Berita

Rilis Proyek Pensiun Dini PLTU Batubara JETP Molor Hingga Akhir 2023, Ini Alasannya

Jumat, 18 Agustus 2023 | 12:14 WIB
Rilis Proyek Pensiun Dini PLTU Batubara JETP Molor Hingga Akhir 2023, Ini Alasannya

ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Palabuhan Ratu beroperasi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (9/5). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/ama/18.

Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Target peluncuran rencana investasi dalam skema kerja sama atau comprehensive investment and policy plan (CIPP) dalam kerja sama transisi energi yang adil atau atau Just Energy Transition Partnership pada 16 Agustus 2023 nampaknya molor dari target. Janji pemerintah, rencana investasi dalam skema rencana investasi dan kebijakan CIPP  JETP baru akan kelar di akhir 2023.

Ini artinya: upaya pemerintah mendapatkan komitmen pendanaan untuk proyek transisi energi senilai US$ 20 miliar, ekuivalen Rp 300 triliun di sela-sela Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November 2022 harus tertahan.

Meski Sekretariat JETP pada 16 Agustus lalu sudah menyerahkan draf CIPP kepada Pemerintah Indonesia serta para mitranya untuk direview. Namun, mereka meminta waktu peluncuran hingga jelang akhir tahun 2023. 

Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana menyebut, penundaan peluncuran CIPP JETP lantaran pemerintah harus menghitung ulang perencanaan yang lebih matang. Lalu, Kementerian ESDM juga ingin melakukan konsultasi terlebih dahulu ke publik atas rencana investasi tersebut. “Kami berencana untuk melakukan diskusi ke publik. Kami akan buka dokumennya agar bisa dicermati publik. Jika sudah selesai, akan kami serahkan ke pemerintah. Jadi ada  diskusi publik, baru launching,” sebut Dadan di Kementerian ESDM, Rabu (16/8). 

Lebih lanjut, Dadan menyebut, penghitungan ulang semisal akan dilakukan baik untuk pembangkit-pembangkit non PLN. “Ini kami hitung ulang,” kata Dadan. Jika sudah kelar, dokumen CIPP akan diluncurkan resmi bersama Pemerintah Indonesia dan negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG) jelang akhir tahun ini. 

Sekadar mengingatkan, negara-negara yang tergabung dalam IPG antara lain adalah Amerika Serikat (AS), Jepang, Kanada, Denmark, Uni Eropa, Jerman, Norwegia, Italia, serta Inggris dan Irlandia. Kemitraan ini juga termasuk Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) Working Group.

Jika merujuk salah satu hasil KTT G20 Bali November 2022 lalu, para kreditur yang tergabung dalam pendanaan JETP berkomitmen memberikan pendanaan sebesar US$ 20 miliar bagi Indonesia. Perinciannya: sebesar US$  10 miliar dari pendanaan publik negara-negara anggota IPG serta US$ 10 miliar dari anggota Glasgow Financial Alliance for Net Zero.

Adapun, CIPP JETP memuat peta jalan teknis dalam pengurangan emisi di sektor ketenagalistrikan serta menjadi kerangka kerja dalam transisi energi yang berkeadilan di Indonesia. Dokumen itu bersifat living document, sehingga dapat diperbarui.

Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi dengan transisi energi. Bauran energi dengan mengurangi energi fosil secara bertahap disusun. Targetnya: pencapaian bauran energi nasional dari energi baru terbarukan (EBT) adalah sebesar 23% pada tahun 2025.

Inilah Bauran Energi Negara-Negara Anggota G20 (dalam %)
Negara 1990 2000 2010 2020
Brasil 45,28 43,29 44,25 49,47
Kanada 29,48 29,77 27,79 30,54
Turki 12,22 10,66 12,28 19,15
Argentina 10,29 12,28 11,66 12,18
Italia 5,54 7,16 11,43 19,72
Uni Eropa 5,14 6,85 10,90 19,21
Prancis 6,22 6,74 8,22 14,79
Jerman 1,34 2,89 8,79 21,12
China 4,72 5,66 7,62 14,24
India 8,54 6,38 6,58 9,73
Meksiko 6,83 7,15 6,28 9,48
Jepang 5,61 4,83 5,68 11,16
Inggris 0,68 1,13 3,66 20,08
Amerika Serikat 4,72 4,03 5,84 10,53
Rusia 4,90 6,73 5,93 7,07
Australia 4,46 3,99 4,31 10,79
Indonesia 3,73 3,73 4,33 9,86
Korea Selatan 1,30 0,54 0,92 3,14
Afrika Selatan 0,92 0,41 0,32 3,15
Arab Saudi 0,00 0,00 0,00 0,02

Sumber: IPCC, Global Carbon Project dan riset KONTAN

Untuk mengejar target bauran EBT sebesar 23% pada tahun 2025 dan NDC 29%, pemerintah  antara lain melakukan substitusi energi primer atau final; B30-B50, Co-firing, penggunaan RDF; konversi energi primer fosil, konversi teknologi pembangkit listrik; kapasitas terpasang EBT yang berfokus pada PLTS serta pemanfaatan non listrik/non biofuel seperti briket, pengeringan hasil pertanian dan biogas.

