Harga Komoditas Lemah, Divisi Agribisnis Indofood (INDF) Rugi Rp 222 Miliar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lengan bisnis PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF) di bidang agribisnis, Indofood Agri Resources Limited alias IndoAgri, mencetak kerugian pada 2018 lalu akibat lemahnya harga komoditas.
Sepanjang 2018 lalu, IndoAgri membukukan rugi bersih sebesar Rp 221,76 miliar atau minus Rp 159 per saham. Padahal, pada 2017 lalu, IndoAgri masih membukukan laba bersih sebesar Rp 447,3 miliar.
Meski volume produksi minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO) meningkat, lemahnya harga komoditas sepanjang 2018 lalu menyebabkan pendapatan dan laba divisi perkebunan anjlok.
Pada kuartal IV-2018, IndoAgri mencatat pemulihan produksi yang kuat. Produksi tandan buah segar (TBS) dan CPO masing-masing naik 17% dan 20%. Sepanjang 2018, volume produksi TBS dan CPO naik 9%, masing-masing menjadi 3,38 juta metrik ton dan 931.000 metrik ton.
Namun, harga CPO pada tahun lalu merosot dibandingkan tahun sebelumnya. Rata-rata harga CPO di Bursa CIF Rotterdam sepanjang 2018 lalu sebesar US$ 601 per ton. Sementara pada 2017 lalu, rata-rata harga CPO di CIF Rotterdam mencapai US$ 717 per ton.
Manajemen IndoAgri dalam penjelasan di laporan keuangan 2018 menyebutkan, penurunan harga CPO disebabkan oleh perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS). China telah mengenakan bea masuk pada kedelai AS.
Seiring penurunan harga kedelai, peningkatan produksi dan stok CPO akhir tahun di tengah lemahnya permintaan global membuat harga CPO berada di bawah tekanan.
Lemahnya harga CPO membuat pendapatan divisi perkebunan IndoAgri turun sebesar 15,3% menjadi Rp 8,58 triliun.
Penurunan ini sebagian ditutup oleh kinerja kuat dari divisi minyak nabati dan lemak. Pada 2018 lalu, pendapatan divisi minyak nabati dan lemak IndoAgri naik tipis sebesar 2,9% menjadi Rp 10,6 triliun.
Meski begitu, kenaikan pendapatan divisi minyak nabati tidak mampu menutup penurunan pendapatan divisi perkebunan. Alhasil, total pendapatan IndoAgri sepanjang 2018 lalu turun 10,6% menjadi Rp 14,06 triliun. Sementara laba kotor turun sebear 28% menjadi Rp 2,2 triliun.
Kinerja IndoAgri juga semakin tertekan akibat kerugian selisih kurs yang timbul dari pelemahan rupiah.
Sepanjang 2018 lalu, IndoAgri mencatat kerugian selisih kurs sebesar Rp 118 miliar. Pada tahun sebelumnya, kerugian mata uang asing hanya sebesar Rp 14,5 miliar.
Manajemen IndoAgri mengatakan, perusahaan telah mengurangi pinjaman dalam denominasi dollar AS melalui pembayaran kembali beberapa fasilitas kredit pada 2018 lalu dan menurunkan campuran pinjaman dollar AS menjadi 10% atau US$ 75 juta per akhir Desember 2018.
Penurunan kinerja IndoAgri juga dipengaruhi oleh lebih rendahnya bagian laba dari usaha patungan di bisnis gula di Brasil yang dioperasikan oleh Companhia Mineira de Acucar e Alcool Participacoes (CMAA).
Pada 2018 lalu, IndoAgri memperoleh bagian laba dari CMAA sebesar Rp 29 miliar. Padahal, pada tahun sebelumnya, IndoAgri masih memperoleh bagian laba sebesar Rp 139 miliar. Penurunan laba dari CMAA ini disebabkan oleh penurunan harga gula.
"Meski produksi meningkat dan kinerja kuat dari divisi minyak nabati dan lemak, hasil kinerja kami lebih rendah terutama karena sangat rendahnya harga CPO dan gula pada 2018," ujar Mark Wakeford, CEO and Executive Director IndoAgri, dalam siaran pers perusahaan.
Manajemen IndoAgri memproyeksikan, harga CPO akan tetap fluktuatif akibat ketidakpastian ekonomi yang timbul dari ketegangan perdagangan AS-China. Permintaan CPO diperkirakan masih akan datang dari pasar impor utama seperti China dan India.
Induk usaha PT Salim Invomas Pratama Tbk (SIMP) ini optimistis, kinerja operasional perusahaan akan terus didukung oleh konsumsi domestik yang besar dan kondisi ekonomi di Indonesia.
Permintaan kelapa sawit dalam negeri diperkirakan akan lebih didukung oleh peluncuran program B20 dan niat pemerintah untuk mempercepat implementasi program kewajiban biodisel B30 pada 2019.
Tahun ini, IndoAgri fokus menggelar program penanaman kembali di atas lahan seluas 4.000 hektare di Sumatra Utara dan Riau.
IndoAgri juga akan merampungkan pembangunan pabrik pengolahan CPO dengan kapasitas 45 metrik ton TBS per jam di Kalimantan yang ditargetkan selesai pada kuartal IV-2019.
Selain itu, IndoAgri menargetkan konstruksi pabrik cokelat akan selesai pada tahun ini dan mulai produksi komersial di kuartal II-2019.
IndoAgri merupakan grup agribisnis yang terdiversifikasi dan terintegrasi. Bisnis utama IndoAgri adalah bisnis kelapa sawit mulai penelitian, pembibitan, budidaya, penggilingan dan pemurnian minyak sawit mentah, hingga pemasaran dan distribusi minyak goreng, margarin, dan produk turunan lainnya.
Selain kelapa sawit, IndoAgri juga memiliki bisnis budidaya tanaman lainnya seperti karet, tebu, kako dan teh.
Per akhir Desember 2018, IndoAgri memiliki 301.721 hektare lahan di Indonesia yang ditanami kelapa sawit, karet, tebu, kakao, dan teh. Di Brasil, IndoAgri melalui CMAA memiliki lahan seluas 79.268 hektare.
IndoAgri merupakan anak usaha Indofood Sukses Makmur (INDF). Indofood menguasai 74,34% kepemilikan saham di IndoAgri. Pemilik manfaat alias beneficial owner IndoAgri adalah Anthoni Salim.