Berita Refleksi

Antara Migor dan Devisa

Oleh Havid Vebri - Redaktur Pelaksana
Rabu, 11 Mei 2022 | 09:00 WIB
Antara Migor dan Devisa

Reporter: Harian Kontan | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hampir dua pekan ini pemerintah memberlakukan kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya. Selama larangan ekspor berlaku, cadangan devisa yang menguap tentu lumayan besar.

Sebagai gambaran, jika larangan ekspor berlaku sebulan, cadangan devisa yang menguap bisa mencapai US$ 3 miliar atau sekitar Rp 43 triliun. Asumsi itu merujuk data nilai ekspor CPO pada Maret 2022 Indonesia yang mencapai US$ 3 miliar, setara 12% dari total ekspor non minyak dan gas (nonmigas). 

Namun, demi mengendalikan harga minyak goreng (migor) dalam negeri, pemerintah terpaksa merelakan hilangnya devisa dari ekspor produk CPO dan turunannya. Sikap yang diambil pemerintah itu bisa kita maklumi karena minyak goreng merupakan komoditas yang dibutuhkan seluruh lapisan masyarakat.

Namun, efektifkah kebijakan itu menurunkan harga minyak goreng?

Hingga saat ini, harga minyak goreng curah maupun kemasan premium memang mulai turun. Situs Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga minyak goreng curah terpantau di kisaran Rp 19.810 per liter.

Kendati turun, level harga itu masih jauh dari harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Rp 14.000 per liter. Harga minyak goreng kemasan juga tidak jauh berbeda, masih Rp 24.200 per liter. 

Artinya, larangan ekspor CPO tidak serta merta membuat harga minyak goreng luruh hingga mendekati HET. Tentu ada banyak faktor lain yang turut membentuk harga di pasar, selain faktor ketersediaan pasokan CPO sebagai bahan baku. 

Efektifitas larangan ekspor dalam menekan harga tentu juga dipengaruhi kemampuan pemerintah mengawasi distribusi secara lebih ketat. Terlebih, rantai distribusi komoditas minyak goreng curah tergolong panjang dan rumit.

Selain persoalan distribusi, tidak kunjung tuntasnya masalah ini karena memang kuat dugaan ada permainan kartel di industri ini. Sehingga tidak hanya masyarakat dirugikan, petani dan industri sawit kecil juga turut terdampak. Nah, dengan larangan ekspor, kini pemerintah turut terdampak karena kehilangan potensi penerimaan devisa. 

Lalu, sampai kapan larangan ekspor ini berlaku? Jika menunggu sesuai HET, nampaknya bukan mustahil kebijakan ini bisa berlaku lama. Segera cari akar masalahnya agar persoalan ini bisa cepat selesai. 

Jika berlarut-larut, Malaysia yang pesta pora. Terbukti, dunia tidak begitu terganggu karena ada Malaysia yang siap menggantikan Indonesia.    

Terbaru
IHSG
7.110,81
0.52%
36,99
LQ45
927,64
0.67%
6,18
USD/IDR
16.224
-0,34
EMAS
1.325.000
1,34%
Terpopuler