Fenomena Pasar dan January Effect

Selasa, 24 Januari 2023 | 07:05 WIB
Fenomena Pasar dan January Effect
[]
dr Hans Kwee | Dosen Magister Ekonomi Univesitas Trisakti dan Universitas Atmajaya

KONTAN.CO.ID - Ada beberapa fenomena di 2022 dan awal 2023 yang menarik perhatian pelaku pasar. Tahun lalu, neraca dagang Indonesia terus mencatatkan surplus. Tetapi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerik Serikat (AS) malah melemah.

Lalu biasanya di Desember ada window dressing. Tetapi di akhir 2022 Sinterklas tidak datang, sehingga Santa Claus rally tidak terjadi. Awal tahun ini pelaku pasar menanti January effect. Tetapi IHSG terlihat terus melemah, dan baru 12 Januari IHSG mulai menguat.

Tahun lalu, Indonesia menikmati surplus neraca dagang akibat kenaikan harga komoditas, karena gangguan pasokan global akibat pandemi Covid-19. Banyak negara yang kegiatan ekonominya terganggu kembali beraktivitas normal setelah pandemi mulai berakhir. Ini mendorong demand komoditas naik untuk menjalankan aktivitas ekonomi.

Tapi di sisi pasokan ada gangguan produksi dan distribusi akibat pandemi. Hasilnya komoditas memasuki periode grand supercycle. Mungkin delapan sampai 12 tahun ke depan harga komoditas akan tetap tinggi. Harga komoditas dan pangan juga naik akibat perang Rusia dan Ukraina, negara penghasil beberapa komoditas strategis. Faktor- faktor ini menyebabkan Indonesia menikmati surplus neraca dagang.

Tetapi kenapa rupiah melemah? Padahal biasanya neraca dagang positif mendorong rupiah menguat. Pelemahan rupiah lebih karena faktor naiknya suku bunga acuan The Fed yang sangat agresif sepanjang 2022. The Fed mengerek suku bunga acuan dari 0%–0,25% menjadi 4,25%–4,5% di akhir 2022.

Kenaikan suku bunga AS membuat rupiah melemah dari Rp 14.300 dan mencapai puncaknya di kisaran Rp 15.700. Ini karena kenaikan bunga Fed mendorong yield obligasi meningkat, sehingga harga obligasi terkoreksi. Alhasil, terjadi capital outflow dari negara berkembang, termasuk Indonesia. Neraca pembayaran mencatatkan aliran dana keluar, yang berakibat pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.

Baca Juga: Wake Up Call: Kinerja Indeks Saham Sepanjang 2022

Aliran modal asing keluar bersih (net outflow) sejak awal 2022 hingga 22 November 2022 di pasar keuangan mencapai Rp 89,57 triliun. Sebagian besar terjadi di pasar surat berharga negara (SBN), sebesar Rp 167,45 triliun. Namun dalam periode yang sama ada aliran modal asing masuk (capital inflow) di pasar saham, Rp 77,88 triliun.

Biarpun terdapat aliran modal asing keluar dari Indonesia, kondisi ini tidak menimbulkan guncangan besar di pasar keuangan Tanah Air dan imbal hasil (yield) SBN. Kepemilikan SBN Indonesia oleh investor asing waktu itu turun banyak dari akhir 2019 yang sebesar 38,57% menjadi 14,06%.

Tetapi penurunan ini tidak berdampak signifikan karena perbankan, Bank Indonesia (BI) dan masyarakat mendominasi kepemilikan di SBN Indonesia. BI memiliki porsi kepemilikan 25,74%, bank 24,74%, lainnya 18,58 %, asuransi dan dana pensiun 16,88%, serta porsi asing sebesar 14,06%.

Tetapi kenapa window dressing absen di akhir tahun lalu, padahal investor asing melakukan net buy. Ternyata ini diakibatkan minat investor asing memburu saham Asia Tenggara turun akibat pembukaan kembali China dari lockdown Covid-19. Ini memicu perpindahan arus dana global ke pasar di kawasan utara Asia, yang valuasinya dinilai lebih murah.

