KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kurs mata uang Garuda berpeluang menguat terhadap dollar Amerika Serikat pada awal pekan ini. Sentimen positif berasal dari data ekonomi AS.
Seperti diketahui, Jumat (26/7), rupiah di pasar spot melemah 0,23% ke Rp 14.009 per dollar AS. Serupa, kurs tengah rupiah di Bank Indonesia juga turun 0,11% ke posisi Rp 14.001 per dollar AS.
Menurut analis Monex Investindo Futures Faisyal, sentimen positif bagi rupiah datang setelah data awal pertumbuhan ekonomi AS di kuartal II-2019 hanya 2,1%.
Angka ini memang lebih baik dari prediksi konsensus pasar sebesar 1,8%, tetapi masih lebih rendah dibandingkan capaian di periode yang sama di tahun lalu sebesar 3,1%.
Penurunan pertumbuhan ekonomi AS dapat memperkuat sikap dovish The Federal Reserves. Alhasil, potensi bank sentral AS tersebut untuk menurunkan suku bunga acuan Negeri Paman Sam di akhir bulan nanti semakin besar.
"Dollar AS berada dalam tekanan jelang Federal Open Market Committee (FOMC) yang berlangsung pada tengah pekan ini," kata dia, akhir pekan lalu.
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail Zaini menambahkan, data awal dari proyeksi pertumbuhan ekonomi AS tersebut cukup penting.
"Data PDB AS ini biasanya menjadi acuan seberapa banyak The Fed akan menurunkan suku bunga acuan saat pertemuan FOMC berlangsung," ujar dia.
Masih menanti negosiasi dagang AS-China
Di samping FOMC, arah rupiah pada hari ini juga akan dipengaruhi oleh penantian para pelaku pasar terhadap kelanjutan negosiasi dagang antara AS dan China.
Tanggal 30 Juli nanti, perwakilan AS dan China dijadwalkan bertemu untuk membahas hal tersebut di Shanghai.
Praktis sentimen eksternal ini akan mendominasi pergerakan rupiah sepanjang hari ini.
Apalagi mengingat belum ada sentimen atau data ekonomi baru dari dalam negeri yang cukup signifikan untuk menggerakan rupiah hingga akhir bulan nanti.
Menurut Mikail, rupiah berpotensi menguat di rentang Rp 13.900–Rp 14.000 per dollar AS.
Sedangkan Faisyal memprediksi, mata uang garuda ada di kisaran US$ 13.935–Rp 14.150 per dollar AS.