Efek Aturan Baru PPnBM Dihapus, Harga Mobil dan Elektronik Bisa Naik
Jumat, 23 Juli 2021 | 06:00 WIB
Reporter: Amalia Nur Fitri, Vina Elvira
| Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pemerintah berencana menghapus aturan pungutan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan diganti dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Para pengusaha otomotif dan barang elektronik masih wait and see. Namun mereka khawatir perubahan kebijakan pungutan pajak bisa menaikkan harga jual produk.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) masih menanti kebijakan terbaru PPnBM dan PPN. Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara menyebutkan, pihaknya memahami pemerintah ingin meningkatkan penerimaan pajak. "Namun di sisi lain, kami ingin industri dalam negeri bisa kembali bergerak," kata dia di acara virtual Industrial Automation, Kamis (22/7).
Kelak, aturan pajak itu akan tertuang di Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Kelima atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Beleid ini tengah dibahas oleh Kementerian Keuangan bersama Komisi XI DPR RI.
Pasal 7A RUU KUP menyebutkan pemerintah akan menerapkan multi tarif PPN yakni 5% atas barang yang dibutuhkan masyarakat dan 25% untuk barang mewah. Tarif PPN tertinggi itulah yang akan mengakomodasi pengenaan barang yang merupakan objek PPnBM yang berlaku saat ini.
Gaikindo masih mengkaji dampak yang akan ditimbulkan oleh aturan itu. Langkah serupa juga dilakukan saat pemerintah memberlakukan perubahan dalam pola pajak untuk kendaraan bermotor sesuai dengan tingkat emisi.
"Saat menganalisis kebijakan tersebut, kami melihat dari tiga poin, pertama pendapatan pemerintah dari pajak tetap diusahakan meningkat, kedua emisi yang diharapkan dari kendaraan bermotor turun, dan ketiga industri otomotif tidak mengalami kontraksi," ungkap Kukuh.
Gaikindo berharap, kebijakan apapun yang dirilis pemerintah, maka harus berimbas pada pertumbuhan. Misalnya, stimulus PPnBM yang mengerek penjualan mobil. "Jadi, harus ada pertumbuhan dari setiap kebijakan yang dikeluarkan," ujar Kukuh.
Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia, Bob Azzam berpendapat, aturan tersebut berpotensi mengerek harga jual mobil yang diproduksi di dalam negeri.
"Di tengah utilitas pabrik yang rendah, pasar domestik yang masih lemah, kami melihat daya beli belum mendukung untuk penerapan berbagai pajak tambahan yang agresif," ucap dia, kemarin.
Efek domino
Apabila pasar otomotif tumbuh stagnan, maka tujuan industrialisasi kendaraan bermotor tidak akan tercapai. Dampaknya bahkan akan terasa hingga ke mata rantai seperti industri komponen otomotif, sektor jasa keuangan, asuransi dan masih banyak lagi. "Jangan sampai membebani konsumen. Kami menimbang bahwa saat ini kondisi perekonomian belum pulih," ucap Bob.
Sementara Business Innovation and Marketing & Sales Director Honda Prospect Motor, Yusak Billy menilai, setiap kebijakan pemerintah tentu telah mempertimbangkan upaya untuk terus mempertahankan tren pertumbuhan pasar otomotif saat ini.
Harold Donel, Head of Product Development & Marketing Research Suzuki Indomobil Sales, mengaku mendukung kebijakan pemerintah. "Kami yakin, apapun yang akan diputuskan oleh pemerintah pasti akan membawa hal baik ke seluruh lapisan masyarakat," ujar dia.
Sedangkan Chief Commercial Officer Polytron Indonesia Tekno Wibowo menilai, jika aturan tersebut berlaku pada barang-barang elektronik, maka akan ada potensi kenaikan harga jual. "Saya tidak tahu barang elektronik yang kena PPnBM, jadi kalau memang PPN dinaikkan, pasti akan menambah tinggi harga elektronik bagi konsumen," kata dia kepada KONTAN, Kamis (22/7). n
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.