Berita Ekonomi

Catat Ini: Pembelian Gas Melon Subsidi Dibatasi Mulai 1 Januari 2024

Jumat, 02 Juni 2023 | 21:33 WIB
Catat Ini: Pembelian Gas Melon Subsidi Dibatasi Mulai 1 Januari 2024

ILUSTRASI. Pekerja mengangkut tabung gas elpiji 3 kg di Pangkalan Gas di Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Selasa (3/1/2023). ANTARA FOTO/Fauzan/foc.

Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tak hanya Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi jenis Solar yang akan diatur pembeliannya, pemerintah juga akan mengatur pembelian Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 Kilogram (Kg).

Terhitung mulai 1 Januari 2024,  pembelian gas LPG atau elpiji khusus 3 Kg akan dibatasi.  “Hanya masyarakat yang berhak mendapatkan subsidi yang bisa  mendapatkan elpiji bersubsidi,” sebut  Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting saat kunjungan ke redaksi KG Media pada awal minggu lalu.

Irto tak asal sebut.  Merujuk Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Kepdirjen) Kementerian Energi Sumber Daya Mineral  Nomor 99.K/MG.05/DJM/2023 tentang Penahapan Wilayah dan Waktu Pelaksanaan Pendistribusian Isi Ulang Liquefied Petroluem Gas tertentu Tepat Sasaran yang keluar 28 Februari 2023 lalu, pemerintah hanya akan menjual elpiji 3 kg kepada kelompok rumah tangga dan usaha mikro yang berhak membeli gas elpiji subsidi mulai 1 Januari 2024.

Berdasarkan aturan itu yang dimaksud kelompok rumah tangga adalah konsumen yang mempunyai legalitas penduduk, menggunakan minyak tanah untuk memasak dalam lingkup rumah tangga serta tidak mempunyai kompor gas.

Sementara untuk usaha mikro adalah konsumen dengan usaha produktif milik perorangan yang mempunyai legalitas penduduk, menggunakan minyak tanah untuk memasak dalam lingkup usaha mikro dan tidak mempunyai kompor gas.

Baca Juga: Kapan Perluasan Uji Coba Pembelian Elpiji 3 Kg Pakai KTP Diberlakukan?

Selain Kepdirjen ESDM, pemerintah juga membolehkan konsumsi elpiji 3 kG berdasarkan Perpres Nomor 38/2019 jo Perpres 71/2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian, & Penetapan Harga LPG. Dalam aturan itu, mereka yang boleh mengkonsumsi elpiji 3 Kg adalah kapal penangkap ikan bagi nelayan sasaran dan mesin pompa air bagi petani sasaran.

Nelayan sasaran adalah mereka yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang memiliki kapal penangkap ikan berukuran paling besar 5 gros ton (GT) dan menggunakan mesin penggerak dengan daya paling besar 13 horse power.

Sementara petani sasaran adalah petani yang memiliki lahan pertanian paling luas 0,5 hektare (ha). Kecuali untuk transmigran yang memiliki lahan pertanian paling luas 2 ha dan melakukan sendiri usaha tani tanaman pangan atau hortikultura serta memiliki mesin pompa air dengan daya paling besar 6,5 horse power.

Lalu, ada juga restoran, hotel, usaha binatu, usaha batik, usaha peternakan, usaha pertanian (di luar ketentuan Pepres Nomor 38 Tahun 2019 dan yang belum dikonversi), usaha tani tembakau dan usaha jasa las dilarang menggunakan elpiji 3 kg tersebut.

Baca Juga: Bersiap, Uji Coba Pembelian Elpiji 3 Kg Pakai KTP Bakal Diperluas ke Jawa, Bali, NTB

Oh iya, masih dalam aturan yang sama, pemerintah juga membatasi volume pembelian elpiji 3 kg bersubsidi per bulan  bagi konsumen penerima gas elpiji 3 Kg tersebut. Dalam aturan itu tak disebutkan batasan atau kuota pembelian.

Lantas bagaimana badan usaha membedakan pembelian gas subdisi 3 Kg dengan yang tak berhak menerima gas elpiji subsidi tersebut?

Pemerintah lewat PT Permina sebagai distributor bahan bakar sejak awal Maret 2023 hingga akhir Desember 2023 secara bertahap terus melakukan pendaftaran pembelian gas elpiji 3 Kg berdasarkan data Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Alhasil, pembeli gas elpiji 3 Kg sesuai nama dan alamat  alias  by name by address).

“Wilayah uji coba pembelian gas elipiji melon juga terus diperluas agar elpiji subsidi tepat sasaran,” sebut Irto.

Kata Irto, data yang terkumpul  tersebut lantas akan divalidasi dengan data yang bersumber dari data P3KE dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)  yang dikombinasikan dengan Data Terpadu Kesejaheteraan Sosial (DTKS) Kementerian Sosial (Kemensos).

Pendataan ini sesuai Kepdirjen Kementerian ESDM Nomor 99.K/MG.05/DJM/2023. Dalam aturan itu, badan usaha melakukan pendataan dilakukan penggunaan elpiji 3 Kg untuk wilayah kabupaten/kota pada provinsi di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat untuk tahap petama. Lalu untuk wilayah kabupaten/kota pada provinsi di Pulau Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi pada Mei 2023.

Pendataan inilah yang kelak jadi  bahan pemerintah untuk menyebar subsidi gas 3 KG tepat sasaran yakni mereka rumah tangga penerima subsidi, usaha kecil dan menengah, petani serta nelayan.

Pemerintah memang  berencana terus memangkas subsidi energi, termasuk untuk elpiji 3 Kg. Ini lantaran gas elpiji mayoritas masih harus diiimpor. “Lebih dari 70% elpiji masih harus diimpor,” ujar Dirut Pertamina Nicke Widyawati dalam berbagai kesempatan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat: bahwa nilai impor LPG Indonesia  sepanjang 2022, impor melonjak 19,5% menjadi US$ 4,89 miliar dari US$ 4,09 miliar pada 2021. Nilai impor di 2022 itu setara Rp 73,35 triliun dengan hitungan kurs per dollar Amerika Serikat setara Rp 15.000.

Adapun di tahun 2023 ini, impor sepertinya juga akan naik.  Ini mengingat alokasi dana subdisi elpiji ditetapkan sebesar Rp 117,40 triliun atau setara dengan 55,73% dari total subsidi energiyaitu subsidi BBM, subsidi LPG, dan subsidi listrik.

Kenaikan ini pula yang membuat pemerintah berupaya terus agar dana subsidi tepat sasaran. Selain gas melon semisal, pemerintah sudah mempersempit ruang subsidi dengan menaikkan harga Pertalite Rp 10.000 per liter sejak September 2022.

Lalu, pemerintah juga berupaya memperketat pembelian solar dengan kewajiban menggunakan QR Code MyPertamina serta kuota.

Hanya saja, tahun depan memasuki tahun politik. Ini pula yang kabarnya membuat pemerintah meragu untuk membatasi pembelian elpiji melon mulai 1 Januari 2024.

Subsidi Membengkak, Ini Sejarah Kelahiran Gas Melon

Terus melambungnya dana subsidi atas elpiji 3 Kg dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tak terlepas dari target pemerintah tahun 2006 ingin melepas BBM jenis minyak tanah.

Saat itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengumpulkan stakeholder yang terlibat dalam kebijakan BBM subsidi hadir dalam istana wakil presiden. Di kantor Wapres, hadir pejabat-pejabat Kementerian Keuangan, Kementerian Energi Sumber Daya Alam, Perusahaan Listrik Negara, Kementerian BUMN hingga Pertamina.

Wapres saat itu minta agar disiapkan peralihan dari bahan bakar minyak tanah ke bahan bakar lain yang lebih murah. Maklum, saat itu harga minyak tanah mendidih dari Rp 2.000 per liter menjadi Rp 11.000 per liter. 

