G7 Sepakati Tarif Pajak Global Minimal, Raksasa Teknologi Bersiap Bayar Lebih Mahal

Senin, 07 Juni 2021 | 10:12 WIB
G7 Sepakati Tarif Pajak Global Minimal, Raksasa Teknologi Bersiap Bayar Lebih Mahal
[ILUSTRASI. Para peserta KTT menteri keuangan negara G7 di Lancaster House, London, Inggris, Sabtu (5/6/2021). REUTERS/Henry Nicholls/Pool]
Reporter: Sumber: Reuters | Editor: Thomas Hadiwinata

KONTAN.CO.ID - LONDON. Negara-negara yang tergabung dalam kelompok ekonomi makmur, Sabtu (5/7) menyepakati pemberlakuan tarif pajak perusahaan global minimum, sebesar 15%. Kesepakatan ini menjadi jalan bagi negara-negara anggota G7 untuk mengantongi penerimaan pajak lebih besar dari perusahaan multinasional, semacam Amazon dan Google.

Aturan ini memungkinkan Amerika Serikat (AS), Inggris, dan negara-negara kaya lain, yang tengah kesulitan likuiditas akibat pandemi Covid-19, mengantongi tambahan penerimaan pajak hingga ratusan miliar dollar AS. Kesepakatan itu memangkas insentif bagi perusahaan-perusahaan raksasa mereka untuk mengalihkan keuntungan mereka ke surga lepas pantai dengan pajak rendah.

"Para menteri keuangan G7 telah mencapai kesepakatan bersejarah untuk mereformasi sistem pajak global agar sesuai dengan era digital global," kata Menteri Keuangan Inggris Rishi Sunak setelah memimpin pertemuan selama dua hari.  Pertemuan yang berlangsung di sebuah rumah megah abad ke-19 di dekat Istana Buckingham di pusat kota London itu, merupakan ajang pertama para menteri keuangan bertemu tatap muka sejak awal pandemi.

Baca Juga: Inggris mengajak dunia untuk selesaikan vaksinasi Covid-19 global pada 2022

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan "komitmen yang signifikan dan belum pernah terjadi sebelumnya" akan mengakhiri apa yang dia sebut perlombaan ke bawah dalam perpajakan global. Proses pembahasan kesepakatan itu sendiri telah berlangsung delapan tahun, dan sempat terhenti.

Proses pembahasan kesepakatan yang telah berumur delapan tahun sempat terhenti. Negosiasi kembali meluncur setelah mendapat dorongan dari Pemerintah AS di bawah Presiden Joe Biden. Itu sebabnya, Yellen melihat pertemuan G7 sebagai awal dari kembalinya multilateralisme AS di bawah Biden.

Posisi administrasi AS terkini kontras dengan pendekatan Presiden AS Donald Trump, yang mengasingkan banyak sekutu AS. "Apa yang saya lihat selama saya di G7 ini adalah kolaborasi yang mendalam dan keinginan untuk mengoordinasikan dan mengatasi masalah global yang jauh lebih luas," katanya.

Baca Juga: Pemerintah bakal revisi UU Tata Cara Perpajakan, ini kata pengamat pajak

Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz mengatakan kesepakatan itu adalah "berita buruk bagi surga pajak di seluruh dunia.” Rezim pajak internasional yang kini berlaku merupakan warisan dari aturan yang disusun di tahun 1920-an. Tak heran, aturan itu memiliki banyak celah yang bisa dimanfaatkan raksasa teknologi multinasional yang menjual layanan dari jarak jauh dan mengaitkan sebagian besar keuntungan mereka dengan kekayaan intelektual yang diadakan di yurisdiksi pajak rendah.

Facebook, salah satu perusahaan yang menjadi target rezim pajak global yang baru, memperkirakan harus membayar lebih banyak pajak, di lebih banyak negara. “Kami ingin proses reformasi pajak internasional berhasil dan menyadari ini bisa berarti Facebook membayar lebih banyak pajak, dan di tempat yang berbeda,” ujar Nick Clegg, wakil presiden Facebook untuk urusan global dan mantan wakil perdana menteri Inggris.

Negara-negara Eropa khawatir, Amazon yang memiliki margin keuntungan lebih rendah daripada kebanyakan perusahaan teknologi, masih mampu meloloskan diri dari jerat yang dipasang rezim pajak global terbaru. Namun Yellen optimistis, Amazon akan turut masuk dalam daftar perusahaan yang harus mengikuti aturan pajak minimum.

Yellen juga mengatakan negara-negara Eropa harus menghapus pajak layanan digital yang saat ini berlaku. Pemerintah AS menilai aturan itu akan memberatkan entitas bisnis asal AS saat aturan global baru mulai berlaku. “Ada kesepakatan luas bahwa kedua hal ini berjalan beriringan,” katanya.

Rincian ketentuan kunci masih harus dinegosiasikan selama beberapa bulan mendatang. Kesepakatan yang diambil pada Sabtu kemarin menyatakan hanya "perusahaan multinasional terbesar dan paling menguntungkan" yang akan terpengaruh.

