Dari Natal, Bersiap-siap ke January Effect

Kamis, 28 Desember 2023 | 15:28 WIB
Dari Natal, Bersiap-siap ke January Effect
[ILUSTRASI. Lukas Setiaatmadja, Founder Komunitas Hungrystock]
Lukas Setia Atmaja | Founder Komunitas HungryStock

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setiap  akhir bulan Desember memiliki banyak alasan untuk disukai. Liburan, bonus tahunan, kedamaian Natal, Santa Klaus yang rajin bagi-bagi hadiah, perusahaan tutup buku, investor menghitung cuan (untung) dan menyusun rencana investasi baru. 

Bulan Desember juga mengekspresikan keceriaan para pelaku pasar di Bursa Efek Indonesia (BEI).  Dari analisis saya terhadap daily returns atau return harian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Januari sejak 2000 hingga 2009, rata-rata imbal hasil harian di bulan Desember berhasil mengalahkan bulan-bulan  lain.

Di Amerika Serikat (AS) bahkan muncul takhayul mengenai hubungan Natal dengan harga saham di bursa yang disebut Boston Snow Indicator. Jika kota Boston diselimuti salju putih pada hari Natal, maka harga-harga saham di bursa saham AS pada tahun berikutnya biasanya meningkat. 

Misalnya, pada Natal tahun 1995, Boston dihujani salju tebal. Kemudian pada tahun 1996 indeks S&P 500 naik lebih dari 20%. 
Harap maklum, walau saat musim dingin, tidak setiap hari salju turun di Boston. Lagipula untuk bisa dikategorikan sebagai White Christmas, tebal salju minimal 1 inci pada jam 7 pagi.

Secara logika tentunya tidak ada korelasi antara lebatnya salju saat Natal di Boston dengan kinerja bursa saham AS. Bukti-bukti yang mendukung Boston Snow Indicator terjadi secara kebetulan saja. 

Namun orang bisa saja berargumen bahwa White Christmas yang terjadi di Boston membuat mood para investor di AS menjadi bagus dan lebih bergairah  membeli saham. Seperti lagu Natal klasik yang dipopulerkan oleh suara emas Bing Crosby, ”I'm dreaming of a white Christmas....”

Ah, menjelang akhir tahun ada pula Santa Claus Rally di bursa saham. Ini merujuk pada fenomena kenaikan harga-harga saham antara Natal dan tahun baru. 

Baca Juga: Sambut January Effect, Simak Strategi Investasi dan Saham Pilihan Berikut

Profesor Richard Sias dari Washington State University mencari bukti empiris dengan meneliti sampel pada periode tahun 1984 sampai tahun  2004 lalu.  Hasilnya terdapat kenaikan harga saham, rata-rata 5,5% dalam sepekan  menjelang tutup tahun.

Bukti empiris juga mengindikasikan bahwa sejak tahun  1945, S&P 500 mengalami kenaikan dengan rata-rata 1,7% pada bulan Desember. Berbeda nyata dibanding dengan rata-rata kenaikan bulanan yang hanya 0,7%. 

S&P 500 juga memberikan imbal hasil positif pada bulan Desember sebanyak 77% dari semua Desember, sejak tahun  1945. Hasil  senada saya peroleh ketika meneliti BEI dengan sampel periode tahun 2002- 2009. Setiap tahun IHSG di akhir Desember selalu lebih tinggi daripada di awal Desember, rata-rata kenaikan 5,3%.

Saya juga mencoba menghitung kenaikan harga saham dari sehari sebelum Natal hingga akhir tahun selama periode tahun 2002 sampai dengan tahun  2009. 

Setiap tahun, kecuali 2002, harga-harga saham selalu naik hingga akhir tahun dengan rata-rata sebesar 1,4%. Artinya Santa Claus berminat juga ikut rally di lintasan balap BEI, meskipun dengan kecepatan yang lebih lambat dibandingkan di bursa saham AS.

Melihat perilaku IHSG menjelang akhir tahun ini, ada harapan IHSG ditutup lebih tinggi daripada angka saat pembaca menyimak artikel ini. 
Tentunya para trader saham sudah siap dengan strategi beli sekarang dan jual pada awal tahun.

Santa Claus Rally berhubungan dengan January Effect yang jauh lebih populer. January Effect adalah sebuah  fenomena,  harga saham, terutama saham perusahaan kecil, biasanya naik sejak sepekan sebelum pergantian tahun hingga dua pekan pertama di bulan Januari. 

