Inilah Strategi Manajer Investasi Jaga Hasil Reksadana Campuran

Senin, 29 November 2021 | 04:55 WIB
Inilah Strategi Manajer Investasi Jaga Hasil Reksadana Campuran
[]
Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Avanty Nurdiana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keinginan The Federal Reserve (The Fed) untuk mempercepat proses tapering off dan menaikkan suku bunga memunculkan gejolak di pasar modal. Namun, manajer investasi tetap optimistis bisa mengoptimalkan kinerja reksadana, terutama reksadana campuran.  MI mengandalkan investasi saham untuk mendongkrak kinerja reksadana campuran. 

Investment Director Schroder Investment Management Indonesia Irwanti mengatakan, pengetatan kebijakan moneter dapat berdampak negatif ke pasar obligasi. Sejak keluarnya isu tapering off di akhir tahun ini, investor asing mulai hengkang dari pasar obligasi.

Namun, di satu sisi, Irwanti masih melihat yield Surat Utang Negara (SUN) relatif stabil didukung oleh investor domestik. Kepemilikan asing di SUN yang cukup rendah sekitar 21% akan membuat pasar modal Indonesia lebih defensif dalam menghadapi tapering off saat ini.

Baca Juga: Pasar saham bullish, Avrist AM fokus pilih saham big cap

Sementara itu, dampak isu kenaikan suku bunga AS yang lebih cepat ke pasar saham biasanya lagging, setelah terlihat dampak di pasar obligasi. Namun, Irwanti menilai posisi cadangan devisa, level current account deficit (CAD) Indonesia masih cukup kuat berkat kenaikan harga komoditas dan ini dapat menyokong kinerja pasar modal.

Saat ini selisih (spread) antara suku bunga The Fed dan Bank Indonesia (BI) juga masih cukup lebar, sehingga BI belum akan terburu-buru untuk menaikkan suku bunga. Apalagi, level inflasi di Indonesia masih rendah.

Namun, Schroders Indonesia menilai BI akan memulai pengetatan kebijakan moneter di tahun 2022 sehingga saat itu dapat menjadi tantangan untuk pasar obligasi. Sedangkan, pemulihan ekonomi diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi di pasar saham.

Baca Juga: Imbal hasil reksadana pasar uang pada tahun 2022 diprediksi sebesar 3,5%

Di tengah kondisi ini, Irwanti memandang kinerja di pasar saham akan lebih tinggi dibandingkan pasar obligasi. Alhasil, dalam mengatur strategi pengelolaan reksadana campuran, Schroders Indonesia overweight di saham dibandingkan obligasi baik untuk produk reksadana campuran yang agresif maupun moderat. 

Fokus saham masih di sektor yang berpengaruh erat pada pemulihan ekonomi seperti perbankan, dan blue chip, dengan beberapa saham defensif di sektor konsumer dan kesehatan. Untuk porsi di obligasi, Schroders fokus pada obligasi pemerintah tenor pendek hingga menengah. 

Sedangkan untuk reksadana campuran konservatif, Schroders Indonesia tetap overweight di obligasi jangka pendek atau obligasi dengan tenor kurang dari 1 tahun untuk membatasi volatilitas NAB. Namun Irwanti menaikkan posisi saham di beberapa saham yang opportunistic.

Head of Business Development Division HPAM Reza Fahmi mengatakan aset saham akan tetap menjadi aset yang medongkrak pertumbuhan kinerja reksadana campuran di tahun depan. Reza menilai saham TPIA menarik. 

Baca Juga: Aset Sequis Life meningkat 6% hingga kuartal ketiga 2021

Bagikan

Berita Terbaru

Saham ESSA Terkoreksi ke Area Support, Simak Prospek ke Depan
| Rabu, 31 Desember 2025 | 15:00 WIB

Saham ESSA Terkoreksi ke Area Support, Simak Prospek ke Depan

ESSA mulai menunjukkan sinyal yang semakin konstruktif dan menarik bagi investor dengan profil risiko lebih agresif.

2025, Kesepakatan Merger Akuisisi Sektor Keuangan Indonesia Capai Rp 9,21 triliun
| Rabu, 31 Desember 2025 | 14:05 WIB

2025, Kesepakatan Merger Akuisisi Sektor Keuangan Indonesia Capai Rp 9,21 triliun

Kesepakatan merger dan akuisisi di sektor keuangan melesat 56,3% secara tahunan, di saat total aktivitas merger dan akuisisi turun

Saham-Saham Paling Cuan dan Paling Jeblok Saat IHSG Naik 22% pada 2025
| Rabu, 31 Desember 2025 | 13:50 WIB

Saham-Saham Paling Cuan dan Paling Jeblok Saat IHSG Naik 22% pada 2025

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat 22,13% sepanjang tahun 2025. IHSG ditutup pada level 8.646,94 pada perdagangan terakhir.

Nilai Kesepakatan Merger dan Akuisisi di Indonesia Merosot 72,1% di 2025
| Rabu, 31 Desember 2025 | 13:01 WIB

Nilai Kesepakatan Merger dan Akuisisi di Indonesia Merosot 72,1% di 2025

Nilai kesepakatan merger dan akuisisi yang terjadi sepanjang 2025 mencapai US$ 5,3 miliar, atau setara sekitar Rp 88,46 triliun

Berhasil Breakout Resistance, Yuk Intip Prospek Saham Humpuss Maritim (HUMI)
| Rabu, 31 Desember 2025 | 13:00 WIB

Berhasil Breakout Resistance, Yuk Intip Prospek Saham Humpuss Maritim (HUMI)

Kombinasi pola pergerakan harga, indikator teknikal, serta strategi manajemen risiko menjadi faktor kunci yang kini diperhatikan pelaku pasar.

Pendapatan Ritel Diproyeksi Tumbuh 8,7% di Tahun 2026
| Rabu, 31 Desember 2025 | 11:00 WIB

Pendapatan Ritel Diproyeksi Tumbuh 8,7% di Tahun 2026

Fokus pemerintah pada belanja sosial, program gizi, serta stabilisasi harga kebutuhan pokok diyakini dapat memperbaiki likuiditas masyarakat.

Perketat Peredaran Minuman Beralkohol
| Rabu, 31 Desember 2025 | 09:01 WIB

Perketat Peredaran Minuman Beralkohol

Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2025                   

Target Gerai 2025 Tercapai, Aspirasi Hidup (ACES) Siap Geber Ekspansi di 2026
| Rabu, 31 Desember 2025 | 08:56 WIB

Target Gerai 2025 Tercapai, Aspirasi Hidup (ACES) Siap Geber Ekspansi di 2026

PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) telah merealisasikan pembukaan 27 toko baru di sepanjang tahun 2025.

Akses Mineral Kritis untuk AS Belum Imbang
| Rabu, 31 Desember 2025 | 08:45 WIB

Akses Mineral Kritis untuk AS Belum Imbang

AS bakal mendapatkan keuntungan strategis sementara RI hanya mendapat pembebasan tarif              

Bangun Kosambi (CBDK) Suntik Modal Dua Anak Usaha Rp 2,79 Triliun
| Rabu, 31 Desember 2025 | 07:48 WIB

Bangun Kosambi (CBDK) Suntik Modal Dua Anak Usaha Rp 2,79 Triliun

PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) mengumumkan dua transaksi afiliasi dengan nilai total Rp 2,79 triliun.

INDEKS BERITA

Terpopuler