KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Walau belum menyebut rincian angkanya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan penerimaan pajak di tahun 2024 lalu tidak mencapai target. Namun, hingga akhir November 2024 lalu, realisasi penerimaan pajak baru mencapai Rp 1.688,93 triliun, atau 84,92% dari target.
Melesetnya target penerimaan pajak ini tentu menjadi warning sekaligus lampu kuning yang harus menjadi perhatian pemerintah. Maklumlah, pajak merupakan tulang punggung penerimaan negara.
Sebagi gambaran di tahun 2024 lalu, target penerimaan pajak ditetapkan sebesar Rp 1.988,9 triliun atau 70,9% dari total target pendapatan negara di APBN 2024 yang senilai Rp 2.802,29 triliun.
Di 2025, target penerimaan pajak naik lebih tinggi yakni sebesar Rp 2.189,3 triliun. Target penerimaan pajak ini menyumbang 72,85% total pendapatan negara yang ditargetkan Rp 3.005,1 triliun.
Sebegitu besarnya kontribusi penerimaan pajak ke pendapatan negara, jika meleset efeknya bisa membebani APBN. Defisit anggaran bisa melebar dan sumber pembiayaan anggaran dari utang untuk menutupi defisit bisa membesar.
Persoalannya, target penerimaan pajak tahun ini yang meningkat sekitar Rp 200 triliun dari target tahun 2024, apakah akan tercapai? Sementara, rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% di tahun ini tidak sesuai harapan.
Tarif PPN memang naik menjadi 12%, tapi cuma untuk barang dan jasa mewah. Padahal, hitungan pemerintah jika tarif PPN naik jadi 12% ada potensi tambahan penerimaan Rp 75 triliun.
Memang, pemerintah menghembuskan jurus lain seperti program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid III. Juga rencana memajaki aktivitas ekonomi underground. Termasuk menerapkan sistem pajak canggih coretax mulai tahun ini. Namun, apakah itu cukup memenuhi target penerimaan pajak yang setiap tahun selalu membesar?
Entahlah. Sebab, banyak faktor yang mempengaruhi penerimaan pajak. Seperti ekonomi yang masih lesu, industri padat karya yang banyak gulung tikar, harga komoditas yang kembali normal.
Tentu setiap potensi penerimaan pajak harus digali. Apalagi rasio pajak atau tax ratio Indonesia masih terbilang rendah tak jauh dari 10%-11%. Di sisi lain, penggunaan uang pajak juga harus bijak. Kepercayaan wajib pajak harus dijaga. Jangan uang pajak digunakan untuk anggaran belanja yang tak berguna.