Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Peran Para Investor Pasar Modal

Rabu, 06 November 2024 | 09:32 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Peran Para Investor Pasar Modal
[ILUSTRASI. Lukas Setia Atmaja, Founder Komunitas HungryStock]
Lukas Setia Atmaja | Founder Komunitas HungryStock

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir-akhir ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  menjadi sorotan publik. Publik mempertanyakan apakah KPK masih bertaji seperti dulu?

Apa hubungannya KPK dan risiko saham? Kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terkait kasus suap proyek Meikarta pertengahan Oktober 2018 silam bisa sebagai contoh. Ketika berita OTT KPK tersebut menyeruak, saham PT Lippo Cikarang, tbk (LPCK) langsung anjlok 14,77%. 

Kasus  lain, pada April 2016, Direktur Utama PT. Agung Podomoro Land Tbk (APLN), Ariesman Widjaja ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap kepada anggota DPRD DKI Jakarta.  Waktu itu harga saham APLN langsung anjlok 10% sehari dari Rp 300 menjadi Rp 270. Saat ini harga saham APLN tinggal Rp 140.

Kasus lain yang agak unik, pada pertengahan tahun 1997, PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK), yang dulu bernama PT Duta Graha Indonesia (DGI), menjadi korporasi pertama yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Ini dalam kasus korupsi proyek pembangunan sebuah rumah sakit di Denpasar. 

Harga saham DGIK langsung amblas 31% dari Rp 100. Padahal di awal tahun 2017, harga saham DGIK masih berada di level Rp 150. Sempat di suspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), kini saham DGIK masuk kelompok saham gocap alias Rp 50.

Tindakan KPK diperkirakan masih akan terus berlanjut. Pekan lalu misalnya, KPK menangkap sejumlah anggota DPRD Kalimantan Tengah dan manajemen puncak PT Binas Sawit Abadi dan PT Sinar Mas Agro Resources and Technolocy, Tbk (SMAR) terkait dugaan suap. 

Maka bertambah lagi satu variabel ketidakpastian bagi investor saham: korupsi yang dibongkar oleh KPK. Kita tentu salut dan mendukung upaya KPK menciptakan Indonesia yang lebih bersih dari korupsi. 

Sudah seharusnya manajemen perusahaan menjalankan bisnis mereka secara profesional, taat hukum dan beretika. Menyuap untuk memperoleh keuntungan besar dalam berbisnis adalah tindakan curang yang tidak akan membuat perusahaan panjang umur (sustain). Bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip tata kelola yang buruk hanya menunggu waktu untuk roboh. 

Baca Juga: Bos Totalindo (TOPS) Ditahan KPK, Eks Karyawan Tuntut Hak Dibayarkan

Semoga tindakan KPK bisa menjadi wake up call bagi para pelaku bisnis agar mereka lebih memperhatikan good corporate governance (GCG). Semoga mereka sadar, hal-hal yang terlanjur dianggap normal. Seperti menyuap dalam berbisnis adalah sebuah pelanggaran serius. 

Salah satu asas atau prinsip GCG menurut versi Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) adalah responsibilitas atau good citizenship. Manajemen perusahaan harus mematuhi hukum.

Korupsi sendiri masih menjadi masalah besar di Indonesia. Menurut Corruption Perceptions Index (CPI) 2024 yang dilansir Transparency International, Indonesia menduduki ranking 115 dari 180 negara. Kalah jauh dari Singapura (ranking 5) maupun Malaysia (ranking 57). Indonesia bahkan kalah dari Etiopia (ranking 98) dan Timor Leste (ranking 70), serta imbang dengan Sri Lanka.

Saya pernah menulis di kolom ini dengan judul It takes Two to Tango. Jika sektor publik di suatu negara kurang bersih, sulit diharapkan tata kelola perusahaan akan baik. Ingat pepatah populer, It takes two to tango? Butuh dua orang untuk melakukan sebuah perbuatan negatif. Jika ada oknum penerima suap, pasti ada oknum penyuap. 

Apabila pejabat pemerintah atau institusi publik tidak bersih, sulit bagi perusahaan menjalankan bisnis dengan cara bersih. Ambil contoh Telia Sonera, sebuah perusahaan yang 37% sahamnya milik Pemerintah Swedia yang menduduki ranking 3 di CPI 2015. Perusahaan ini ditengarai menggelontorkan jutaan dollar AS uang suap untuk melancarkan bisnisnya di Uzbekistan (ranking 153 di CPI 2015). 

Swedia tidak sendirian. Menurut Transparency International, perusahaan multinasional dari separuh negara anggota OECD diduga melakukan suap untuk melancarkan bisnis mereka di negara yang ranking korupsinya relatif buruk.

Bagi investor saham berwawasan jangka panjang, dalam memilih saham, aspek tata kelola sama pentingnya dengan aspek finansial. Seperti profitabilitas, solvabilitas dan sebagainya. 

Percuma kita menyimpan saham perusahaan tersebut jika suatu ketika perusahaan bangkrut karena manajemennya melakukan tindakan pelanggaran hukum dan etika. Ambil contoh Lehman Brothers, bangkrut di usia 158 tahun karena manajemen mengabaikan prinsip GCG.  

Kita bisa mencermati apakah perusahaan yang  kita beli menjalankan prinsip-prinsip GCG. Seperti transparansi, akuntanbilitas, responsibilitas (baca: mematuhi hukum), independensi serta kewajaran dan kesetaraan. Jika perusahaan tersebut punya catatan jelek dalam satu dari lima hal tersebut, lupakan sahamnya. 

Menghindari saham perusahaan yang buruk tata kelolanya, investor bisa berpartisipasi  menciptakan Indonesia  lebih bersih, baik di tataran publik maupun korporasi. Seperti pepatah It takes two to tango dalam konotasi positif, public governance dan corporate governance perlu diperkuat, keduanya saling mempengaruhi. 

Mari kita dukung upaya KPK menjadikan Indonesia lebih bersih dengan menghindari saham perusahaan yang bermasalah korupsi.              

Selanjutnya: Dividen Jumbo Saham ADRO dan Taktik Pemegang Saham Raup Modal Untuk Eksekusi IPO AAI

Bagikan

Berita Terbaru

BEI Suspensi Belasan Saham Sepanjang November, Redam Euforia Lonjakan Harga Saham IPO
| Kamis, 21 November 2024 | 18:03 WIB

BEI Suspensi Belasan Saham Sepanjang November, Redam Euforia Lonjakan Harga Saham IPO

PT Bursa Efek Indonesia (BEI) cukup getol menggembok saham emiten beberapa waktu terakhir, meski di tengah kondisi pasar yang lesu.

Pasar IPO Tahun 2024 Kurang Bergairah, Otoritas Perlu Berbenah untuk Tahun 2025
| Kamis, 21 November 2024 | 17:37 WIB

Pasar IPO Tahun 2024 Kurang Bergairah, Otoritas Perlu Berbenah untuk Tahun 2025

Deloitte mengungkapkan terjadi penurunan yang signifikan perusahaan yang melaksanakan IPO di Indonesia, dibandingkan tahun sebelumnya.

Dampak Perang Dagang AS-China, