Berita

Resah Rupiah Melemah

Oleh Ardian Taufik Gesuri - Pemimpin Redaksi
Jumat, 28 Oktober 2022 | 08:00 WIB
Resah Rupiah Melemah

Reporter: Ardian Taufik Gesuri | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini, betapa sering kita mendengar ramalan tentang suramnya keadaan di masa mendatang. Dunia akan menderita resesi. Tak kurang Presiden Jokowi pun mengingatkan ancaman winter yang menggigit tulang.  

Saking seringnya prediksi kelabu tersebut disampaikan, jangan-jangan malah jadi nubuat bahwa dalam waktu dekat ini kondisi buruk perekonomian bakal terbukti. Banyak orang yang semula optimistis pun tergerus keyakinannya, dan bahkan berubah jadi pesismistis.

Tapi, pemerintah mencoba meyakinkan masyarakat bahwa self fulfilling prophecy itu tak terjadi lantaran fundamental ekonomi Indonesia masih kokoh. Ketika negara-negara lain menderita inflasi yang tinggi, laju harga-harga konsumsi di Indonesia relatif terjaga dengan baik.

Begitu halnya dengan indikator makro lainnya, masih positif. Sebutlah pertumbuhan ekonomi, surplus APBN, juga neraca perdagangan maupun transaksi berjalan.

Hanya sayangnya, nilai tukar rupiah yang anjlok, walau tak separah kurs mata uang negara-negara lain. Rupiah tersungkur di saat ekspor tengah melonjak; kendati ekspor tekstil dan alas kaki yang di masa lalu jadi andalan kini terengah-engah.

Surplus neraca perdagangan pun diprediksi mencapai US$ 60 miliar sampai akhir tahun ini, buah dari melambungnya harga komoditas dan ada juga hilirisasi tambang. 

Cuma masalahnya itu semua tidak berpengaruh pada otot mata uang Garuda. Kalau Bank Indonesia tidak cawe-cawe di pasar, bisa-bisa melemah ke Rp 16.000 per dollar AS.

Pemerintah sendiri tampaknya lebih memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dapat terpelihara, ketimbang nilai tukar rupiah. Yang penting depresiasinya tidak drastis, sehingga stabilitas serta daya beli masyarakat tetap aman.

Padahal para pengusaha butuh banyak dollar AS untuk impor dan kebutuhan akhir tahun. Utang valas mereka makin berat.

Dan, masyarakat bawah pun merasakan pahitnya penguatan valas superpower itu. Harga makanan sehari-hari mereka, seperti tempe dan tahu, semakin mahal. Kita serasa lebih miskin.

Bayangan buram itu bisa dicerahkan jika para pemilik dollar AS bersedia menukarnya dengan rupiah. Tapi saat  ini makin susah mencari orang yang tulus cinta rupiah.

Para eksportir pun pilih menaruh hasil ekspornya di bank-bank Singapura, yang menawarkan bunga valas lebih tinggi ketimbang bank lokal.

Mungkin saatnya otoritas moneter bersama otoritas fiskal lebih tegas lagi menegakkan regulasi.

Terbaru
IHSG
7.166,81
0.50%
35,97
LQ45
935,51
0.77%
7,16
USD/IDR
16.240
0,40
EMAS
1.335.000
1,06%