Saratoga (SRTG) Bidik Bisnis Seksi di 2023, Intip Incaran Portfolionya
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) tak lama lagi akan menginjak usia 25 tahun. Perusahaan investasi yang didirikan oleh Edwin Soeryadjaya ini siap bersolek diri di tahun 2023 ini. Racikan portofolio investasi ditargetkan mampu terus menorehkan kinerja untuk menompang SRTG.
Presiden Direktur Saratoga Michael William P. Soeryadjaya dalam acara luncheon meeting dengan pemimpin media beberapa waktu lalu (16/1) menyebut, Indonesia adalah negara yang menarik bagi investasi, lokal maupun asing. “Indonesia mampu menghadirkan peluang investasi dengan potensi pertumbuhan yang tinggi dalam jangka panjang,” ujar Michael.
Merujuk investasi yang dimiliki Saratoga mampu membuahkan hasil dalam jangka panjang. “Tentu saja, investasi kami tak langsung membuahkan berhasil tapi ada prosesnya. Itulah sebabnya, saat masuk perusahaan, Saratoga melihat fundamental serta prospek usaha,” tandasnya.
Ia lantas mencontohkan investasi SRTG di Primaya Hospital di tahun 2016. Kini rumah sakit ini mengembang menjadi 15 rumah sakit dari sebelumnya hanya hitungan jari. Saat pandemi Covid-19, Primaya melayani pasien korona yang kemudian menjadi kontribusi pendapatan perusahaan. “Saat Covid mereda, rumah sakit PRAY yang melayani pasien seperti sebelumnya, sementara pasien korona hanya satu sampai dua saja,” sebut Michael.
Kilas balik, Primaya Hospital atau PT Famon Awal Bros Sedaya masuk bursa saham akhir 2022. Rumah sakit yang sudah beroperasi selama lebih dari 16 tahun ini didirikan Yos E Susanto dengan nama Rumah Sakit Global Medika di Tangerang pada tahun 2006.
Baca Juga: Anak Usaha Provident Investasi Bersama (PALM) Beli Saham MMLP
Kemudian di tahun 2008 Rumah Sakit Global Medika menggandeng RS Awal Bros yang dikelola oleh Arfan Awaloeddin membangun Rumah Sakit Global Awal Bros di Kota Bekasi. Berlanjut ke tahun 2011, RS Awal Bros didirikan di Makassar dan semua Rumah Sakit Global Medika serta rumah sakit lainnya serentak berganti nama menjadi RS Awal Bros. Masuknya PT Saratoga Investama Tbk (SRTG) membuat RS Awal Bros bersulih nama menjadi Rumah Sakit Primaya atau yang sekarang dikenal dengan Primaya Hospital.
Berdasarkan prospektus IPO, PRAY tercatat membukukan laba sebesar Rp 20,27 miliar per April 2022, turun 87% dibanding periode yang sama pada tahun lalu yakni sebesar Rp243,96 miliar pada April 2021.
Adapun dari pendapatan, PRAY membukukan pendapatan bersih sebesar Rp 481,2 miliar. Sejalan dengan laba, pendapatan PRAY turun 25,81% secara tahunan. Pada April 2021, PRAY mencatatkan pendapatan sebesar Rp684,61 miliar.
Michael menyebut, sebagai perusahaan investasi, Saratoga laiknya Berkshire Hathaway, perusahaan investasi milik Warren Buffett selalu melihat peluang yang menarik. “Jika melihat investasi Berkshire Hathaway, kami ini mirip. Kepemilikan kami di perusahaan tak harus mayoritas tapi memili prospek bisnis yang bagus, manajemen bagus serta mitra jangka panjang yang juga bagus,” sebutnya. Ini mirip dengan investasi Berkshire Hathaway yang di Apple tidak sampai 5%, pun di Coca-Cola dan American Express.
Baca Juga: Kinerja Saratoga (SRTG) Turun di Kuartal III-2022, Simak Rekomendasi Sahamnya
Gurita bisnis Saratoga tercatat ada di beberapa saham emiten dari pertambangan, telekomunikasi, jasa konstruksi, penyedia gas oksigen hingga rumah sakit. Ada kepemilikan saham mayoitas ddan juga minoritas.
