Kendati Naik, Indeks Pembangunan Manusia Masih di Bawah Target APBN
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia tahun 2018 sebesar 71,39. Kendati naik 0,58 poin daripada posisinya per 2017, IPM masih di bawah target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 yaitu 71,50.
Kenaikan IPM ini sejalan dengan perbaikan angka harapan hidup, kualitas pendidikan, dan serta daya beli masyarakat. Dari data BPS, bayi yang lahir tahun 2018 memiliki angka harapan hidup 71,20, naik dari tahun sebelumnya yang hanya 71,06.
Sementara itu, perbaikan kualitas pendidikan tercermin dari angka harapan lama sekolah yang mengalami kenaikan menjadi 12,91, dari tahun sebelumnya sebesar 12,85. Ini berarti, anak-anak yang berusia tujuh tahun pada tahun 2018, memiliki harapan dapat menikmati pendidikan selama 12,91 tahun atau minimal sampai jenjang diploma I.
Tak hanya itu, rata-rata lama sekolah juga naik menjadi 8,17 tahun dari tahun sebelumnya sebesar 8,10 tahun. Angka tersebut menunjukkan bahwa penduduk usia 15 tahun ke atas secara rata-rata telah menempuh pendidikan selama 8,17 tahun atau hingga kelas IX setara SMP.
Dari sisi daya beli, BPS juga mencatat peningkatan pengeluaran per kapita sebesar Rp 295.000 pada tahun lalu. Sebab, pada tahun 2018 rata-rata pengeluaran per kapita masyarakat tercatat sebesar Rp 11,06 juta per tahun. "Ke depan kalau memang mengarah untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, kuncinya adalah sosial inklusif. Berikan kesempatan kepada masyarakat kecil untuk mengecap pendidikan dan kesehatan," kata Suhariyanto, Kepala BPS, Senin (15/4).
Meskipun demikian, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk meningkatkan IPM ini. Selain mengupayakan IPM mencapai target APBN, pemerintah juga perlu memperkecil disparitas IPM antar daerah. Sebab, BPS melihat masih ada gapyang besar antara IPM Yogyakarta sebesar 86,11 dengan Nduga, Papua yang hanya 29,4.
Suhariyanto juga menyebutkan, ada indikasi peningkatan jumlah perkawinan usia dini, yang bisa berpengaruh negatif pada kesehatan. Sedangkan dari sisi pendidikan, pemerintah juga masih perlu meningkatkan fasilitas pendidikan di sekolah dan universitas.
Perbaikan pendidikan
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan, melesetnya target IPM tahun lalu akibat ada komponen yang masih belum sesuai target pemerintah, yaitu harapan lama sekolah. Ini yang menjadi prioritas pemerintah tahun 2019.
Bambang menyatakan, pemerintah akan berupaya meningkatkan bidang pendidikan, termasuk memberikan penyuluhan mengenai bahaya pernikahan dini serta mengatasi stunting. "Caranya, meningkatkan efektivitas penggunaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) agar lebih tepat sasaran," kata Bambang kepada KONTAN, Selasa (16/4).
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah juga menyoroti persoalan pendidikan. Sebab, rata-rata pertumbuhan angka harapan sekolah 2011–2017 di atas 1%. Sementara pada tahun 2018, melambat menjadi 0,47%.
Tak hanya itu, pertumbuhan rata-rata lama sekolah 2011-2017 sebesar 1,18%. Tahun 2018, pertumbuhannya hanya mencapai 0,86%.
Angka putus sekolah pun cukup tinggi, yaitu meningkat 746 siswa dari tahun ajaran 2016–2017 ke 2017–2018. Penyebab utamanya, faktor ekonomi dan disabilitas. Sebab berdasarkan data dari UNICEF, anak dari 20% keluarga termiskin memiliki probabilitas lima kali untuk tidak sekolah SD dan SMP, dibandingkan 20% keluarga terkaya. Sedangkan dari sisi disabilitas, sebanyak 2,45% dari total penduduk Indonesia merupakan penyandang disabilitas.
Solusinya adalah, "Pendidikan inklusif untuk difabel hingga membangun sekolah umum yang ramah difable," kata Rusli. Selain itu, perlu adanya efektivitas KIP yang menyasar langsung anak putus sekolah. Artinya, diperlukan tambahan 187.000 KIP agar anak-anak putus sekolah kembali ke sekolah.