Memilah Para Jawara Reksadana 2023

Minggu, 03 Maret 2024 | 11:30 WIB
Memilah Para Jawara Reksadana 2023
[ILUSTRASI. Ilustrasi Reksadana . KONTAN/Muradi/2014/08/12]
Reporter: Dupla Kartini | Editor: Hendrika

KONTAN.CO.ID -  Kenaikan suku bunga masih menjadi tantangan kinerja aset pasar modal pada 2023 lalu. Aset saham lebih terdampak dibandingkan aset obligasi. 

Maklum, sepanjang Januari-Oktober 2023, pasar saham lesu. Dinamika ekonomi di AS, membuat The Fed mengerek suku bunga sampai kuartal ketiga 2023. Situasi berbalik pada pertemuan FOMC awal November 2023 lalu. The Fed menyebut, kenaikan suku bunga tidak lagi diperlukan dan berpeluang memangkasnya pada tahun 2024.

Dus, pasar saham menutup tahun 2023 dengan kinerja positif. IHSG naik 6,16% ke level 7.272. Penguatan juga ditopang kenaikan fantastis saham-saham IPO berkapitalisasi besar seperti BREN dan AMMN. Sayang, rapor rata-rata reksadana saham masih minus. Ini lantaran tren negatif harga saham terjadi cukup lama sampai kuartal ketiga 2023.
 
Yang menarik, kinerja reksadana pendapatan tetap paling optimal. Sebab, obligasi pemerintah mencatatkan return positif. Infovesta Government Bond Index menguat 4,84%. Performa yang baik didukung lebih stabilnya kinerja obligasi sepanjang tahun lalu dan sikap dovish The Fed pada November cepat direspons pasar obligasi. 
 
Indeks reksadana pasar uang dan campuran juga mencatat return positif pada tahun 2023. Menurut Nicodimus Kristiantoro, Research & Consulting Manager Infovesta Utama, pola pergerakan return periode lima tahun terakhir, mirip kinerja setahun terakhir. Indeks reksadana pendapatan tetap paling optimal, sedangkan kinerja reksadana saham turun cukup dalam.
Kata Nicodimus, tahun ini, aset saham dan obligasi masih cukup menjanjikan. Terutama jika The Fed sesuai ekspektasi menurunkan suku bunga tiga kali pada paruh kedua. Di awal 2024, pasar saham domestik terbantu dengan hasil pilpres yang kuat kemungkinan hanya 1 putaran. Toh, euforia pilpres akan memudar dan pasar kembali fokus pada perkembangan makroekonomi global.
 
Masih ada risiko politik di global, yaitu pilpres di negara Uncle Sam. Di samping itu, masih ada risiko geopolitik yang sewaktu-waktu bisa mendongkrak inflasi global, sehingga mengancam potensi penurunan suku bunga Fed.
 
Itu sebabnya, Nicodimus menaksir, obligasi berpotensi memberikan return lebih tinggi ketimbang kinerja saham (IHSG). Pasar obligasi lebih dipengaruhi isu inflasi, suku bunga dan mata uang. Pemangkasan suku bunga Fed diperkirakan terjadi pada semester kedua.
 
Sedangkan, aset saham dipengaruhi banyak faktor. Bukan cuma outlook industri dan fundamental emiten, namun juga terpengaruh geopolitik.
 
Untuk reksadana berbasis saham, produk yang cukup menjanjikan di tahun ini adalah yang bobotnya besar pada saham big caps. Sektor yang prospektif antara lain perbankan, telekomunikasi dan konsumer primer.
 
Adapun untuk reksadana pendapatan tetap, akan lebih diunggulkan yang bobotnya besar pada SUN durasi panjang. Sebab, potensi kenaikan harga lebih besar dibandingkan tenor pendek.
 
Senior Vice President, Head of Retail, Product Research and Distribution Division Henan Putihrai AM, Reza Fahmi, menilai prospek kinerja pasar saham dan obligasi tahun ini masih positif, namun dengan volatilitas yang tinggi. 
 
Pasar saham dapat terdongkrak oleh ekspektasi pertumbuhan laba emiten serta penurunan suku bunga Bank Indonesia. Pasar obligasi bisa terbantu permintaan domestik yang kuat, terutama dari institusi yang mencari instrumen dengan yield menarik.
 
Kinerja reksadana saham dan obligasi bisa berfluktuasi seiring dengan dinamika pasar. Maka, kata Reza, investor perlu mencermati faktor-faktor yang memengaruhi pasar dan diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko dan mengoptimalkan return.
 
Bagi investor, saran Nicodimus, tahun ini, sebaiknya jeli memanfaatkan momentum sesuai dinamika global dan domestik. "Lakukan perubahan komposisi portofolio secara taktis, agar return optimal," beber dia.
 
Sekarang, dengan rilis kinerja emiten dan potensi dividen, bobot di aset saham bisa diperbesar. Saat mendekati suku bunga turun, Juni atau kuartal kedua akhir, bisa perbesar bobot di produk berbasis obligasi. Di kuartal terakhir, investor boleh memperbesar bobot di produk berbasis saham. Sebab, ada momentum menjelang window dressing, yang biasanya memoles harga saham. 
 
Ranking reksadana 
Nah, sebagai salah satu masukan memilih reksadana yang prospektif, Anda dapat mempertimbangkan daftar reksadana yang Tabloid KONTAN sajikan dalam Liputan Khusus: Reksadana Terbaik 2023 ini. Pemeringkatan reksadana ini hasil penilaian dari PT Infovesta Utama berdasarkan return produk per Desember 2023. 
 
