Harga Gas Industri Melonjak, Aspebindo Desak Pemerintah Ambil Langkah Konkret

Sabtu, 29 Maret 2025 | 20:39 WIB
Harga Gas Industri Melonjak, Aspebindo Desak Pemerintah Ambil Langkah Konkret
[ILUSTRASI. Suasana area Lapangan Unitisasi Gas Jambaran-Tiung Biru (JTB)Êdi Bojonegoro, Jawa Timur, Rabu (21/12/2022). Lapangan Unitisasi Gas JTB mampu memproduksiÊsales gasÊsebesar 192 Million Standard Cubic Feet per Day (MMSCFD) untuk memenuhi kebutuhan industri yang ada di sebagian Wilayah Jawa. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.]
Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pemasok Energi Mineral dan Batubara Indonesia (Aspebindo) mengungkapkan adanya lonjakan harga gas untuk sektor industri dan komersial non-PGBT (Pengguna Gas Bumi Tertentu).

Menurut Wakil Ketua Umum Aspebindo Fathul Nugroho harga gas telah meningkat sejak kuartal pertama 2024, dari sebelumnya US$ 10,2 per MMBTU menjadi US$ 14,27 per MMBTU.

Kenaikan ini diperkirakan akan berlanjut pada April 2025, dengan harga melonjak hingga US$ 16,89 per MMBTU, sesuai pemberitahuan dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) kepada pelanggan pada akhir Maret 2025.

Baca Juga: Kementerian ESDM Lanjutkan Program Harga Gas Murah dengan Skema Baru

Ketimpangan Kebijakan Energi Dinilai Jadi Penyebab

Fathul menjelaskan bahwa kenaikan harga ini terjadi akibat ketimpangan kebijakan energi, di mana pelanggan non-PGBT harus menanggung biaya lebih tinggi akibat terbatasnya pasokan gas dalam negeri.

Salah satu penyebab utama adalah penurunan produksi gas sekitar 15% dari Blok Koridor, yang dikelola oleh PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), sejak awal 2024.

Selain itu, keputusan pemerintah untuk memperpanjang kebijakan PGBT pada awal 2025 memperparah situasi.

Fathul menilai bahwa alokasi gas pipa lebih banyak diberikan kepada pelanggan PGBT, sementara pelanggan non-PGBT terpaksa bergantung pada pasokan Liquefied Natural Gas (LNG) yang lebih mahal akibat berkurangnya suplai domestik.

Baca Juga: Harga Gas Murah Industri Tunggu Perpres Terbit

“Akibatnya, harga gas bagi pelanggan non-PGBT melonjak hingga 60% dibandingkan kondisi normal sebelumnya. Padahal, mereka membeli gas dengan harga yang lebih kompetitif dibanding pelanggan PGBT,” kata Fathul.

Menurutnya, situasi ini tidak adil karena pelanggan non-PGBT bukan penyebab kelangkaan gas, tetapi justru harus menanggung beban kenaikan harga.

Oleh karena itu, Aspebindo mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah konkret guna mengatasi kekurangan pasokan gas dalam negeri.

Aspebindo Usulkan Pengalihan Ekspor Gas ke Pasar Domestik

Sebagai solusi, Aspebindo meminta pemerintah untuk mengalihkan sementara sebagian ekspor gas pipa ke Singapura agar dapat digunakan untuk kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) melalui PGN.

Langkah ini diharapkan dapat menyeimbangkan pasokan serta menekan biaya energi bagi industri dan sektor komersial.

“Pemerintah harus memastikan pasokan gas dalam negeri cukup untuk mendukung industri nasional sebelum mengutamakan ekspor,” tegas Fathul.

Baca Juga: Harga Gas HGBT Berpotensi Naik, Simak Rekomendasi Saham Perusahaan Gas Negara (PGAS)

Ia menambahkan bahwa kepastian pasokan gas yang stabil dan harga yang wajar merupakan faktor penting dalam menjaga pertumbuhan ekonomi, kelangsungan industri, dan kesejahteraan tenaga kerja di Indonesia.

