Menangkap Merdunya Cuan Investasi Royalti dari Musik dan Lagu
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musik dan lagu kini bukan cuma sekadar sarana hiburan. Keduanya juga bisa jadi alat investasi yang menarik dan menguntungkan dalam jangka panjang.
Sejumlah perusahaan investasi bahkan kini memasukkan musik dalam portofolio investasi. Misalnya Blackstone. Pengelola dana ini banyak mengakuisisi katalog musik dari musisi-musiisi ternama.
Tahun lalu, pengelola dana tersebut mengakuisisi perusahaan pengelola royalti musik Hipgnosis Songs Fund (HSF) . Nilai akuisisinya US$ 1,6 miliar, ditambah utang sebesar US$ 700 juta.
Baca Juga: Jika Benar-Benar Ingin Kaya, Ini 5 Perubahan yang Harus Dilakukan ala Warren Buffett
Sekadar info, HSF memiliki katalog lagu dari artis seperti Shakira, Neil Young, Journey dan Red Hot Chili Peppers.
Nah, di awal tahun ini, Blackstone mencoba mencairkan keuntungannya. Perusahaan investasi tersebut tengah menjajaki peluang melego Sesac, perusahaan pengumpul royalti dari ribuan musisi, di antaranya Bob Dylan.
Blackstone dikabarkan mengincar dana hingga US$ 3 miliar. "Blackstone tengah mencari nilai yang tepat untuk Sesac," ucap sumber Bloomberg. Info saja, ketika mengakuisisi Sesac di 2017 silam, Blackstone merogoh kocek sekitar US$ 1 miliar.
Peminat dari bisnis ini berentet. Sejumlah perusahaan investasi besar seperti Apollo Global Management, Temasek dan Warburg Pincus mengantre membeli Sesac.
Sebelumnya ada juga TPG yang menyatakan minatnya, setelah sebelumnya menjual saham Global Music Rights, dengan nilai US$ 3,3 miliar. Selain itu, Billboard Desember silam juga mengaku berminat membeli Sesac.
Baca Juga: Luhut: Penerapan Simbara Mampu Tingkatkan Penerimaan Negara hingga 40%
Sejatinya, investor besar yang berinvestasi di royalti musik cukup banyak. KKR dan Dundee Venture Capital juga mengumumkan pembelian Kobalt Capital. Langkah strategis ini berujung pada akuisisi portofolio KMR Music Royalties II milik Kobalt, yang menghasilkan kesepakatan dengan nilai US$ 1,1 miliar.
Katalog yang dimiliki oleh Kobalt mencakup lebih dari 62.000 hak cipta. Termasuk di antaranya lagu-lagu dari artis seperti The Weeknd, Lorde dan Paul McCartney.
Pemain lain dalam bidang investasi hak musik adalah Mills Music Trust dan Alternative Partners.
Dari sisi bisnis, pendapatan rekaman musik global meningkat lebih dari dua kali selama satu dekade terakhir mencapai US$ 28,6 miliar pada tahun 2023. Goldman Sachs juga percaya bisnis streaming musik akan menghasilkan keuntungan besar. Di tahun 2030, Goldman Sachs memperkirakan pendapatan dari bisnis streaming musik mencapai US$ 37,2 miliar.
Peluang besar tersebut membuat ada saja perusahaan yang mencoba menangkap peluang agar investor kecil atau institusi mudah masuk ke bisnis ini. Royalty Exchange misalnya, menawarkan aset yang bisa berupa lagu, film atau buku.
Royalty Exchange merupakan marketplace yang mempertemukan musisi atau pengarang dengan investor yang berminat membeli hak royalti atas karya mereka. Royalty Exchange menjanjikan imbal hasil return on investment mencapai 10%.
Baca Juga: Emiten Harry Tanoe (IATA) Mau Rights Issue di Kala Kinerja Keuangan Turun Sejak 2022
Royalty Exchange bukan satu-satunya pemain. Platform SongVest juga gencar menawarkan investasi untuk mendapat royalti artis. Salah satu katalog yang menjadi keunggulannya adalah Queen.
Calon investor bisa berinvestasi di royalti lagu ikonik Queen, seperti Under Pressure, It's A Kind of Magic, I Want It All dan The Show Must Go On. Soundtrack film Bohemian Rhapsody juga jadi salah satu katalog.