ILUSTRASI. Kapal kargo memuat bungkil inti sawit (palm kernel) di Dermaga C Pelabuhan PT Pelindo I Dumai di Dumai, Riau, Selasa (10/3/2020). Kegiatan ekspor CPO dan turunannya di seluruh pelabuhan yang ada di Kota Dumai tercatat pada Januari-Februari 2020 sebanyak 2,36 juta ton atau mengalami penurunan sekitar 16 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 2,80 juta ton akibat pengaruh kewaspadaan COVID-19 pada perdagangan internasional dan berkurangnya produksi di perkebunan akibat perubahan cuaca ekstrem. ANTARA FOTO/Aswaddy Hamid/wsj.
Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri
KONTAN.CO.ID - Eddy Martono, Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) tak bisa membayangkan, ada satu kapal tanker minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) berkapasitas 10.000 ton gagal berlayar ke Eropa karena tak memenuhi regulasi impor di kawasan di Benua Biru tersebut. Menurut Eddy, jika ditemukan ada bagian kecil dari 10.000 ton CPO itu berasal dari perkebunan sawit hasil deforestasi, maka seluruh isi kapal berpotensi tertolak kembali ke Indonesia.
Meski informasi itu masih berupa perkiraan Eddy, kondisi itu bisa saja terjadi pasca Januari 2025, setelah berlaku aturan terkait EU Deforestation Regulation (EUDR) atau aturan larangan mengimpor komoditas dari kebun hasil deforestasi.
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.
Sudah berlangganan? Masuk
Berlangganan Hanya dengan 20rb/bulan Anda bisa mendapatkan berita serta analisis ekonomi, bisnis, dan investasi pilihan
Business Insight, Epaper Harian + Tabloid, Arsip Epaper 30 Hari
Gratis uji coba 7 hari pertama. Anda dapat menggunakan akun Google sebagai metode pembayaran.