SRTG misalnya tercatat memiliki saham lumayan besar di PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX). Per 31 Oktober 2022, SRTG menggenggam 15% saham ADRO, 18,34% kepemilikan di MDKA, serta 56,69% di MPMX.
SRTG juga tercatat memiliki saham dengan porsi minoritas di PT Aneka Gas Industri Tbk (AGII), PT Provident Investasi Bersama Tbk (PALM), Deltomed, MGM Bosco Logistik, Primaya Hospital (PRAY), hingga PT Nusa Raya Cipta Tbk (NRCA).
Teknologi dan energi terbarukan jadi incaran
Lantas bagaimana di tahun 2023? Di usia 25 tahun di tahun ini, Saratoga akan menggelar invesment summit tanggal 26 Januari nanti. Saratoga mengaku siap menjaring peluang sekaligus mengajak para investor asing untuk menanam investasi di Indonesia baik berpatner dengan lokal untuk investasi di Indonesia. Bonus demograsi, kenaikan pendapatan masyarakat memantik konsumsi energi, telekomunikasi, kesehatan, hingga layanan logistik.
“Utamanya teknologi dan energi terbarukan, sektor baru yang menjanjikan peluang di Indonesia ke depan,” ujarnya. Menurut Michael, Saratoga sejatinya sudah sejak lama masuk bisnis energy terbarujkan atau renewable energy.
Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham ADRO, ELSA, MPPA, dan SRTG dari Kiwoom Sekuritas, Rabu (18/1)
Antara lain membangun proyek geotermal PLTP Sarulla dengan bekerjasama dengan Medco. “Fifthy-fifthy, sekarang PLTP itu sudah produksi sekitar 330 MW,” ujar Michael.
Saratoga lewat Adaro juga membangun PLTA di Kalimantan Utara. Catatan KONTAN, lewat anak usaha Adaro yakni PT Kaltara Power Indonesia akan menggarap pembangkit listrik untuk menunjang kebutuhan listrik proyek smelter aluminium milik Kaltara Power Indonesia yang direncanakan sampai 2 juta ton.
Perusahaaan akan mengembangkan smelter aluminium di kawasan industri PT Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) Kalimantan Utara dengan nilai investasi keseluruhan termasuk pembangkit listrik mencapai US$ 2 miliar.
Lalu bagaimana dengan teknologi? Lewat Atria, Saratoga menjadi penyedia infrastruktur teknologi sebagai penyedia data center.
Kabar burung alias rumors juga merebak bahwa Saratoga juga akan membenamkan investasinya dengan masuk bank digital. Salah satu yang menjadi incaran adalah dengan ikut memiliki saham PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB).
Diplomatis, Michael hanya menyebut SRTG melihat peluang untuk masuk ke bank digital ke depan. “Bukan hanya BBYB, kami juga melihat peluang bank-bank digital lain,” sebut Michel.
Menurutnya, peluang masuk ke bank digital seiring perkembangan digital. Lalu, jumlah masyarakat Indonesia yang belum tersentuh industri perbankan juga masih banyak. “Jadi peluangnya ada, dengan bank digital kesempatan menjangkau masyarakat yang unbank juga luas,” ujarnya.
Merujuk kinerja perusahaan, pada kuartal III-2022, Saratoga mencatatkan net asset value (NAV) sebesar Rp 64,9 triliun, naik 42% dibandingkan nilai dana investasi perusahaan pada periode yang sama di tahun 2021 sebesar Rp 45,8 triliun.
Adapun laba bersih atau laba yang diatribusikan kepada pemegang saham hingga kuartal III 2022 sebesar Rp 7,14 triliun. Angka ini turun 49,25% jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 14,07 triliun.
Namun jika ditelisik lebih dalam, secara kuartalan, pada kuartal III tahun lalu, SRTG mampu mencatat laba bersih Rp 3,8 triliun, berbalik arah dari rugi bersih sebesar Rp 253 miliar pada kuartal II 2020.