KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kita kembali berduka. Bencana tanah longsor serta banjir besar yang melanda Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat menelan ratusan korban jiwa. Kerugian harta benda juga bisa dipastikan mencapai triliuan rupiah.
Menilik jumlah korban, peristiwa yang lintas provinsi, pontensi dampak jangka panjang, hingga kemampuan pemerintah daerah menanggulangi, peristiwa ini memenuhi syarat sebagai bencana nasional.
Perubahan status ini akan mempercepat mobilisasi sumber daya, termasuk anggaran untuk menanggulangi dampak bencana. Yang utama, tentu, demi keselamatan jiwa masyarakat. Masih banyak warga yang hilang dan masih ada peluang untuk diselamatkan. Diperlukan operasi search and rescue besar-besaran oleh Basarnas.
Yang tak kalah penting adalah respons jangka panjang kita. Bencana banjir bandang Sumatra ini menjadi pengingat yang "mahal" bahwa pemerintah harus lebih serius merancang strategi mitigasi bencana.
Kita hidup di negeri seribu bencana. Tapi, anehnya kita selalu terjebak dalam lingkaran ini: bencana - tanggap darurat - rehabilitasi - lupa - sampai terjadi bencana lagi.
Pemerintah paham akan risiko bencana yang sudah masuk kategori struktural ini. Pemerintah juga sudah mencantumkan isu kebencanaan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) hingga 2045. Ketahanan iklim, penguatan sistem peringatan dini, penataan ruang berbasis risiko, hingga perlindungan daerah aliran sungai (DAS) disinggung.
Sayangnya, rancangan itu tidak tercermin dalam strategi pembangunan yang berkesinambungan setiap tahunannya. Misalnya, tidak ada alokasi anggaran wajib untuk menanggulangi risiko kebencanaan. Bahkan, dari tahun ke tahun, anggaran justru semakin minim. Padahal, menurut standar global, negeri dengan risiko bencana tinggi seperti Indonesia mesti menyediakan dana penanggulanan bencana 0,05% dari PDB atau sekitar Rp 11 triliun.
Dengan dana sebesar itu, pemerintah bisa melaksanakan program-program mitigasi bencana sebagai bentuk "investasi keselamatan" masyarakat di masa mendatang. Jadi, bukan cuma menyediakan dana yang hanya cukup untuk keperluan tanggap darurat.
Terkait bencana di wilayah Sumatra, investasi keselamatan ini dapat berupa penghijauan di hulu sungai (forestasi), normalisasi DAS yang berkelanjutan, dan penegakan aturan tata ruang (terutama wilayah hutan).