“Saat itu tidak ada satupun badan pelaksana siap,” sebut sumber KONTAN yang ikut hadir dalam pertemuan itu.  Kata dia, salah satu alternatif dan yang paling siap adalah elpiji.

Dus, setelah lebih dari satu dekade sejak pertama kali diluncurkan, konversi minyak tanah ke LPG bisa dibilang mulus. Di awal transisi dari minyak tanah, Pertamina ngebut mengenalkan  gas tabung ukuran 3 kg berwarna hijau yang kemudian dikenal sebagai tabung gas melon.

Tak menampik cerita itu, Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengingat, saat pertama kali masyarakat mengenalkan gas melon, Pertamina harus berjibaku melakukan pengadaan tabung, membangun jaringan distribusi dan pengisian hingga mengenalkan  cara pemakaian gas melon 3 kg untuk memasak bagi masyarakat.

Awal penggunaan, kecelakaan seperti kebocoran gas, kebakaran, ledakan alibat salah penggunaan gas melon acap terjadi, meski saat ini kecelakaan semakin menyusut. “Tak mudah, namun saat itu, Pertamina memang yang mendapat penugasan transisi energi dari minyak tanah ke gas melon,” sebut Irto.

Perlahan tapi pasti, penggunaan gas melon terus bertambah bahkan menjadi lebih dominan Penggunaan LPG pun meningkat dari 1,9 juta Metrik Ton (MT) di 2008 ke 3 juta MT di tahun berikutnya.

Tenti saja, awalnya ini adalah kabar baik lantaran peralihan minyak tanah berhasil. Konsumsi terus meningkat. “Jika melihat sejarahnya, ini sebuah konversi yang sukses, baik dari sisi keuangan negara maupun energi. Bagaimanapun, bahan bakar gas jauh lebih ramah lingkungan ketimbang minyak tanah,” sebut Irto.

Saat konsumsi terus meningkat, sumber pasokan dari dalam negeri menipis. Impor pun menjadi tak  terelakkan. 

Indonesia harus impor elpiji, meski produksi gas Indonesia sebenarnya cukup tinggi, yakni mencapai 1,2 juta barel setara minyak per hari (BOEPD).

Jika dikonversi menjadi LPG, kita sebenarnya bisa mencukupi konsumsi domestik. Hanya saja, karakteristik gas yang diproduksi oleh Indonesia tidak serta merta dapat dikonversi menjadi LPG. Ini lantaran gas  yang dihasilkan oleh perut bumi Tanah Air adalah gas kering yang sulit diubah jadi LPG.

Gas melon berisi kandungan propan (C3) dan butan (C4). Sementara, lapangan gas di Indonesia lebih banyak menghasilkan C1 dan C2.

Untuk menekan kebutuhan impor elpiji, pemerintah mengkaji beberapa alternatif, misal mengolah batubara menjadi gas metana atau coal bed methane (CBM). Namun, pengolahan itu masih butuh kajian lebih lantaran biaya dan efek teknis lain.

Opsi  lain menggunakan bahan bakar gas.  Saat ini, pemerintah terus membangun jaringan gas hingga masuk rumah tangga.  Tak hanya itu, pemerintah juga masih terus dengan rencana penggunaan kompor listrik sebagai ganti elpiji, mengingat produksi listrik mengalami surplus khususnya di Jawa Bali.

Sumber Kontan yang ikut rapat terkait konversi energi dari gas elpiji 3 Kg pada bulan Mei 2023 bercerita, program pembagian kompor listrik gratis tetap akan berjalan. Hanya saja, strateginya akan berubah dengan melibatkan semua stakeholder terkait. “Selain sosialisasi cara penggunaan dan manfaat serta hitungan kehematannya, pemerintah juga harus memikirkan nasib para pangkalan elpiji jika gas melon dipensiunkan,” sebut dia.
 

 

Terbaru