Berita Market

Dollar AS Makin Berotot di Pengujung Tahun Tikus

Selasa, 07 Desember 2021 | 06:00 WIB
Dollar AS Makin Berotot di Pengujung Tahun Tikus

Reporter: Danielisa Putriadita, Hikma Dirgantara | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Federal Resevere (The Fed) yang cenderung hawkish membuat dollar Amerika Serikat (AS) kian perkasa. Indeks dollar AS per pukul 21.10 WIB kemarin berada di level 96,21. 

Dengan demikian, bila dihitung sejak awal tahun, indeks dollar AS sudah menguat 6,98%. Dollar AS menguat terhadap hampir semua mata uang utama (lihat tabel). Dollar AS antara lain menguat cukup tajam terhadap dollar Australia, mencapai 9,32% sejak awal tahun. Tapi dollar AS masih melemah sekitar 8,78% terhadap yen Jepang.

Selain karena faktor kebijakan The Fed, penguatan dollar AS juga didukung data ekonomi Amerika yang jauh lebih baik dibanding negara lain. Ini membuat dollar AS makin diminati sebagai safe haven dan sarana hedging. 

Baca Juga: Rupiah Jisdor melemah 0,23% ke Rp 14.441 per dolar AS pada Senin (6/12)

Analis menilai, meski yen masih lebih kuat ketimbang dollar AS, minat terhadap yen sebagai aset lindung nilai mulai turun. Pelaku pasar merespons negatif kontraksi ekonomi di negeri bunga sakura ini. 

Kondisi berbeda dengan ekonomi Amerika Serikat yang mencatatkan perbaikan. Bahkan AS telah mencatatkan inflasi tertinggi dalam 25 tahun terakhir, yakni 6,2% di akhir Oktober. Data tenaga kerja Amerika juga mencatatkan gambaran yang positif.

Lantaran kondisi ekonomi cukup kuat, The Fed kini tidak lagi menganggap inflasi bersifat sementara. Ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri menyebut ini menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar. 

Imbasnya, pelaku pasar memperkirakan tapering akan berlangsung lebih cepat dari perkiraan. Padahal selama ini pembelian obligasi menjadi sumber likuiditas. "Pengurangan pembelian obligasi saat ini US$ 15 miliar per bulan, namun dengan sikap The Fed yang hawkish, bisa saja menjadi US$ 30 miliar per bulan," kata Reny. 

Pelaku pasar juga menganggap kenaikan suku bunga acuan AS akan dipercepat. Dari perkiraan semula di kuartal III atau kuartal IV tahun depan, bisa lebih cepat menjadi kuartal II-2022. 

Efeknya, indeks dollar AS diprediksi akan menguat lebih lanjut sampai ada kepastian mengenai sikap dari The Fed soal perubahan kebijakan moneter. Reny memperkirakan, indeks dollar AS masih akan melaju ke arah 97 dalam waktu dekat ini. 

Baca Juga: Arus modal asing hengkang dari pasar keuangan, cadangan devisa diprediksi turun lagi

Analis Monex Investindo Futures Andian Wijaya juga meyakini sentimen penguatan dollar akan berlangsung hingga kuartal I-2022, dengan asumsi The Fed sudah menyelesaikan pelaksanaan tapering yang saat ini berjalan. Hitungan Andian, indeks dollar AS berpotensi kembali ke kisaran 98-100.

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuabi juga memprediksi indeks dollar AS tahun depan bisa naik ke level 98. Efeknya, rupiah tentu akan tertekan. Ia memproyeksikan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di tahun depan akan berada di kisaran Rp 13.900-Rp 14.700 per dollar AS. 

Founder Traderindo.com Wahyu Tribowo Laksono juga memprediksi, dengan asumsi tapering kenaikan suku bunga dipercepat, indeks dollar ASb isa menuju ke 98-100 di tahun depan. "Dollar AS berpotensi naik sebagai jawara di tahun depan," kata Wahyu. 

Reny juga sepakat rupiah berpotensi terus melemah. Meski fundamental Indonesia cukup positif, tapi dia menilai tidak akan banyak membantu rupiah. Pasalnya, pasar uang sangat sensitif terhadap isu eksternal. Jadi sekalipun data ekonomi Indonesia positif, nilai tukar mata uang Garuda masih akan tertekan penguatan dollar AS. 

Ke depan, sentimen utama yang mempengaruhi pasar valas masih datang dari AS. Reny menyarankan investor memegang dollar AS. Secara fundamental, pemulihan ekonomi AS akan jauh lebih baik dibanding negara lain. 

Ini nampak dari data ekonomi AS, seperti indeks manufaktur, data tenaga kerja, hingga inflasi yang jauh lebih baik dari ekspektasi. Sementara, kebijakan yang diambil bank sentral negara lain masih pada tahap normalisasi, sehingga valas lain berpotensi tertekan ketika disandingkan dengan dollar AS.

Baca Juga: Dibayangi Penyebaran Omicron, Begini Nasib Rupiah

Alwi Assegaf, analis Gobal Kapital Investama, menambahkan, pergerakan dollar AS sejatinya bisa tertahan karena penyebaran varian baru virus Covid-19 omicron. Tapi nyatanya, perkembangan virus ini tidak membuat sikap The Fed berubah lebih lunak

Terbaru