Investor asing mulai mengurangi eksposur ke pasar dengan overweight terbesar di Indonesia dan Singapura, sambil meningkatkan alokasi dananya ke China, Taiwan, Korea Selatan dan Hongkong. China yang melonggarkan pembatasan Covid-nya dan potensi akhir penurunan laba di sektor teknologi memberi dorongan pada bursa saham Taiwan dan Korea Selatan.

Valuasi saham di Asia Tenggara dianggap relatif mahal karena sebagian sudah mengalami tren naik cukup panjang. IHSG sudah mengalami tren naik dari April 2020 hingga September 2022 dan mendorong valuasi saham lebih mahal.

Sangat berbeda dengan Indeks Hangseng yang membuat tren turun dari awal 2021 sampai November 2022 dan Shanghai Composite dari September 2021 sampai November 2022. Indeks Taiwan turun dari awal 2022 sampai November 2022 dan KOSPI dari Agustus 2021 sampai November 2022. Ini yang menyebabkan absennya Santa Claus rally di akhir 2022.

Baca Juga: Memilih Saham Yang Cuan untuk Masa Depan

Bagaimana dengan Januari efek di 2023 ini? Di awal tahun ini, IHSG terlihat terus melemah akibat keluarnya dana asing yang melakukan alokasi dana ke Asia Tengah dan Timur. Ekonomi Indonesia masih sangat baik dan kinerja emiten juga masih sangat menjanjikan. Tetapi perubahan alokasi dana memberi tekanan terhadap harga saham.

Memang, IHSG mulai menguat setelah ekspektasi inflasi AS akan rendah, sehingga The Fed akan memperlambat kenaikan suku bunga, bahkan diharapkan mengakhiri kenaikan di semester I-2023. Suku bunga dianggap sudah hampir mencapai puncak. Pelaku pasar melihat suku bunga akan memuncak jadi 4,89% pada Juni. Sesudah itu The Fed mungkin menurunkan suku bunga acuan.

Selain itu harga gas alam yang relatif terkendali di tengah musim dingin serta pembukaan ekonomi China berpotensi menghindarkan negara kawasan Eropa dari ancaman resesi berkepanjangan. Ini mendorong dana kembali kepada aset berisiko di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di 2023 berjalan sampai 19 Januari, nonresiden mencetak beli bersih Rp 36,33 triliun di pasar SBN dan jual bersih Rp 7,94 triliun di pasar saham.

Kenaikan IHSG juga tidak lepas dari penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Rupiah menguat signifikan setelah ekspektasi inflasi AS segera turun serta suku bunga segera mencapai puncak. The Fed mungkin hanya menaikkan Fed Fund Rate 25 basis poin awal Februari 2023.

Masuknya aliran dana asing ke SBN Indonesia di akhir 2022 juga membantu penguatan rupiah. Masih berlanjutnya surplus neraca perdagangan dan respons positif pelaku pasar terhadap langkah Presiden Joko Widodo merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE) juga berdampak positif.

Ada beberapa sektor baru masuk ke dalam daftar yang harus menempatkan DHE di dalam negeri. Ini menjadi sentimen positif yang membantu kurs rupiah menguat dan membuat stok dollar AS di pasar dalam negeri menjadi lebih banyak.

Apakah fenomena penguatan IHSG akan terus berlanjut? Hal ini masih agak sulit dipastikan karena masih tetap ada risiko perubahan alokasi dana oleh investor asing, mengingat valuasi bursa Hongkong, China, Taiwan dan Korea Selatan relatif lebih murah setelah tren turun panjang. Tetapi secara umum, bursa saham Indonesia satu tahun menjelang pemilu biasanya bergerak positif. Pesta demokrasi di Indonesia membawa dampak positif bagi konsumsi dalam negeri dan cenderung mendorong pasar saham positif.

Bagikan

Berita Terbaru

Ada 15 Saham Berpotensi Keluar Pemantauan Khusus Kriteria 1, Peluang atau Jebakan?
| Selasa, 25 November 2025 | 11:25 WIB

Ada 15 Saham Berpotensi Keluar Pemantauan Khusus Kriteria 1, Peluang atau Jebakan?

