KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setiap akhir bulan Desember memiliki banyak alasan untuk disukai. Liburan, bonus tahunan, kedamaian Natal, Santa Klaus yang rajin bagi-bagi hadiah, perusahaan tutup buku, investor menghitung cuan (untung) dan menyusun rencana investasi baru.
Bulan Desember juga mengekspresikan keceriaan para pelaku pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari analisis saya terhadap daily returns atau return harian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Januari sejak 2000 hingga 2009, rata-rata imbal hasil harian di bulan Desember berhasil mengalahkan bulan-bulan lain.
Di Amerika Serikat (AS) bahkan muncul takhayul mengenai hubungan Natal dengan harga saham di bursa yang disebut Boston Snow Indicator. Jika kota Boston diselimuti salju putih pada hari Natal, maka harga-harga saham di bursa saham AS pada tahun berikutnya biasanya meningkat.
Misalnya, pada Natal tahun 1995, Boston dihujani salju tebal. Kemudian pada tahun 1996 indeks S&P 500 naik lebih dari 20%.
Harap maklum, walau saat musim dingin, tidak setiap hari salju turun di Boston. Lagipula untuk bisa dikategorikan sebagai White Christmas, tebal salju minimal 1 inci pada jam 7 pagi.
Secara logika tentunya tidak ada korelasi antara lebatnya salju saat Natal di Boston dengan kinerja bursa saham AS. Bukti-bukti yang mendukung Boston Snow Indicator terjadi secara kebetulan saja.
Namun orang bisa saja berargumen bahwa White Christmas yang terjadi di Boston membuat mood para investor di AS menjadi bagus dan lebih bergairah membeli saham. Seperti lagu Natal klasik yang dipopulerkan oleh suara emas Bing Crosby, ”I'm dreaming of a white Christmas....”
Ah, menjelang akhir tahun ada pula Santa Claus Rally di bursa saham. Ini merujuk pada fenomena kenaikan harga-harga saham antara Natal dan tahun baru.
Baca Juga: Sambut January Effect, Simak Strategi Investasi dan Saham Pilihan Berikut
Profesor Richard Sias dari Washington State University mencari bukti empiris dengan meneliti sampel pada periode tahun 1984 sampai tahun 2004 lalu. Hasilnya terdapat kenaikan harga saham, rata-rata 5,5% dalam sepekan menjelang tutup tahun.
Bukti empiris juga mengindikasikan bahwa sejak tahun 1945, S&P 500 mengalami kenaikan dengan rata-rata 1,7% pada bulan Desember. Berbeda nyata dibanding dengan rata-rata kenaikan bulanan yang hanya 0,7%.
S&P 500 juga memberikan imbal hasil positif pada bulan Desember sebanyak 77% dari semua Desember, sejak tahun 1945. Hasil senada saya peroleh ketika meneliti BEI dengan sampel periode tahun 2002- 2009. Setiap tahun IHSG di akhir Desember selalu lebih tinggi daripada di awal Desember, rata-rata kenaikan 5,3%.
Saya juga mencoba menghitung kenaikan harga saham dari sehari sebelum Natal hingga akhir tahun selama periode tahun 2002 sampai dengan tahun 2009.
Setiap tahun, kecuali 2002, harga-harga saham selalu naik hingga akhir tahun dengan rata-rata sebesar 1,4%. Artinya Santa Claus berminat juga ikut rally di lintasan balap BEI, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan di bursa saham AS.
Melihat perilaku IHSG menjelang akhir tahun ini, ada harapan IHSG ditutup lebih tinggi daripada angka saat pembaca menyimak artikel ini.
Tentunya para trader saham sudah siap dengan strategi beli sekarang dan jual pada awal tahun.
Santa Claus Rally berhubungan dengan January Effect yang jauh lebih populer. January Effect adalah sebuah fenomena, harga saham, terutama saham perusahaan kecil, biasanya naik sejak sepekan sebelum pergantian tahun hingga dua pekan pertama di bulan Januari.
Fenomena ini sering juga disebut turn-of the year effect. Di bursa saham AS, dengan sampel antara tahun 1950 sampai tahun 2004, ditemukan bukti bahwa rata-rata imbal hasil selama tiga pekan periode turn-of-the year tersebut adalah 14,4%. Angka ini jauh di atas rata-rata imbal hasil tiga pekan hari-hari biasa yang hanya mencapai 3,9%.
Saya mencoba menghitung imbal hasil IHSG periode turn-of the year ini dengan data sejak Natal tahun 2002 hingga Januari 2010. Dari delapan tahun pengamatan, hanya dua kali periode ini memberi imbal hasil negatif, yaitu tahun 2002 dan 2006.
Rata-rata kenaikan harga saham jika kita membeli saham sehari sebelum Natal dan jual pada 15 Januari tahun berikutnya adalah sebesar 3,1%.
Tapi hati-hati jangan sampai terlambat menjual saham. Jika kita beli sehari sebelum Natal dan jual pada akhir Januari tahun berikutnya, imbal hasil melorot menjadi 1,7%.
Bahkan dari delapan tahun pengamatan tersebut, empat kali imbal hasilnya negatif jika kita menunggu hingga akhir bulan Januari.
Tentunya perlu diingat bahwa riset ini menggunakan IHSG, bukan saham perusahaan kecil. Berbagai teori diusung untuk menerangkan anomali di bursa saham menjelang akhir tahun.
Misalnya, alasan pajak, window dressing oleh para fund manager, pembagian bonus yang meningkatkan daya beli hingga teori bahwa para investor pesimistis sudah berlibur.
Namun bagi para trader saham yang lebih menarik adalah bagaimana menikmati suasana akhir tahun di bursa saham dan meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya.
Sementara itu para investor jangka panjang mungkin memilih berlibur dulu dan baru kembali hunting saham murah pada akhir Januari tahun depan.