KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak cuma dari sisi pertumbuhan ekonomi, kini China juga kalah dari India dari sisi jumlah penduduk. Jumlah penduduk kedua negara hanya beda tipis di sekitar 1,43 miliar jiwa.
Akhir Oktober lalu, pemerintah China mengumumkan rencana untuk meningkatkan jumlah kelahiran. Informasi saja, China mencatat penyusutan populasi dalam dua tahun berturut-turut. Tingkat kelahiran di China mencapai rekor terendah pada tahun lalu.
Total fertility rate (TFR) atau tingkat kelahiran total hanya sebesar 1,7 anak per perempuan. Sementara TFR di India 2,12.
Level TFR China berada di bawah replacement rate di angka 2,1. Replacement rate adalah level ketika jumlah kelahiran penduduk bisa menggantikan jumlah kehilangan penduduk tanpa adanya imigrasi. Jika replacement rate kurang dari 2,1, maka jumlah penduduk akan berkurang seiring berjalannya waktu.
Apa saja rencana stimulus China untuk mengerek tingkat kelahiran? China berencana menawarkan asuransi bersalin, cuti hamil, serta subsidi dan sumber daya medis untuk anak-anak. China telah menghapus kebijakan satu anak pada tahun 2015 lalu. Tetapi, langkah ini tak mampu memicu penambahan jumlah penduduk yang mencukupi.
Penduduk merupakan subjek dan objek bagi pertumbuhan ekonomi negara. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi penggerak sekaligus pasar bagi ekonomi negara.
Jika tingkat kelahiran berada di bawah replacement rate, maka negara akan menghadapi aging population ketika penduduk usia tua lebih banyak. Jumlah penduduk usia kerja pun lama-lama menciut.
Indonesia juga mulai menunjukkan tanda-tanda tekanan demografi. Menurut data Badan Pusat Statistiik (BPS), TFR Indonesia pada tahun 2020 sebesar 2,18. Angka ini lebih rendah ketimbang 2,4 pada 2017.
Meski TFR Indonesia masih di atas replacement rate, tetapi ada pergeseran dari sisi usia perkawinan yang makin tua, bahkan tingkat perkawinan. Jika ini berlanjut, bisa jadi TFR Indonesia juga akan berada di bawah replacement rate.
Untuk mengatasi TFR yang terus menurun, perlu dilihat pangkal penyebabnya. Selain masalah yang bersifat personal, TFR Indonesia juga menciut gara-gara faktor makroekonomi yang perlu campur tangan negara.
Sejumlah penyebab ini antara lain bahan pangan mahal, biaya pendidikan mahal, biaya pengasuhan mahal, dan harga rumah mahal. Sementara kenaikan gaji dan upah dinilai minimal.