Berita Bisnis

Aset Sitaan Fakhri Terdakwa Jiwasraya Dikembalikan, Pengacara: Tidak Ada Mens Rea

Sabtu, 12 Juni 2021 | 12:58 WIB
Aset Sitaan Fakhri Terdakwa Jiwasraya Dikembalikan, Pengacara: Tidak Ada Mens Rea

ILUSTRASI. Terdakwa mantan Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (29/4/2021). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.

Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Yuwono triatmojo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sidang kasus korupsi pengelolaan dana PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) dengan terdakwa Fakhri Hilmi, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memasuki babak akhir. Kamis (10/6) kemarin, sidang atas perkara nomor 5/Pid.Sus-TPK/2021/PN Jkt.Pst yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat tersebut, mengagendakan pembacaan duplik tim kuasa hukum terdakwa.

Saat dihubungi terpisah pasca sidang, Feraldy Abraham Harahap ketua tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan bahwa pihaknya tetap berpegang pada tuntutan JPU yang telah mereka bacakan dimuka persidangan, dua pekan sebelumnya.

Kata Feraldy, JPU telah membuktikan terdakwa melanggar Pasal 2 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP, sebagaimana dakwaan primair.

Feraldy mengakui, bahwa di dalam fakta persidangan terdakwa tidak mendapat kickback atau menerima sesuatu dari pihak manapun. "Namun akibat dari perbuatan terdakwa FH tidak memberikan sanksi tegas kepada Manajer Investasi berdasarkan Pasal 76 dan 77 POJK 23 tahun 2016, mengakibatkan Jiwasraya menderita kerugian kurang lebih Rp 12 triliun dari investasi pada pengelolaan produk reksadana yang di kelola oleh manajer investasi kurun waktu 2016-2017," imbuh Feraldy.

Baca Juga: Erick Thohir Tunjuk Mantan Kepala BNPB Doni Monardo Sebagai Komisaris Utama Inalum

POJK 23 tahun 2016 mengatur tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif. Adapun Pasal 76 POJK 23/2016 tersebut berisikan ketentuan bahwa tanpa mengurangi ketentuan pidana, OJK berwenang mengenakan sanksi administratif terhadap setiap pihak yang melakukan pelanggaran POJK ini. Sanksi administratif tersebut mulai dari peringatan tertulis, hingga pencabutan izin usaha, pembatalan persetujuan dan pendaftaran.

Sedangkan Pasal 77 berisi OJK dapat melakukan tindakan tertentu terhadap setiap pihak yang melakukan tindakan tertentu terhadap pihak yang melakukan pelanggaran ketentuan POJK tersebut.

Oleh karena itu, JPU lantas menjatuhkan tuntutan kepada Fakhri dengan pidana penjara selama 8 tahun, plus denda sebesar Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan. 

"Pada pokoknya, kami tetap berpegang  pada tuntutan serta replik atas pledoi penasihat hukum dan terdakwa, yang telah kami sampaikan di hadapan persidangan," tandas Feraldy.

Lantaran seluruh proses pemeriksaan persidangan sudah selesai dilaksanakan, maka persidangan akan memasuki agenda pembacaan putusan yang akan digelar Kamis (17) pekan depan.

Pengembalian barang sitaan

Pengacara senior Luhut Pangaribuan yang menjadi kuasa hukum Fakhri Hilmi menyatakan bahwa tuntutan JPU sama sekali tidak berdasarkan fakta pengadilan. Ketua Dewan Kehormatan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) ini menyatakan tidak ada kesalahan dan mens rea yang terbukti dipersidangan atas kliennya. "Jika hal itu tidak ada, maka harus dibebaskan," terangnya, kepada KONTAN, Jumat (11/6).

Luhut pun menegaskan fakta persidangan yang selama ini justru berkebalikan dengan dakwaan JPU, bahkan berdasarkan keterangan saksi utama yang dihadirkan oleh JPU dalam kasus ini yaitu Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto, mereka memberikan  kesaksian bahwa tidak mengenal, tidak pernah berkomunikasi maupun bertemu dengan terdakwa, apalagi membuat kesepakatan untuk tidak memberi sanksi pada produk MI.

