Perlu Strategi Lebih Tajam Memilih Koin Kripto ICO Dibandingkan IPO Saham

Minggu, 26 Oktober 2025 | 16:07 WIB
Perlu Strategi Lebih Tajam Memilih Koin Kripto ICO Dibandingkan IPO Saham
[ILUSTRASI. Uang kripto.]
Reporter: Amalia Nur Fitri | Editor: Yuwono Triatmodjo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Istilah initial coin offering (ICO) dalam dunia kripto, kerap disamakan dengan aksi initial public offering (IPO) dalam saham. Keduanya merupakan ajang bagi sebuah perusahaan atau proyek untuk menggalang dana dari publik.

Sama halnya dengan IPO sebuah saham, ICO kripto juga memungkinkan sebuah koin kripto dikenal oleh publik dan memberikan ruang bagi pengembang atau investor untuk merealisasikan keuntungan di masa depan.

Sebagai gambaran saja, melalui ICO di tahun 2014, koin ethereum atau ETH sudah naik lebih dari 3.600 kali. Sementara itu, koin cardano atau ADA sudah naik 125 kali sejak ICO pertama kali pada September 2017.

Namun demikian, memilih koin yang baru lakukan ICO harus dilakukan dengan seksama dan berhati-hati karena tingkat risiko dan volatilitas yang tinggi.

Bahkan menurut CEO Tokocrypto Calvin Kizana, memilih memilih koin yang baru meluncur lewat ICO, memerlukan strategi lebih tajam dibandingkan memilih saham di IPO.

"Hal pertama yang perlu dilakukan adalah riset mendalam terhadap tim pengembang dan misi proyeknya. Pastikan tim tersebut memiliki rekam jejak kredinel di dunia blockchain, web3, dan teknologi yang mereka gunakan, bukan sekadar nama anonim tanpa pengalaman nyata," jelas Calvin kepada KONTAN, Jumat (24/10).

Baca Juga: Fase Konsolidasi & Efek Profit Taking, Inflow ETF Bitcoin dan Ethereum Terus Menurun

Langkah selanjutnya adalah membaca white paper atau semacam prospektus yang berisi informasi penting mengenai koin kripto tersebut. Lalu, menurutnya, penting untuk mengecek struktur distribusi token, sebab jika terlalu banyak token dikuasai oleh tim inti atau investor awal, potensi manipulasi harga di awal perdagangan bisa tinggi.

Selain itu, penting untuk melihat legalitas dan transparansi proyek, apakah mereka sudah memiliki izin atau setidaknya patuh pada aturan di yurisdiksi tertentu. Lalu hindari FOMO (fear of missing out), sebab banyak ICO menawarkan iming-iming “to the moon” tanpa fundamental yang kuat. Ia menyampaikan, investor sebaiknya masuk hanya jika sudah memahami risiko dan memiliki strategi keluar yang jelas.

Perencana Keuangan Aidil Akbar Madjid turut menekankan pentingnya melihat fundamental sebuah koin kripto yang baru lakukan ICO.

Menurut Aidil investor perlu memeriksa apakah ada pendanaan (funding) sebelumnya, seperti dari venture capital tertentu, sebab aksi ICO tersebut bisa saja digunakan sebagai ajang keluar (exit) bagi investor awal. Aidil juga menyebutkan hal yang penting dicek adalah tokenomic koin kripto tersebut, serta kejelasan arah penggunaan atau utilitasnya.

"Jika semuanya tidak jelas, atau bahkan tidak ada utilitas serta kejelasan fundamental, berarti koin tersebut hanya sekedar meme coin. Jadi intinya, tetap harus melihat fundamentalnya sebelum ikut masuk sebuah ICO," imbuh Aidil.

Dia mengatakan proyek sebuah koin ini bisa dilihat seperti menilai sebuah bisnis, sehingga perlu melihat potensi ke depan, target besaran pasarnya, dan ruang lingkupnya.

Dia memberikan contoh, perlu mendalami apakah proyek itu hanya bermain di Web3, bisa juga di Web2, atau bahkan berperan sebagai bridging atau jembatan antara Web2 dan Web3. Selain itu, penting juga untuk tahu target pasarnya,  apakah hanya untuk pasar Indonesia, atau berskala global. Semua faktor ini sangat menentukan keberhasilan dan kesuksesan dari sebuah ICO.

Berdasarkan data dari Coin Law, tingkat kegagalan dari ICO koin kripto di 2025 masih tergolong tinggi yakni sebesar 65,5%. Kegagalan ini mayoritas disebabkan oleh sedikitnya produk yang cocok di pasar serta ketiadaan versi dasar dari proyek atau produk yang diluncurkan koin tersebut. Adapun penggunanya, masih didominasi oleh kelompok milenial dan gen z berusia 25 - 40 tahun di tahun 2025.