Bagaimana pendapatan pajak akan dibagi juga belum final. Setiap kesepakatan di antara negara G7 harus melewati Kongres AS untuk dinyatakan berlaku di Negeri Paman Sam.

Sejumlah pihak menilai kesepakatan historis itu belum memadai. Menteri Keuangan Prancis Bruno Le Maire mengatakan dia akan mendorong tarif pajak minimum yang lebih tinggi, dan menyebut 15% sebagai titik awal.

Baca Juga: Masukan pelaku usaha dan DPR untuk pemerintah dalam menangkap peluang investasi

Beberapa kelompok kampanye juga mengutuk apa yang mereka lihat sebagai kurangnya ambisi. “Mereka menetapkan standar yang sangat rendah sehingga perusahaan bisa saja melangkahinya,” kata kepala kebijakan ketidaksetaraan Oxfam, Max Lawson.

Tetapi menteri keuangan Irlandia Paschal Donohoe, yang negaranya berpotensi terkena dampak karena tarif pajak 12,5%, mengatakan setiap kesepakatan global juga perlu mempertimbangkan negara-negara yang lebih kecil.

G7 mencakup Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Inggris, Prancis, Italia, dan Kanada.

Selanjutnya: Catat! Perusahaan yang merugi bakal membayar PPh minimum 1%

 

Bagikan

Berita Terbaru

Merdeka Battery Material (MBMA) Suntik Modal Anak Usaha US$ 51 juta
| Kamis, 18 Desember 2025 | 10:30 WIB

Merdeka Battery Material (MBMA) Suntik Modal Anak Usaha US$ 51 juta

PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) mengumumkan transaksi pemberian pinjaman ke anak usaha terkendali yakni PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM).​

Pengendali Tambah Porsi Kepemilikan 66,5 Juta Saham di SILO
| Kamis, 18 Desember 2025 | 10:14 WIB

Pengendali Tambah Porsi Kepemilikan 66,5 Juta Saham di SILO

Pengendali PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO), Sight Investment Company Pte Ltd selaku menambah porsi kepemilikan sahamnya di SILO. 

Sucor Sekuritas Siap Bawa Tiga Perusahaan Melantai di BEI
| Kamis, 18 Desember 2025 | 10:10 WIB

Sucor Sekuritas Siap Bawa Tiga Perusahaan Melantai di BEI

Sucor Sekuritas akan membawa tiga perusahaan jumbo untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) di tahun 2026.

Ada Libur Natal dan Tahun Baru, Penjualan AMRT Bisa Menderu
| Kamis, 18 Desember 2025 | 10:04 WIB

Ada Libur Natal dan Tahun Baru, Penjualan AMRT Bisa Menderu

Salah satu emiten ritel yang diproyeksi bakal kecipratan rezeki dari momen Natal dan tahun baru 2025 adalah PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT).

Emiten MIND ID Siap Genjot Kinerja Pada 2026
| Kamis, 18 Desember 2025 | 09:58 WIB

Emiten MIND ID Siap Genjot Kinerja Pada 2026

Emiten pertambangan anggota holding MIND ID membidik pertumbuhan kinerja keuangan dan produksi pada 2026​.

Angkat Hans Patuwo Jadi CEO Baru, Kinerja GOTO Bisa Melaju
| Kamis, 18 Desember 2025 | 09:49 WIB

Angkat Hans Patuwo Jadi CEO Baru, Kinerja GOTO Bisa Melaju

Hans Patuwo akhirnya resmi ditunjuk sebagai Direktur Utama dan Group Chief Executive Officer (CEO)  PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).

Superbank (SUPA) Listing di BEI, Emiten Grup Emtek Semakin Seksi
| Kamis, 18 Desember 2025 | 09:42 WIB

Superbank (SUPA) Listing di BEI, Emiten Grup Emtek Semakin Seksi

Berbagai aksi korporasi dilakukan Grup Emtek di sepanjang tahun 2025. Terbaru, PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA) resmi listing di BEI. ​

Laju Ekonomi 5,4% Belum Mampu Serap Tenaga Kerja
| Kamis, 18 Desember 2025 | 09:30 WIB

Laju Ekonomi 5,4% Belum Mampu Serap Tenaga Kerja

Tingginya target pertumbuhan ekonomi Indonesia, belum sepenuhnya bisa menyelesaikan persoalan tenaga kerja

Paradoks Akhir Tahun: Pemerintah Tebar Diskon, Alam Bunyikan Alarm Bahaya
| Kamis, 18 Desember 2025 | 09:00 WIB

Paradoks Akhir Tahun: Pemerintah Tebar Diskon, Alam Bunyikan Alarm Bahaya

Jika warga Jakarta batal ke luar kota, perputaran uang akan terkunci sehingga pemerataan ekonomi antardaerah tertahan.

Ruang Pemangkasan Bunga Acuan Lebih Sempit
| Kamis, 18 Desember 2025 | 08:43 WIB

Ruang Pemangkasan Bunga Acuan Lebih Sempit

Bank Indonesia (BI) menutup tahun 2025 dengan mempertahankan suku bunga acuan alias BI rate di level 4,75%

INDEKS BERITA

Terpopuler