Fenomena ini sering juga disebut turn-of the year effect. Di bursa saham AS, dengan sampel antara tahun 1950 sampai tahun 2004, ditemukan bukti bahwa rata-rata imbal hasil selama tiga pekan periode turn-of-the year tersebut adalah 14,4%.  Angka ini jauh di atas rata-rata imbal hasil tiga  pekan hari-hari biasa yang hanya mencapai 3,9%.

Saya mencoba menghitung imbal hasil IHSG periode turn-of the year ini dengan data sejak Natal tahun 2002 hingga Januari 2010.  Dari delapan  tahun pengamatan, hanya dua  kali periode ini memberi imbal hasil negatif, yaitu tahun  2002 dan 2006. 

Rata-rata kenaikan harga saham jika kita membeli saham sehari sebelum Natal dan jual pada 15 Januari tahun berikutnya adalah sebesar 3,1%. 

Tapi hati-hati jangan sampai terlambat menjual saham. Jika kita beli sehari sebelum Natal dan jual pada akhir Januari tahun berikutnya, imbal hasil melorot menjadi 1,7%. 

Bahkan dari delapan tahun pengamatan tersebut, empat kali imbal hasilnya negatif jika kita menunggu hingga akhir bulan Januari. 
Tentunya perlu diingat bahwa riset ini menggunakan IHSG, bukan saham perusahaan kecil. Berbagai teori diusung untuk menerangkan anomali di bursa saham menjelang akhir tahun.

Misalnya, alasan pajak, window dressing oleh para fund manager, pembagian bonus yang meningkatkan daya beli hingga teori bahwa para investor pesimistis sudah berlibur. 

Namun bagi para trader saham yang lebih menarik adalah bagaimana menikmati suasana akhir tahun di bursa saham dan meraup keuntungan yang sebanyak-banyaknya. 

Sementara itu para investor jangka panjang mungkin memilih berlibur dulu dan baru kembali hunting saham murah pada akhir Januari tahun  depan.                              

 

Bagikan

Berita Terbaru

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal
| Jumat, 22 November 2024 | 09:50 WIB

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal

Tahun ini BPDPKS menargetkan setoran pungutan ekspor sawit sebesar Rp 24 triliun, turun dari target awal

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan
| Jumat, 22 November 2024 | 09:32 WIB

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan

Ribuan masyarakat Indonesia menandatangani petisi yang menolak rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% tersebut

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana
| Jumat, 22 November 2024 | 09:14 WIB

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana

Menurut Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto, tax amnesty tidak bisa diterapkan terus-menerus dalam waktu singkat

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru
| Jumat, 22 November 2024 | 09:12 WIB

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru

Kendati harga saham pendatang baru sudah naik tinggi hingga ratusan persen, waspadai pembalikan arah

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD
| Jumat, 22 November 2024 | 08:58 WIB

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD

Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) sepanjang tahun 2024 bisa melebar jadi 0,9% PDB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun
| Jumat, 22 November 2024 | 08:52 WIB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun

PT Wika Beton Tbk (WTON) memperkirakan, hingga akhir 2024 ini nilai kontrak baru hanya akan mencapai ke Rp 6 triliun.

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi
| Jumat, 22 November 2024 | 08:15 WIB

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi

Keberadaan tiga BUMD pangan yang ada di Jakarta jadi kunci pengendalian inflasi di Provinsi DKI Jakarta

Mimpi ke Piala Dunia
| Jumat, 22 November 2024 | 08:00 WIB

Mimpi ke Piala Dunia

Indonesia harus mulai membuat cetak biru pengembangan sepakbola nasional yang profesional agar mimpi ke Piala Dunia jadi kenyataan.

Status Belum Jelas, Swasta Tunda Proyek Hotel IKN
| Jumat, 22 November 2024 | 07:30 WIB

Status Belum Jelas, Swasta Tunda Proyek Hotel IKN

Sampai saat ini, Presiden Prabowo Subianto belum juga menandatangani Keputusan Presiden (Kepres) soal pemindahan ibu kota.

Daya Beli Lesu, Bisnis Sepeda Layu
| Jumat, 22 November 2024 | 07:20 WIB

Daya Beli Lesu, Bisnis Sepeda Layu

Minat masyarakat untuk membeli sepeda tampak menyusut paska pandemi dan diperparah dengan pelemahan daya beli masyarakat.

INDEKS BERITA

Terpopuler