Baca Juga: Chandra Asri (TPIA) Gaet Fasilitas Kredit Rp 5 triliun dari Bank Mandiri

Selanjutnya Luhut mengatakan, apa yang dilakukan Fakhri, semua berdasarkan standar operasional prosedur (SOP) jabatan. Dia menegaskan, tidak ada perbuatan pribadi Fakhri yang menyalahi SOP serta tidak ada suap dan lain sebagainya.

Salah satu hal yang menjadi indikasi kuatnya posisi Fakhri dalam kasus ini, lanjut Luhut, adalah pengembalian barang bukti yang telah disita oleh Kejaksaan karena tidak mendukung dakwaan. "Buktinya, barang bukti yang disita, semisal rekening bank, sudah dikembalikan karena tidak mendukung dakwaan," beber mantan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta periode 1993-1997 tersebut.

Selain itu, tidak satu saksi pun yang mendukung adanya dugaan Fakhri  melakukan tindak pidana korupsi. Bahkan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) juga berpendapat begitu. Karena dilakukan sesuai SOP-nya sebagai pejabat TUN (Tata Usaha Negara). Jadi dengan kata lain, adanya kerugian negara dalam kasus AJS (Jiwasraya) tidak ada hubungan kausalitas dengan jabatan Fakhri di OJK.

Luhut pun menanggapi tuntutan JPU bahwa Fakhri melanggar Pasal 76 dan 77 POJK No.23 tahun 2016 sehingga mengakibatkan Jiwasraya menderita kerugian sekitar Rp 12 triliun dari investasi pada pengelolaan  produk reksadana yang di kelola oleh manajer investasi kurun waktu 2016-2017.

"Sanksi tegas itu tidak ada diatur dalam pasal itu, apa dan kapan dilakukan. Sampai sekarang, tidak ada SOP-nya. Apa Fakhri harus ngarang? Kan harus ada dasar hukumnya," sergah Luhut.

Selain itu, lanjut Luhut, jabatan Fakhri tidak bisa membuat sanksi, tapi bidang lain. Kata dia, prosesnya harus berjenjang dari bawah, ada 5 lapis, dan tidak ada usulan sanksi itu.

"Sekali lagi, apa boleh dia (Fakhri) ujug-ujug menjatuhkan sanksi?" tandas Luhut. Cara berfikir seperti itu, bisa dilakukan jika Fakhri merupakan aparat penegak hukum seperti jaksa.

Sekadar mengingatkan, Kejaksaan Agung (Kejagung) Kamis, 25 Juni 2020 silam menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi Jiwasraya. Para tersangka itu adalah Fakhri Hilmi, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK dan 13 Manajer Investasi (MI) yang diduga terlibat dalam pengelolaan dana investasi Jiwasraya.

Sebelum menduduki posisi terakhir, Fakhri sempat menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A OJK periode tahun 2014 hingga 2017. Kejagung menyelidiki peran Fakhri di kasus Jiwasraya, atas kewenangan dia selama menjabat di periode 2014-2017.

Pledoi pribadi Fakhri Hilmi

Menghadapi tuntutan jaksa atas dirinya dengan pidana 8 tahun penjara, Fakhri pun membuat pledoi pribadi yang dibacakan pada persidangan 3 Juni. Berikut ini, merupakan sejumlah isi pledoi Fakhri Hilmi.

Lewat pledoinya, Fakhri mengatakan bahwa dia berkarir di Kementerian Keuangan pada salah satu unit yang bernama Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dari tahun 1996-2012. Baru kemudian sejak tahun 2013 sampai dengan saat ini, dia melanjutkan karier di OJK.