Calvin Kizana melanjutkan, koin yang baru diluncurkan atau melewati fase ICO memang biasanya memiliki tingkat risiko yang jauh lebih tinggi dibandingkan aset kripto yang sudah mapan.

Hal ini karena proyek di tahap awal masih dalam fase pengembangan, sehingga belum memiliki produk nyata, pengguna aktif, maupun likuiditas pasar yang stabil.

Selain itu, kurangnya regulasi dan transparansi pada beberapa ICO juga membuka peluang terjadinya penipuan atau kegagalan proyek di kemudian hari.

Ini Artikel Spesial

Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan.

Berlangganan dengan Google

Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.

Kontan Digital Premium Access

Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari

Rp 120.000
Business Insight

Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi bisnis dan investasi pilihan

-
Bagikan

Berita Terbaru

Defisit 3 Tahun Akibat Tunggakan Iuran, BPJS Kesehatan Akan Dapat Talangan
| Senin, 27 Oktober 2025 | 00:05 WIB

Defisit 3 Tahun Akibat Tunggakan Iuran, BPJS Kesehatan Akan Dapat Talangan

BPJS Kesehatan mencatat defisit dalam tiga tahun terakhir karena pendapatan iuran yang lebih rendah ketimbang beban jaminan.

Emiten Ritel Menanti Efek Stimulus
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 20:57 WIB

Emiten Ritel Menanti Efek Stimulus

Kinerja emiten sektor ritel yang tertahan permintaan lesu di semester I berpotensi membaik di kuartal III dan IV

Dapat Dukungan Entitas Singapura, TGUK Bidik Bisnis Makanan Olahan dan Daging Beku
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 16:34 WIB

Dapat Dukungan Entitas Singapura, TGUK Bidik Bisnis Makanan Olahan dan Daging Beku

Platinum Wahab Nusantara (TGUK) melihat pasar frozen meat diperkirakan akan terus tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk menengah.

Perlu Strategi Lebih Tajam Memilih Koin Kripto ICO Dibandingkan IPO Saham
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 16:07 WIB

Perlu Strategi Lebih Tajam Memilih Koin Kripto ICO Dibandingkan IPO Saham

Memilih koin yang baru lakukan ICO harus dilakukan dengan seksama dan berhati-hati karena tingkat risiko dan volatilitas yang tinggi.

Harga Kakao Global Tinggi, Tapi Ekspor Kakao Tak Bertenaga
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 16:00 WIB

Harga Kakao Global Tinggi, Tapi Ekspor Kakao Tak Bertenaga

Petani kakao Indonesia gigit jari di tengah harga global US$5.793/ton. Temukan faktor penyebab ekspor tak bertenaga dan solusi Dekaindo.

Menguji Jalan Pintas untuk Mengejar Produksi Cokelat
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 15:00 WIB

Menguji Jalan Pintas untuk Mengejar Produksi Cokelat

Indonesia menjadi salah satu negara penghasil biji kakao dunia. Untuk mendongkrak kemampuan produksi kakao ada pungutan tarif ekspor.

Menakar Prospek Kinerja dan Saham Emiten Rokok di Kuartal IV-2025
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 14:04 WIB

Menakar Prospek Kinerja dan Saham Emiten Rokok di Kuartal IV-2025

Revisi proyeksi GGRM dilakukan dengan menurunkan pertumbuhan bottom line 2026, seiring ekspektasi penurunan kinerja 2025 sekitar 41% YoY.

Sempat Dipuji Presiden Prabowo, Kapan Michelin Star Meluncur di Indonesia?
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 10:00 WIB

Sempat Dipuji Presiden Prabowo, Kapan Michelin Star Meluncur di Indonesia?

Menurut Manuel, keberhasilan Indonesia meraih Michelin Keys akan membawa dampak luas terhadap pariwisata dan ekonomi nasional.

Persiapkan Dana Juga biar Warisan Tak Jadi Beban
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 09:00 WIB

Persiapkan Dana Juga biar Warisan Tak Jadi Beban

Dana untuk perencanaan warisan alias distribusi kekayaan perlu disiapkan. Termasuk, menyiapkan dana buat mengurus BPHTB.

Rupiah Tembus ke Rp 16.602 Per Dolar Amerika Serikat, Apa yang Sebenarnya Terjadi?
| Minggu, 26 Oktober 2025 | 08:52 WIB

Rupiah Tembus ke Rp 16.602 Per Dolar Amerika Serikat, Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Beragam sentimen seperti harapan pertemuan China dan AS dalam hal perundingan dagang dan keputusan BI mempertahankan suku bunga. 

INDEKS BERITA

Terpopuler