Dengan meningkatnya tekanan dari pelaku industri, pemerintah diharapkan segera merespons agar lonjakan harga gas tidak semakin membebani dunia usaha dan perekonomian nasional.

Bagikan

Berita Terkait

Berita Terbaru

Kinerja BBCA Oktober: Pertumbuhan Laba Melambat Tapi Masih Sesuai Proyeksi Analis
| Senin, 17 November 2025 | 13:17 WIB

Kinerja BBCA Oktober: Pertumbuhan Laba Melambat Tapi Masih Sesuai Proyeksi Analis

BCA catat laba Rp 48,26 triliun di Oktober 2025, naik 4,39% secara tahunan dan sesuai proyeksi analis

Membedah Dampak Redenominasi Rupiah untuk Perekonomian
| Senin, 17 November 2025 | 10:33 WIB

Membedah Dampak Redenominasi Rupiah untuk Perekonomian

Situasi ekonomi suatu negara sangat mempengaruhi keberhasilan redenominasi. Ada beberapa aspek yang membuat kebijakan ini gagal.

Pelemahan Harga Properti, CTRA dan SMRA Tahan Banting dan Lebih Bisa Beradaptasi
| Senin, 17 November 2025 | 09:57 WIB

Pelemahan Harga Properti, CTRA dan SMRA Tahan Banting dan Lebih Bisa Beradaptasi

Survei harga properti BI menunjukkan pertumbuhan harga properti residensial di pasar primer melambat, hanya naik 0,84% YoY hingga kuartal III-2025

Strategi Transformasi ASSA Berbuah Manis: Laba Melonjak, Saham Direkomendasikan Buy
| Senin, 17 November 2025 | 08:30 WIB

Strategi Transformasi ASSA Berbuah Manis: Laba Melonjak, Saham Direkomendasikan Buy

Laba bersih PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) melompat didorong bisnis logistik dan penjualan kendaraan bekas.

Daya Beli Konsumen bisa Menguat, Saham Ritel AMRT dan MIDI Siap Tancap Gas?
| Senin, 17 November 2025 | 08:09 WIB

Daya Beli Konsumen bisa Menguat, Saham Ritel AMRT dan MIDI Siap Tancap Gas?

Menjelang momen musiman Nataru, kinerja emiten ritel modern seperti PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) diprediksi menguat.

Dana Kelolaan Reksadana Pecah Rekor Rp 621 Tiliun, Aset Defensif jadi Andalan
| Senin, 17 November 2025 | 08:00 WIB

Dana Kelolaan Reksadana Pecah Rekor Rp 621 Tiliun, Aset Defensif jadi Andalan

Tujuh tahun mentok di sekitar Rp 500-an triliun, akhirnya dana kelolaan industri reksadana tembus level Rp 600 triliun.  

Investor Ritel Lebih Mengincar ST015 Tenor Dua Tahun
| Senin, 17 November 2025 | 06:45 WIB

Investor Ritel Lebih Mengincar ST015 Tenor Dua Tahun

Berdasarkan catatan salah satu mitra distribusi, Bibit, ST015 tenor dua tahun ST015T2 mencatatkan penjualan lebih banyak

Prospek Ekonomi Global Mendongkrak Logam Industri
| Senin, 17 November 2025 | 06:30 WIB

Prospek Ekonomi Global Mendongkrak Logam Industri

Harga logam industri terangkat oleh kombinasi sentimen makro yang membaik serta tekanan pasokan global yang belum mereda.

Rupiah Pekan Ini Menanti Data Ekonomi
| Senin, 17 November 2025 | 06:15 WIB

Rupiah Pekan Ini Menanti Data Ekonomi

Rupiah menguat 0,13% secara harian ke level Rp 16.707 per dolar AS pada Jumat (14/11). Namun, dalam sepekan lalu, rupiah melemah 0,10%. 

Jalan Tengah UMP 2026
| Senin, 17 November 2025 | 06:14 WIB

Jalan Tengah UMP 2026

Negara ini butuh upah yang layak dan iklim usaha yang sehat. Keduanya bisa berjalan jika semua pihak bersedia mendekat ke tengah.

INDEKS BERITA

Terpopuler