pakar memprediksi Indonesia masih bakal mencetak surplus neraca dagang, kendati surplus mungkin menipis. Alasannya, harga berbagai komoditas andalan ekspor Indonesia mulai turun. Cuma emas yang masih naik.
Toh, bukan berarti ekonomi dalam negeri bakal mundur gara-gara harga komoditas turun. Meski tidak lagi menikmati berkah tingginya harga komoditas, perekonomian bisa didorong dari sisi domestik. Apalagi, daya beli masyarakat tampak mulai membaik.
Ini antara lain sudah terlihat dari momen mudik lebaran tahun ini. Menurut proyeksi Kadin, perputaran duit di lebaran tahun ini bisa mencapai Rp 92,25 triliun.
Indeks keyakinan konsumen juga membaik. Di Maret, indeks ini naik ke level 123,3 dari level 122,4 di Februari. Angka PMI sektor manufaktur Indonesia juga membaik, mencapai 51,9 di Maret. Ini angka indeks tertinggi sejak September 2022.
Tahun ini juga pesta politik dalam negeri sudah dimulai. Biasanya, jelang pemilu, peredaran duit di masyarakat meningkat dan otomatis mendorong daya beli.
Jadi, asal kondisi politik dalam negeri terkendali, sepertinya ekonomi Indonesia akan tetap kuat.