Investor mesti fokus pada emiten dengan narasi kuat lantaran saat berhasil keluar dari PPK peluang rebound muncul tetapi dibarengi risiko tinggi.

Mengupas Emiten Sektor Logistik Darat, Antara Tantangan, Peluang, dan Saham Pilihan
| Selasa, 25 November 2025 | 09:10 WIB

Mengupas Emiten Sektor Logistik Darat, Antara Tantangan, Peluang, dan Saham Pilihan

Prospek bisnis logistik darat didukung perkembangan ritel, e-commerce, dan infrastruktur. Namun, ada tantangan dari sisi pengelolaan biaya.

Menakar Peluang Cuan di Saham CBDK dari Sisi Teknikal dan Fundamental
| Selasa, 25 November 2025 | 08:41 WIB

Menakar Peluang Cuan di Saham CBDK dari Sisi Teknikal dan Fundamental

Kinerja keuangan PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) diperkirakan akan tetap tumbuh positif sepanjang tahun 2025.

Bos Djarum Dicekal Bikin Saham BBCA & TOWR Sempat Goyang: Saatnya Serok atau Cabut?
| Selasa, 25 November 2025 | 08:13 WIB

Bos Djarum Dicekal Bikin Saham BBCA & TOWR Sempat Goyang: Saatnya Serok atau Cabut?

Tekanan yang dialami saham BBCA mereda setelah pada Selasa (24/11) bank swasta tersebut mengumumkan pembagian dividen interim.

Bankir Optimistis Pertumbuhan Kredit Konsumer Membaik di Akhir Tahun
| Selasa, 25 November 2025 | 08:09 WIB

Bankir Optimistis Pertumbuhan Kredit Konsumer Membaik di Akhir Tahun

Para bankir optimistis akan terjadi perbaikan pertumbuhan  kredit konsumer menjelang akhir tahun, ditopang momentum natal dan tahun baru 

Menggelar IPO, Abadi Lestari (RLCO) Tawarkan 625 Juta Saham
| Selasa, 25 November 2025 | 07:49 WIB

Menggelar IPO, Abadi Lestari (RLCO) Tawarkan 625 Juta Saham

PT Abadi Lestari Indonesia Tbk (RLCO) berencana untuk IPO dengan menawarkan maksimal 625 juta saham kepada publik. 

Permintaan Domestik Kuat, Kinerja Elnusa (ELSA) Bisa Melesat
| Selasa, 25 November 2025 | 07:41 WIB

Permintaan Domestik Kuat, Kinerja Elnusa (ELSA) Bisa Melesat

Prospek kinerja PT Elnusa Tbk (ELSA) masih menjanjikan. Segmen penjualan barang dan jasa distribusi serta logistik energi bakal jadi motor utama.

Siasat Asahimas Flat Glass (AMFG) Hadapi Penurunan Penjualan Kaca
| Selasa, 25 November 2025 | 07:40 WIB

Siasat Asahimas Flat Glass (AMFG) Hadapi Penurunan Penjualan Kaca

Seiring dengan pelemahan pasar, terjadi kenaikan biaya produksi AMFG yang dipicu oleh fluktuasi harga gas alam.

Patrick Walujo Mundur, Skenario Merger GOTO dan Grab Kian Terbuka
| Selasa, 25 November 2025 | 07:33 WIB

Patrick Walujo Mundur, Skenario Merger GOTO dan Grab Kian Terbuka

Suksesi kepemimpinan menambah kental aroma rencana merger GOTO dan Grab pasca Patrick Sugito Walujo resmi mengundurkan diri dari jabatan CEO GOTO.

Transcoal Pacific (TCPI) Tetap Menjaring Cuan Pengangkutan Laut
| Selasa, 25 November 2025 | 07:25 WIB

Transcoal Pacific (TCPI) Tetap Menjaring Cuan Pengangkutan Laut

TCPI akan mengoptimalkan utilisasi armada yang ada serta melakukan peremajaan kapal secara bertahap.

INDEKS BERITA

Terpopuler