Saham Perbankan Dianggap Tetap Tahan Banting Kala Inflasi Melenting
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten perbankan tercatat masih positif. Penyaluran kredit yang tumbuh lebih pesat disertai kualitas aset baik menjadi salah satu faktor pendorong saham emiten perbankan. Bahkan para analis masih percaya tren kenaikan suku bunga tidak memudarkan prospek saham perbankan ke depan.
Analis Mirae Asset Sekuritas Handiman Soetoyo dalam riset 5 Oktober 2022 memaparkan, bank-bank besar masih akan mampu mengatasi risiko yang meningkat, termasuk kenaikan harga BBM yang membuat inflasi naik. Apalagi ada proyeksi kenaikan suku bunga acuan akan menjadi 5% di akhir tahun ini.
Handiman memperkirakan, kenaikan bunga acuan akan ditanggapi bank dengan menaikkan bunga deposito secara bertahap. Namun, kenaikan biaya dana alias cost of fund harus diimbangi dengan aset yang menghasilkan pendapatan lebih tinggi. "Kualitas aset tetap menjadi perhatian utama kami," kata Handiman.
Baca Juga: Inflasi Tinggi, Robert Kiyosaki Ungkap Alasan Beli 3 Aset Investasi Ini
Dengan aset yang baik, harapannya net interest margin (NIM) akan terjaga. Ini sudah nampak dari upaya perbankan yang menahan diri dengan tidak menaikkan bunga kredit, untuk menjaga kualitas kredit. Pada Agustus 2022, rata-rata bunga kredit stabil di 8,94%, meski BI 7-day-RR saat itu telah naik menjadi 3,75%.
Ini dilakukan karena peningkatan bunga kredit secara langsung akan meningkatkan non performing loan (NPL). Handiman masih yakin NPL gross bank yang masuk coverage Mirae Asset akan stabil di 2,88%. Sementara total utang direstrukturisasi akan turun jadi Rp 543,4 triliun dari Rp 560,1 triliun di Juli 2022.
Analis CGS CIMB Sekuritas Handy Noverdanius justru berpendapat jika kenaikan BI 7-day-RR akan membuat NIM bank besar meningkat di tahun depan. Sebab, ke depan, bank besar akan lebih dulu melakukan repricing bunga pinjaman. Baru pada tahap berikutnya bank menaikkan bunga pendanaan.
Apalagi saat ini porsi current account and saving account (CASA) perbankan makin tinggi. Ini sejalan dengan upaya digitalisasi yang dilakukan oleh perbankan, yang berhasil meningkatkan porsi CASA perbankan.
Handy menyebut tingkat inflasi yang tinggi memang bisa mengerek NPL perbankan. "Secara historis, ketika pemerintah menaikkan harga BBM lebih dari 30%, maka NPL di sistem perbankan meningkat 30 basis poin berdasarkan analisis kami pada periode 2008-2022," tulis dia dalam risetnya.
Baca Juga: Perkuat Modal, Perbankan Makin Gencar Rights Issue pada Kuartal IV 2022
Bank besar solid
Namun Handy masih percaya jika emiten bank besar seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) masih akan cukup kuat. Bank-bank ini memiliki modal dan likuiditas yang cukup.
Analis Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi menambahkan, emiten bank besar juga mampu memitigasi risiko penurunan kualitas aset. Karena itu, Prasetya percaya bank besar akan mengungguli bank kecil dan bank digital. "Bank besar memiliki rekam jejak yang lebih baik dalam manajemen kualitas aset, permodalan yang solid serta memiliki penetrasi yang lebih besar," ujar Prasetya.
Ketiga analis merekomendasikan overweight saham emiten bank besar. Prasetya menyarankan buy pada BBRI, BMRI, BBNI dan BBTN. Kalau Handy memilih BBCA.
Simak ulasan saham emiten perbankan berikut:
Bank Central Asia (BBCA)
Sumber pendanaan BBCA paling besar dari CASA dengan rasio 90% di semester I-2022. Meski terjadi kenaikan suku bunga, BBCA tetap diuntungkan. Apalagi LDR BBCA saat ini masih rendah, sehingga bisa digunakan untuk ekspansi kredit saat bunga tengah naik. Saham BBCA juga menarik karena termasuk saham defensif yang banyak diincar.
Rekomendasi: Add
Target harga: Rp 9.300
Handy Noverdanius, CGS CIMB Sekuritas
Baca Juga: Cadangan Devisa Turun, Ekonom: BI Gunakan untuk Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah
Bank Tabungan Negara (BBTN)
BBTN menyasar segmen pasar milenial dengan nilai kredit yang lebih besar ketimbang kredit kepemilikan rumah (KPR) bersubsidi. Secara keseluruhan, pinjaman BBTN diperkirakan tumbuh 10,2% secara tahunan di 2023. Selain itu, BBTN akan mendapatkan dana segar dari rencana rights issue. Dewan Perkawilan Rakyat (DPR) juga telah memberi izin.
Rekomendasi: Buy
Target harga: Rp 2.500
Eka Savitri, BRI Danareksa Sekuritas
Bank Mandiri (BMRI)
BMRI memilih untuk fokus menyalurkan pinjaman pada segmen usaha yang bisa memberi imbal hasil tinggi. Ini karena melihat ada peluang menyalurkan pinjaman lebih banyak, terutama pada segmen komersial dan usaha kecil. Alhasil, BMRI mencatatkan margin bunga bersih (NIM) cukup tinggi, yakni 5,01% hingga Agustus 2022.
Rekomendasi: Buy
Target harga: Rp 11.500
Prasetya Gunadi, Samuel Sekuritas
Bank Rakyat Indonesia (BBRI)
Efek konsolidasi dengan Permodalan Nasional Mandiri (PNM) dan Pegadaian diharapkan bisa terlihat pada laporan keuangan September 2022. Analis menilai pada awal Oktober, BBRI menawarkan bunga deposito cukup besar hingga 3%. Ini bisa berdampak negatif terhadap net interest margin (NIM) yang dikantonginya.
Rekomendasi: Buy
Target harga: Rp 6.100
Handiman Soetoyo, Mirae Asset Sekuritas
Baca Juga: Mirae Asset Sematkan Rating Overweight pada Saham Sektor Perbankan, Simak Ulasannya