Stimulus Kelahiran

Sabtu, 02 November 2024 | 08:05 WIB
Stimulus Kelahiran
[ILUSTRASI. Jurnalis KONTAN Wahyu Tri Rahmawati. (Ilustrasi KONTAN/Steve GA)]
Wahyu Tri Rahmawati | Redaktur Pelaksana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak cuma dari sisi pertumbuhan ekonomi, kini China juga kalah dari India dari sisi jumlah penduduk. Jumlah penduduk kedua negara hanya beda tipis di sekitar 1,43 miliar jiwa. 

Akhir Oktober lalu, pemerintah China mengumumkan rencana untuk meningkatkan jumlah kelahiran. Informasi saja, China mencatat penyusutan populasi dalam dua tahun berturut-turut. Tingkat kelahiran di China mencapai rekor terendah pada tahun lalu.

Total fertility rate (TFR) atau tingkat kelahiran total hanya sebesar 1,7 anak per perempuan. Sementara TFR di India 2,12.

Level TFR China berada di bawah replacement rate di angka 2,1. Replacement rate adalah level ketika jumlah kelahiran penduduk bisa menggantikan jumlah kehilangan penduduk tanpa adanya imigrasi. Jika replacement rate kurang dari 2,1, maka jumlah penduduk akan berkurang seiring berjalannya waktu.

Apa saja rencana stimulus China untuk mengerek tingkat kelahiran? China berencana menawarkan asuransi bersalin, cuti hamil, serta subsidi dan sumber daya medis untuk anak-anak. China telah menghapus kebijakan satu anak pada tahun 2015 lalu. Tetapi, langkah ini tak mampu memicu penambahan jumlah penduduk yang mencukupi.

Penduduk merupakan subjek dan objek bagi pertumbuhan ekonomi negara. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi penggerak sekaligus pasar bagi ekonomi negara.

Jika tingkat kelahiran berada di bawah replacement rate, maka negara akan menghadapi aging population ketika penduduk usia tua lebih banyak. Jumlah penduduk usia kerja pun lama-lama menciut.

Indonesia juga mulai menunjukkan tanda-tanda tekanan demografi. Menurut data Badan Pusat Statistiik (BPS), TFR Indonesia pada tahun 2020 sebesar 2,18. Angka ini lebih rendah ketimbang 2,4 pada 2017.

Meski TFR Indonesia masih di atas replacement rate, tetapi ada pergeseran dari sisi usia perkawinan yang makin tua, bahkan tingkat perkawinan. Jika ini berlanjut, bisa jadi TFR Indonesia juga akan berada di bawah replacement rate.

Untuk mengatasi TFR yang terus menurun, perlu dilihat pangkal penyebabnya. Selain masalah yang bersifat personal, TFR Indonesia juga menciut gara-gara faktor makroekonomi yang perlu campur tangan negara.

Sejumlah penyebab ini antara lain bahan pangan mahal, biaya pendidikan mahal, biaya pengasuhan mahal, dan harga rumah mahal. Sementara kenaikan gaji dan upah dinilai minimal.  

Selanjutnya: Cuan Bisnis Tekstil Trisula Textile Industries (BELL) Masih Positif di Kuartal III

Bagikan

Berita Terbaru

Kontroversi Kenaikan PPN dan Tax Amnesty Jilid III dan Blunder Penurunan PPh Badan
| Kamis, 28 November 2024 | 12:34 WIB

Kontroversi Kenaikan PPN dan Tax Amnesty Jilid III dan Blunder Penurunan PPh Badan

Kenaikan PPN dari 10% ke 11% sejak April 2022 saja masih terasa berat. Toko dan pabrik banyak tutup dan berujung PHK. 

Pinjaman Dolar Indonesia Terendah Dalam Delapan Tahun Terakhir, Ini Penyebabnya
| Kamis, 28 November 2024 | 11:05 WIB

Pinjaman Dolar Indonesia Terendah Dalam Delapan Tahun Terakhir, Ini Penyebabnya

Korporasi yang lebih memilih pendanaan dalam negeri saat likuiditas mengetat, meningkatkan tekanan terhadap likuiditas domestik. 

Pasokan Trump Bakal Bikin Harga LNG Dunia Tertekan, Indonesia Ikut Kena Getahnya
| Kamis, 28 November 2024 | 10:05 WIB

Pasokan Trump Bakal Bikin Harga LNG Dunia Tertekan, Indonesia Ikut Kena Getahnya

Kapasitas ekspor LNG AS bakal naik berlipat ganda dari 11,3 miliar kaki kubik per hari (Bcfd) pada tahun 2023 menjadi 22,4 Bcfd pada 2030.

Bekal Ekspansi Emiten Nikel
| Kamis, 28 November 2024 | 09:04 WIB

Bekal Ekspansi Emiten Nikel

Sejumlah emiten tetap optimistis terhadap prospek nikel dan tergiur melakukan ekspansi di komoditas mineral ini.

Pergerakan Harga Dinilai Tak Wajar, Grup Samuel Rajin Lepas Saham NSSS
| Kamis, 28 November 2024 | 09:03 WIB

Pergerakan Harga Dinilai Tak Wajar, Grup Samuel Rajin Lepas Saham NSSS

Sepanjang November berjalan Samuel Tumbuh Bersama telah menjual 637.115.600 saham PT Nusantara Sawit Sejahtera Tbk. (NSSS).

Menyibak Dampak Kenaikan Tarif PPN
| Kamis, 28 November 2024 | 08:36 WIB

Menyibak Dampak Kenaikan Tarif PPN

Keputusan menaikkan tarif PPN memang merupakan pilihan kebijakan yang kompleks dengan berbagai trade-off.

Genjot Rasio Penerimaan Pajak, Pemerintah Mesti Membidik Sektor Ekonomi Baru
| Kamis, 28 November 2024 | 08:28 WIB

Genjot Rasio Penerimaan Pajak, Pemerintah Mesti Membidik Sektor Ekonomi Baru

Ambisi pemerintah untuk mencetak rasio pajak (tax ratio) hingga 23% PDB dinilai masih sulit terwujud​ dalam lima tahun ke depan.

Pemimpin Kreatif
| Kamis, 28 November 2024 | 08:17 WIB

Pemimpin Kreatif

Sudah saatnya, pemimpin daerah memanfaatkan kemajuan teknologi untuk memudahkan pelayanan di masing-masing daerah.

Pemerintah akan Mengguyur Stimulus Terlebih Dulu Sebelum Mengerek Tarif PPN
| Kamis, 28 November 2024 | 08:12 WIB

Pemerintah akan Mengguyur Stimulus Terlebih Dulu Sebelum Mengerek Tarif PPN

Pemberian stimulus hanya kebijakan temporer, sementara kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan berefek panjang.​

Sejahteraraya Anugrahjaya (SRAJ) Cetak Kinerja Positif Pada Kuartal III-2024
| Kamis, 28 November 2024 | 06:47 WIB

Sejahteraraya Anugrahjaya (SRAJ) Cetak Kinerja Positif Pada Kuartal III-2024

Pada sembilan bulan tahun 2024, SRAJ mencetak laba Rp 8,3 miliar per akhir September 2024, naik 120% dari kerugian Rp 39,62 miliar.

INDEKS BERITA

Terpopuler