Itulah sebabnya, pemerintah lewat Perusahaan Listrik Negara (PLN) tengah menyisir Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara untuk dikonversi dan dipensiunkan dini secara bertahap.  Kementerian ESDM mengungkap, pemerintah menyiapkan 13-14 PLTU batubara untuk dipensiunkan dini untuk mengurangi emisi karbon.

“Empat belas (PLTU Batubara yang akan dipensiunkan dini secara bertahap) itu kurang lebih memiliki daya sebesar 4.800 megawatt. Kami tawarkan itu,” sebut Dadan beberapa waktu lalu (3/7/2023).
Tak menyebutkan nama-nama PLTU yang akan dipensiunkan, salah satu yang santer disebut adalah PLTU Batubara Pelabuhan Ratu  yang memiliki kapasitas listrik 3x350 Mega Watt (MW).

Rencananya, pembangkit tersebut akan diakuisisi oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA). Kelak, usia operasi pembangkit-nya akan diturunkan.

Pensiun Dini PLTU Batubara Pelabuhan Ratu dan PLTU Batubara Pelabuhan Cirebon 1 Ditunda 

Hanya saja, sumber KONTAN yang mengetahui masalah itu menyebut, rencana itu tertahan. “Ada perubahan dalam skema CIPP JETP, ada beberapa improvent yang kami lakukan, jadi belum ada proyek yang akan dipensiunkan dini,” sebut sumber yang tak mau disebutkan namanya.

Tak hanya PLTU Batubara PLN, penundaan pensiun dini juga berlaku untuk PLTU Batubara swasta. Salah satu yang sudah mengemuka adalah pensiun dini PLTU Cirebon I. PLTU Cirebon-1 beroperasi sejak tahun 2012.

PLTU Cirebon 1 ini memiliki kontrak produksi listrik dengan PLN selama 30 tahun.Dengan begitu PLTU Batubara Cirebon ini akan terus mengalirkan penjualan listrik ke PLN sebagai pembeli (off taker) hingga tahun 2042. 

“Ini juga kami pending,” sebut dia. Negara kreditur baik yang  tergabung di JETP serta GFANZ, kata sumber tersebut, memahami posisi Indonesia dalam transisi energi. Sebagai negara kepulauan, proses transisi energi Indonesia lebih kompleks. Oleh karena itu, dalam proses transisi energi, Indonesia akan menggunakan sumber energi seperti gas. 

Tak seperti sebelumnya, tekanan internasional untuk segera melakukan pensiun dini PLTU di Indonesia tak lagi sekeras sebelumnya.

“Mereka (negara krediktur) mulai lebih dingin. Mereka juga menyadari Indonesia kaya dengan sumber alam gas, utamanya di luar Pulau Jawa. Dan ini bisa menjadi transisi energi yang lebih bersih. Transisi energi dengan mengganti sumber PLTU batubara dengan gas membutuhkan pembangunan grid. Ini yang kami usulkan sebagai bauran energi,” sebut dia. 

Apalagi, kata dia, China juga menawarkan skema pendanaan transisi energi yang menarik, sehingga bisa menambah pendanaan transisi energi selain JETP dan GFANZ. 

Dalam program transisi energi, Indonesia diperkirakan membutuhkan investasi jumbo yakni mencapai US$ 25 miliar-US$ 30 miliar atau sekitar Rp 393 triliun- Rp 471 triliun selama delapan tahun ke depan. Walhasil, komitmen pendanaan JETP dam GFANZ sebesar US$ 20 miliar masih kurang. Apalagi, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia dituntut bertanggungjawab atas polusi di tingkat global. 

Sejumlah studi menyebut, kewajiban negara maju (rich polluting coutry) untuk pendanaan hibah ke negara berkembang dalam program transisi energi harusnya sebanyak US$ 100 miliar per tahun.

Salah satu kesepakatan bersama dalam pernyataan bersama JETP di KTT di Bali November 2022 lalu adalah tanggung jawab bersama  atas perubahan iklim dengan menjaga kenaikan rata-rata suhu global 1,5 derajat celsius pada tahun 2030.

Dus, fokus pemerintah ke depan nampaknya berubah tak lagi fokus ke pensiun dini PLTU Batubara, tapi mencari cara bauran energi dengan tetap memanfaatkan energi fosil dengan energi transisi seperti gas serta energi terbarukan.

  

 

Terbaru
IHSG
7.117,43
1.61%
-116,77
LQ45
898,75
3.02%
-27,98
USD/IDR
16.276
0,17
EMAS
1.327.000
1,30%