Follow The Money

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keberanian Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi jumbo di anak usaha PT Pertamina (Persero) layak mendapat apresiasi. Korps Adhyaksa itu mengendus kejanggalan pengadaan bahan bakar Pertamax RON 92 periode 2018 - 2023.
Dugaan sementara, Pertamax dioplos dengan minyak mentah berkualitas rendah tapi dijual setara Pertamax RON 92. Kerugian negara ditaksir nyaris mencapai Rp 1.000 triliun.
Tentu, pembeli Pertamax RON 92 merasa kecele. Di satu sisi mereka beralih ke Pertamax karena merasa tak berhak pakai Pertalite yang disubsidi. Ada juga yang pakai Pertamax karena kebutuhan mesin mobil yang kudu pakai RON tinggi. Ada juga kelompok yang pakai Pertamax karena tak mau membuang timbal lebih banyak.
Ketiga kelompok masyarakat konsumen Pertamax itulah yang langsung dirugikan. Sebagian mereka berencana melakukan class action ke Pertamina. Maklum, ada banyak hak konsumen yang dilanggar jika dugaan korupsi itu berhasil dibuktikan Kejaksaan Agung.
Selain kecele, konsumen dan warga juga banyak yang bertanya kenapa baru sekarang aktivitas haram itu diketahui? Sementara Pertamina dan anak-anak usahanya berulang kali mendapat penghargaan dalam hal lingkungan, sosial dan tata kelola alias ESG.
Yang terbaru, bulan Januari lalu, lembaga rating bergengsi MSCI ESG Research LLC (MSCI) telah memberikan skor BBB kepada PT Pertamina Patra Niaga, anak usaha Pertamina yang kini berurusan dengan Kejaksaan Agung itu. Kini reputasi itu tercoreng sudah.
Selanjutnya, publik ataupun konsumen tentu berhak bertanya, kemana aliran dana besar dari penjualan dari bahan bakar RON rendah menjadi Pertamax tersebut? Tentu sulit dicerna jika aliran dana sebesar itu tak terlacak dalam buku transaksi yang ada di pembukuan.
Tak masuk akal jika dana selisih dari potensi kerugian negara itu ditarik tunai, kemudian dibawa lalu-lalang memakai truk atau kontainer. Jadi, saatnya follow the money! Telisik saja ke mana perpindahan dan parkirnya uang tersebut.
Semakin aneh jika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan auditor keuangan independen tak mengendus perpindahan dana jumbo itu.
Semoga, Kejaksaan Agung berani memeriksa semua pihak terkait. Termasuk penerima manfaat aliran dananya. Saatnya bersih-bersih, karena publik jengah dengan liga korupsi!