Mata Uang Cuan Saat Indeks Dollar AS Melemah

Kamis, 30 November 2023 | 08:35 WIB
Mata Uang Cuan Saat Indeks Dollar AS Melemah
[ILUSTRASI. Rabu (29/11), indeks dollar tertekan ke level 102,89, bahkan sempat menyentuh di level terendah dalam tiga bulan. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/YU]
Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan terhadap indeks dollar Amerika Serikat (AS) belum mereda. Rabu (29/11), indeks dollar tertekan ke level 102,89, bahkan sempat menyentuh di level terendah dalam tiga bulan.

Pengamat Komoditas dan Mata Uang, Lukman Leong mengatakan, penurunan indeks dollar AS disebabkan aksi profit taking investor. "Sebab, pada awal November ini indeks dollar AS sempat di level 107," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (29/11).

Presiden Komisioner HFX International Berjangka, Sutopo Widodo melanjutkan, turunnya indeks dollar AS juga dipicu pernyataan terbaru pejabat Federal Reserve alias The Fed.

Bank sentral AS itu memberi sinyal kenaikan suku bunga telah usai dan akan mulai memangkas suku bunga tahun depan.

"Pasar kini melihat peluang sebesar 40% bagi The Fed untuk mulai melakukan pelonggaran kebijakan pada bulan Maret 2024," jelasnya.

Di tengah penurunan indeks dollar ini, mata uang yang sensitif terhadap resiko seperti euro (EUR) dan poundsterling (GBP) menguat tajam.

Baca Juga: Ekonomi Global 2024 Belum Aman

Menurut Sutopo, saat ini para investor masih menantikan beberapa data penting dari AS. Salah satunya, indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE). Maka, pasar masih dalam mode risk-on.

Selain EUR dan GBP, kata Sutopo, mata uang antipodean yakni dollar Australia (AUD dan dollar Selandia Baru (NZD) juga bisa dicermati.

Pengamat Mata Uang Lukman Leong mengatakan, efek pelemahan dollar AS tak serta merta menyebabkan apresiasi mata uang utama dunia akan signifikan.

Ia memperkirakan, peningkatannya bakal terbatas, mengingat inflasi beberapa negara seperti Eropa, Inggris, maupun Australia juga mulai melandai.

Menurutnya, mata uang yang diuntungkan saat ini justru mata uang dari negara dengan inflasi dan tingkat suku bunga yang telah stabil. Misal, baht (THB) Thailang, ringgit Malaysia (MYR), dan China Yuan (CNY).

"Sedangkan rupiah, walau inflasi telah di dalam target, tingkat suku bunga masih tinggi, sehingga penguatan rupiah akan terbatas," paparnya.

Lukman memperkirakan, hingga akhir tahun, pairing USD/THB di level 33, USD/MYR di 4,45-4,50, dan USD/CNY di 7. Baru di tahun depan, mata uang utama dunia akan unjuk gigi.

Namun hal tersebut terjadi dengan asumsi ekonomi rebound dan adanya sentimen risk on. Prediksi dia, USD/EUR diperkirakan akan berkisar 1,13-1,15, USD/GBP 1,31-1,33, dan USD/AUD di level 0,73-0,75.

Lihat halaman 16

Bagikan

Berita Terbaru

BEI Suspensi Belasan Saham Sepanjang November, Redam Euforia Lonjakan Harga Saham IPO
| Kamis, 21 November 2024 | 18:03 WIB

BEI Suspensi Belasan Saham Sepanjang November, Redam Euforia Lonjakan Harga Saham IPO

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) cukup getol menggembok saham emiten beberapa waktu terakhir, meski di tengah kondisi pasar yang lesu.

Pasar IPO Tahun 2024 Kurang Bergairah, Otoritas Perlu Berbenah untuk Tahun 2025
| Kamis, 21 November 2024 | 17:37 WIB

Pasar IPO Tahun 2024 Kurang Bergairah, Otoritas Perlu Berbenah untuk Tahun 2025

Deloitte mengungkapkan terjadi penurunan yang signifikan perusahaan yang melaksanakan IPO di Indonesia, dibandingkan tahun sebelumnya.

Dampak Perang Dagang AS-China, Ekspor RI Turun Hingga Kebanjiran Produk Murah China
| Kamis, 21 November 2024 | 16:59 WIB

Dampak Perang Dagang AS-China, Ekspor RI Turun Hingga Kebanjiran Produk Murah China

Terpilihnya Donald Trump menimbulkan kekhawatiran terjadi perang dagang Amerika Serikat-China, seperti yang terjadi tahun 2018 silam. 

 Investasi Hilirisasi Butuh Rp 9.800 T Hingga 2040, Berikut Perincian 28 Komoditasnya
| Kamis, 21 November 2024 | 09:12 WIB

Investasi Hilirisasi Butuh Rp 9.800 T Hingga 2040, Berikut Perincian 28 Komoditasnya

PTBA menggadang hilirisasi batubara menjadi Artificial graphite dan anode sheet. Sementara ADRO berambisi menjadikannya bahan baku pupuk.

Geber Pengembangan Energi Hijau, Indonesia Butuh Rp 1.000 T Satu Dekade ke Depan
| Kamis, 21 November 2024 | 08:54 WIB

Geber Pengembangan Energi Hijau, Indonesia Butuh Rp 1.000 T Satu Dekade ke Depan

Pemerintah mengklaim bakal membantu pembangunan transmisi dan gardu induk lantaran tidak mudah untuk mencapai nilai keekonomian.. 

Mata Uang Asia Masih Sulit Bangkit
| Kamis, 21 November 2024 | 08:45 WIB

Mata Uang Asia Masih Sulit Bangkit

Mata uang Asia masih berpeluang melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) setidaknya sampai akhir tahun 2024 ini.

Mengail Potensi Cuan Obligasi Korporasi
| Kamis, 21 November 2024 | 08:43 WIB

Mengail Potensi Cuan Obligasi Korporasi

Berinvestasi pada surat utang korporasi menjadi alternatif menarik bagi investor, Terlebih, di tengah kondisi pasar yang volatil 

Harga Amonia Memoles Prospek ESSA, Analis Beri Rekomendasi Buy
| Kamis, 21 November 2024 | 08:37 WIB

Harga Amonia Memoles Prospek ESSA, Analis Beri Rekomendasi Buy

Menakar prospek bisnis dan kinerja saham PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) di tengah tren laju harga amonia

Saham INDF Jadi Primadona Investor Asing, FMR Hingga SEI Investments Rajin Akumulasi
| Kamis, 21 November 2024 | 08:05 WIB

Saham INDF Jadi Primadona Investor Asing, FMR Hingga SEI Investments Rajin Akumulasi

Net foreign buy terbesar dalam lima hari terakhir tercatat berlangsung di saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Koperasi Bisa Kelola Sumur Minyak Ilegal
| Kamis, 21 November 2024 | 07:55 WIB

Koperasi Bisa Kelola Sumur Minyak Ilegal

Undang-Undang (UU) Migas memperbolehkan entitas koperasi untuk mengelola sumur minyak tua yang selama ini dibor secara ilegal oleh masyarakat.

INDEKS BERITA

Terpopuler