Awas, Banjir Dollar

Rabu, 18 Januari 2023 | 08:00 WIB
Awas, Banjir Dollar
[]
Reporter: Barly Haliem | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Siapkah Indonesia menghadapi resesi? Inilah pertanyaan banyak kalangan tatkala memasuki tahun 2023. Apalagi sejumlah lembaga pemerintah maupun institusi keuangan lokal maupun global meramalkan bahwa dunia memasuki resesi dahsyat di tahun ini. 

Pelecut utama proyeksi resesi ini berkaitan erat dengan tren inflasi tinggi. Fenomena liarnya harga pangan serta harga energi ini membuat dunia menjadi tidak baik-baik saja. 
Selain lonjakan harga pangan dan energi akibat perang Rusia versus Ukraina, langkah agresif Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (Fed) menaikkan suku bunga acuannya berandil besar mendorong inflasi. Maklum, nyaris semua bank sentral di dunia mengikuti jejak The Fed dengan menaikkan bunga acuannya.

Sebagai catatan, sepanjang tahun 2022, Fed menaikkan bunga acuan sebesar 425 basis poin menjadi 4,25%-4,5%. Senyampang dengan langkah Fed, Bank Indonesia (BI) misalnya, menaikkan bunga acuan sebesar 200 basis poin menjadi 5,5%. 

Memang, untuk sejenak Fed memberi isyarat akan mengerem kenaikan suku bunganya. Toh, sinyal bank sentral AS ini belum cukup melegakan pasar karena Fed masih dihantui tingginya peredaran dollar AS  sebagai imbas gerojokan stimulus ekonomi penangkal krisis demi krisis.

Sebagai gambaran, merujuk data Federal Reserve Bank of Saint Louis AS, per 11 Januari 2023 total nilai dollar AS yang beredar mencapai US$ 8,5 triliun. Nilai ini melesat 193% dalam satu dekade terakhir dan melonjak lebih dari 1.000% jika dihitung sejak 20 tahun lalu. 

Sejumlah kalangan menilai, dalam situasi normal, dunia sekarang sebenarnya hanya "perlu" dollar AS sebesar US$ 4 triliun. Dengan kata lain, kini pasar sedang kelebihan US$ 4,5 triliun, sehingga Fed harus berjibaku menyedot kelebihan dollar melalui kenaikan suku bunga.

Urusan menjadi lebih pelik karena Fed hanya mampu menyedot sekitar US$ 400 miliar kendati sudah menaikkan bunga acuan hingga 425 basis poin. 

Dengan hitungan linear, bunga Fed harus naik 4.781 basis poin lagi menjadi sekitar 52,31% jika ingin menyedot seluruh kelebihan pasokan dollar AS di pasar saat ini!  Alamak, ekonomi dunia jelas ambruk dan banyak negara terpuruk jika menanggung bunga setinggi itu. 

Oleh karena itu, bersiap menghadapi situasi terburuk adalah pilihan paling bijaksana, termasuk mengurangi ketergantungan dollar di kehidupan sehari-hari. Pemerintah, misalnya, harus terus berupaya memaksimalkan penggunaan rupiah dan produk lokal, sembari mengerem eksposur utang dollar. 

Sayang, sejauh ini kita belum sensitif atas situasi terkini. Baru sepekan memasuki tahun ini, pemerintah sudah mencetak utang dollar lagi senilai US$ 3 miliar. Duh!

Bagikan

Berita Terbaru

Nasib Gamang Proyek PSEL di Tangerang Selatan Antara Lanjut atau Harus Lelang Ulang
| Jumat, 21 November 2025 | 18:25 WIB

Nasib Gamang Proyek PSEL di Tangerang Selatan Antara Lanjut atau Harus Lelang Ulang

Nasib proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL) di Tangerang Selatan hingga kini belum jelas.

Peluang Bisnis Benih Sawit, Binasawit Makmur Jaga Kualitas & Distribusi
| Jumat, 21 November 2025 | 08:52 WIB

Peluang Bisnis Benih Sawit, Binasawit Makmur Jaga Kualitas & Distribusi

Anak usaha SGRO, BSM, menargetkan pasar benih sawit dengan DxP Sriwijaya. Antisipasi kenaikan permintaan, jaga kualitas & pasokan. 

Benahi Kinerja Keuangan, Timah (TINS) Genjot Produksi dan Penjualan
| Jumat, 21 November 2025 | 08:35 WIB

Benahi Kinerja Keuangan, Timah (TINS) Genjot Produksi dan Penjualan

PT Timah Tbk (TINS) optimistis dapat memperbaiki kinerja operasional dan keuangannya sampai akhir 2025. 

Berakhirnya Kisah Keluarga Sampoerna di Lantai Bursa
| Jumat, 21 November 2025 | 08:30 WIB

Berakhirnya Kisah Keluarga Sampoerna di Lantai Bursa

Langkah Grup Sampoerna melepas PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO), meninggalkan catatan sejarah dalam dunia pasar modal di dalam negeri. ​

Outflow Masih Jadi Penyebab Defisit NPI
| Jumat, 21 November 2025 | 08:29 WIB

Outflow Masih Jadi Penyebab Defisit NPI

NPI kuartal III-2025 mengalami defisit US$ 6,4 miliar, sedikit di bawah kuartal sebelumnya yang defisit sebesar US$ 6,7 miliar

Timbang-Timbang Kenaikan Gaji ASN Tahun Depan
| Jumat, 21 November 2025 | 08:23 WIB

Timbang-Timbang Kenaikan Gaji ASN Tahun Depan

Kemkeu telah menerima surat dari Menteri PANRB terkait pertimbangan kenaikan gaji ASN di 2026       

Tambah Penempatan Dana SAL Rp 76 T Dorong Transmisi Kredit
| Jumat, 21 November 2025 | 08:09 WIB

Tambah Penempatan Dana SAL Rp 76 T Dorong Transmisi Kredit

Tambahan penempatan dana ini lanjutan dari penempatan dana pemerintah senilai Rp 200 triliun akhir Oktober lalu​

Waspada IHSG Jumat (21/11) Bisa Berbalik Arah
| Jumat, 21 November 2025 | 07:56 WIB

Waspada IHSG Jumat (21/11) Bisa Berbalik Arah

Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di akhir pekan ini rawan koreksi dengan support 8.399 dan resistance 8.442. 

Shortfall Pajak Tahun Ini, Bisa Sentuh Rp 300 Triliun
| Jumat, 21 November 2025 | 07:54 WIB

Shortfall Pajak Tahun Ini, Bisa Sentuh Rp 300 Triliun

Dalam dua bulan, pemerintah harus mengumpulkan penerimaan pajak Rp 730,27 triliun lagi untuk mencapai target dalam APBN

Caplok Sampoerna Agro (SGRO), Posco International Rogoh Kocek Rp 9,4 Triliun
| Jumat, 21 November 2025 | 07:47 WIB

Caplok Sampoerna Agro (SGRO), Posco International Rogoh Kocek Rp 9,4 Triliun

Grup Sampoerna melepas seluruh kepemilikannya di PT Sampoerna Agro Tbk (SGRO) 1,19 juta saham atau setara 65,72% kepada Posco International.​

INDEKS BERITA

Terpopuler