Selama berkarier, dia mengaku tidak pernah kasak-kusuk kiri kanan mencari peluang ini itu. "Saya tidak pernah melakukan pertemuan di luar jam kantor dan di luar ruang lingkup pekerjaan dengan para pelaku industri pasar modal. Saya tidak pernah melakukan pertemuan dengan pemilik bisnis. Saya tidak pernah melakukan pertemuan dengan bapak-bapak anggota Legislatif. Saya juga tidak pernah melakukan pertemuan dengan pejabat lain dari instansi lain di luar jam kantor dan di luar ruang lingkup pekerjaan," tandas Fakhri pada salah satu bagian pledoinya.

Fakhri bercerita bahwa dirinya tidak punya bisnis atau kegiatan lain, selain bekerja dan kembali ke rumah. Kata Fakhri, dia tidak pernah bermain golf, bahkan seumur hidupnya tidak pernah memegang stick golf. Dia juga mengaku tidak bisa bermain tenis, tidak bermain sepeda, dan juga tidak hobi otomotif.

"Saya cuma sering berenang pada saat weekend dengan anak-anak ditemani istri. Kami berempat, saya, istri dan 2 anak, selalu memanfaatkan waktu luang untuk bersama. Dan 1 hal yang paling saya rindukan adalah anak saya yang kecil yang ikut program hafidz Quran selalu membacakan hafalan Quran-nya kepada saya sebelum kami tidur," imbuhnya.

Sebagai PNS Kementerian Keuangan di awal karier di tahun 2000-an, Fakhri juga sempat merasakan masa-masa sulit. Pendapatan pas-pasan sementara kebutuhan terus bertambah. Tahun ke tahun bertambah sulit, bahkan semakin sulit. Bersyukur, beberapa waktu kemudian hadir remunerasi khusus Kementerian Keuangan dalam jumlah yang signifikan. Renumerasi pertamanya itu, separuhnya dia serahkan ke Masjid di depan rumahnya. Dia mengaku pendapatannya mendadak naik berlipat, kebutuhannya tercukupi, dan bisa mencicil rumah di perumahan yang layak.

Sejak bergabung dengan OJK, pendapatannya banyak dia gunakan untuk membantu orang tua dan kerabat. "Itu semua saya lakukan dan saya masih punya cukup bekal di rekening saya. Saya tidak punya tanah. Saya tidak punya kontrakan. Saya tidak punya bisnis. Saya hidup sederhana dan mendidik anak dan istri saya hidup sederhana," tulisnya.

Fakhri kembali menegaskan, bahwa pada kasus ini, dia tidak pernah kenal ataupun bertemu dengan Heru Hidayat dan Joko Hartono Tirto. Dia juga mengaku tidak pernah membahas apapun dengan Ery Firmansyah. Surat pembinaan yang dia keluarkan, ada dasar kewenangannya.

"Tidak ada SOP - Tindakan Tegas - yang saya langgar. Bahkan tidak ada SOP Pembinaan pun di OJK. Dan bahkan informasi dari saksi OJK dan juga ahli dari BPK yang telah sama-sama kita dengar: pelanggaran 10% dan 20% (porsi batas penempatan efek) tidak ada hubungan nya dengan kerugian negara. Itu adalah masalah diversifikasi portofolio. Intinya, semua yang saya lakukan adalah sesuai dengan kewenangan yang saya miliki dan tidak pernah melanggar Undang-Undang maupun Peraturan OJK," tukas Fakhri.

Fakhri menggaris bawahi, bahwa sejak pertama kali bertugas sebagai staf yang mengawasi industri reksadana di tahun 2000 lalu, dia telah melakukan apa yang dilakukan oleh bawahannya sekarang: melakukan tindakan pembinaan dan menyiapkan surat pembinaan untuk ditandatangani pejabat yang berwenang. Urutan tindakan pembinaan dan surat yang dikeluarkan, dari dulu sampai sekarang, sama saja. "Tidak ada sesuatu yang menyimpang yang Saya atau tim Saya lakukan," tandasnya.

Selanjutnya: Angger P. Yuwono ditunjuk jadi Dirut Jiwasraya, berikut tugas yang diembannya

 

Terbaru