KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Literasi dan inklusi keuangan di Indonesia terus membaik. Kondisi ini tampak dari hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang digelar Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tahun ini, OJK menyajikan indeks literasi dan inklusi keuangan dalam dua metode. Pertama, metode keberlanjutan. Sederhananya, ini adalah metode yang digunakan oleh OJK selama ini.
Jadi selama ini OJK membuat indeks inklusi dan literasi keuangan dengan data dari sembilan sektor, yakni perbankan, pasar modal, asuransi, lembaga pembiayaan, dana pensiun, pergadaian, lembaga keuangan mikro, fintech lending dan Permodalan Nasional Madani.
Kedua, indeks juga disajikan dengan metode cakupan DNKI. Dalam metode ini, cakupan penghitungan SNLIK diperluas dengan menambahkan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, serta lembaga jasa keuangan lainnya seperti Koperasi Simpan Pinjam, Penyelenggara Perdagangan Aset Kripto, Pos Indonesia serta Lembaga Penjaminan.
Hasilnya, indeks literasi keuangan di 2025 berdasarkan metode keberlanjutan mencapai 66,46%. Sementara berdasarkan metode cakupan DNKI mencapati 66,64%. Tahun lalu, indeks literasi masih 65,43%.
Sementara indeks inklusi keuangan berdasarkan metode berkelanjutan tahun ini mencapai 80,51%. Realisasi ini naik dari 75,02% tahun lalu. Bahkan, bila berdasarkan metode cakupan DNKI, indeks inklusi keuangan mencapai 92,74%. Ini mungkin karena kepesertaan masyarakat di BPJS, baik ketenagakerjaan maupun kesehatan.
Hasil survei ini terbilang oke. Buat perbandingan saja, di 2019 silam, indeks literasi keuangan cuma 38,03%. Lalu pada 2022, indeks ini naik menjadi 49,68%. Memang, sih, indeks inklusi keuangan tahun ini lebih rendah dari di 2022, 85,10%.
Tapi hal lain yang perlu diapresiasi adalah, gap antara literasi dan inklusi semakin mengecil. Di 2022 silam, ada gap 35,42% antara literasi dan inklusi. Jadi, cukup banyak pengguna produk atau layanan keuangan yang tidak memahami produk dan layanan yang ia pakai. Tahun ini, gap tinggal 14,05%.
Tentu saja, ini bukan berarti pekerjaan rumah pendalaman literasi dan inklusi keuangan sudah selesai. Gap antara literasi dan inklusi harus terus diperkecil agar tercipta pasar keuangan yang benar-benar berkualitas. Nasabah dan pengguna layanan harus benar-benar memahami produk dan layanan keuangan yang digunakan, sehingga fraud dan sejenisnya bisa dihindari.