KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Yang dikhawatirkan terjadi juga. "Bom waktu" itu meledak. Ya, bom waktu pembayaran utang Indonesia.
Semasa berkuasa satu dasawarsa saja, Joko Widodo menambah utang hampir Rp 6.000 triliun. Tepatnya Rp 5.958,63 triliun.
Hitungannya, per September 2014 atau sebulan sebelum Jokowi memerintah, utang Indonesia sekitar Rp 2.601,72 triliun. Lalu berdasarkan dokumen laporan APBN Kita Edisi November 2024, posisi utang pemerintah Rp 8.560,35 triliun per akhir Oktober 2024. Di 2025 utang jatuh tempo pemerintah mencapai Rp 800,33 triliun.
"Warisan" utang Jokowi ini menjadi salah satu sebab Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tidak leluasa menjalankan roda pemerintahan. Apalagi pemerintah memiliki program, Makan Bergizi Gratis (MBG), yang membutuhkan besar.
Efisiensi kata kunci. Tapi, pemerintah melakukan hal kontradiktif dengan seruan efisiensi.
Seperti Gibran yang menggelar "Razia Ganteng" di sela kunjungan ke SMAN 4, Depok saat memantau MBG. Putera sulung Jokowi mendatangkan barbershop profesional untuk merapikan siswa laki-laki berambut panjang. Ia membagikan kegiatan tersebut di media sosial.
Gibran sangat aktif menyambangi sekolah-sekolah. Sebuah kegiatan yang seharusnya bisa dilimpahkan ke pihak lain. Sebagai wapres, seharusnya ia memikirkan urusan jauh lebih besar. Terutama terkait ekonomi negeri ini yang tidak baik-baik saja.
Maka, muncul spekulasi, Gibran melakukan pencitraan untuk modal pemilihan presiden 2029. Mengingat, para siswa itu akan menjadi pemilih pertama di tahun 2029.
Sepak terjang elite menimbulkan ketidaksukaan publik. Di X atau Twitter kemarin ramai tagar #KaburAjaDulu.
Tagar itu menggambarkan kaum muda Indonesia yang memilih berkarier atau mencari nafkah di luar negeri. Bukan melulu materi, beberapa komentar di tagar itu berkisah tentang kegalauan terhadap Pemerintah Indonesia.
Lalu reaksi investor terlihat di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang dalam tren melemah, di bawah 7.000. Kemarin tutup di 6.638,46. Sementara rupiah betah di Rp 16.200-Rp 16.300 per dolar AS.
Sebaiknya Prabowo mulai bersikap tegas. Seperti berbagi beban dengan Gibran atau meniru Vietnam: memangkas jumlah kementerian, bukan cuma efisiensi.
Jangan biarkan program pencitraan memakai duit APBN di tengah beban rakyat yang makin berat. Yang terjadi bukan Menuju Indonesia Emas, tapi Indonesia Ganteng.