Menurut Nicodimus, penyusunan rangking reksadana bertujuan untuk memudahkan investor dalam mendapatkan gambaran produk reksadana yang konsisten cetak return bagus dalam periode tertentu.
 
Proses pemeringkatan diawali dengan seleksi awal produk yang akan dinilai. Kriterianya, produk tidak sedang disuspensi oleh regulator dan aktif selama periode penilaian. Produk dengan AUM di bawah Rp 10 miliar dicoret dari daftar. Dus, penilaian dilakukan terhadap 673 produk yang dikelompokkan menjadi 20 kategori berdasarkan jenisnya dan kurun waktu penilaian: 1 tahun, 3 tahun dan 5 tahun.
 
Proses penilaian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Penilaian kuantitatif terdiri dari aspek kinerja dan risiko, serta aspek kepercayaan investor. Aspek kinerja dan risiko mencakup perhitungan hasil dari total return + modified sharpe ratio. 
 
Total return adalah kinerja produk selama periode penilaian. Sedangkan, modified sharpe ratio menilai tingkat optimalisasi kinerja, yang didapat dari perbandingan return terhadap risiko. Angka modified sharpe ratio menunjukkan setiap 1% risiko penurunan yang ditanggung produk, maka rata-rata dapat memberikan excess return (ekstra imbal hasil) sebesar nilai sharpe ratio. 
 
Adapun excess return adalah selisih antara return reksadana bulanan dikurangi return bebas risiko (risk free). Besaran risk free menggunakan acuan suku bunga penjaminan risiko 4,25% dikurangi pajak 20%. 
 
Angka sharpe ratio yang tinggi berarti produk tersebut semakin bagus, sebab dapat memberikan return makin besar. 
Aspek kinerja dan risiko ini bobotnya mencapai 80% dalam penilaian kuantitatif. Sisa bobot 20% adalah aspek kepercayaan investor. Indikasinya dari sisi pertumbuhan unit penyertaan (UP). 
 
Kata Nicodimus, aspek UP penting dinilai. Sebab, jika UP turun mungkin dapat menjadi suatu indikasi. "Apakah return historisnya kurang baik atau ada kasus tertentu," beber dia.
Hasil penilaian kuantitatif kemudian dilengkapi dengan penilaian kualitatif. Produk yang kinerjanya anomali dikenakan penalti 40% dari skor kuantitatif. Anomali di sini merujuk pada kenaikan/penurunan kinerja produk sebesar 5%-10% dalam sehari.
 
Nah, reksadana dengan skor tertinggi berarti produk tersebut performanya sangat baik di atas rata-rata industri alias mengungguli kinerja peers-nya. 
 
"Ini bisa mengindikasikan produk itu menjadi salah satu yang terbaik dan bisa menjadi alternatif untuk investasi," imbuh Nicodimus.***

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.

Berlangganan

Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan

-
Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000
Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Bagikan

Berita Terbaru

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal
| Jumat, 22 November 2024 | 09:50 WIB

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal

Tahun ini BPDPKS menargetkan setoran pungutan ekspor sawit sebesar Rp 24 triliun, turun dari target awal

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan
| Jumat, 22 November 2024 | 09:32 WIB

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan

Ribuan masyarakat Indonesia menandatangani petisi yang menolak rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% tersebut

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana
| Jumat, 22 November 2024 | 09:14 WIB

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana

Menurut Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto, tax amnesty tidak bisa diterapkan terus-menerus dalam waktu singkat

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru
| Jumat, 22 November 2024 | 09:12 WIB

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru

Kendati harga saham pendatang baru sudah naik tinggi hingga ratusan persen, waspadai pembalikan arah

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD
| Jumat, 22 November 2024 | 08:58 WIB

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD

Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) sepanjang tahun 2024 bisa melebar jadi 0,9% PDB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun
| Jumat, 22 November 2024 | 08:52 WIB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun

PT Wika Beton Tbk (WTON) memperkirakan, hingga akhir 2024 ini nilai kontrak baru hanya akan mencapai ke Rp 6 triliun.

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi
| Jumat, 22 November 2024 | 08:15 WIB

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi

Keberadaan tiga BUMD pangan yang ada di Jakarta jadi kunci pengendalian inflasi di Provinsi DKI Jakarta

Mimpi ke Piala Dunia
| Jumat, 22 November 2024 | 08:00 WIB

Mimpi ke Piala Dunia

Indonesia harus mulai membuat cetak biru pengembangan sepakbola nasional yang profesional agar mimpi ke Piala Dunia jadi kenyataan.

Status Belum Jelas, Swasta Tunda Proyek Hotel IKN
| Jumat, 22 November 2024 | 07:30 WIB

Status Belum Jelas, Swasta Tunda Proyek Hotel IKN

Sampai saat ini, Presiden Prabowo Subianto belum juga menandatangani Keputusan Presiden (Kepres) soal pemindahan ibu kota.

Daya Beli Lesu, Bisnis Sepeda Layu
| Jumat, 22 November 2024 | 07:20 WIB

Daya Beli Lesu, Bisnis Sepeda Layu

Minat masyarakat untuk membeli sepeda tampak menyusut paska pandemi dan diperparah dengan pelemahan daya beli masyarakat.

INDEKS BERITA

Terpopuler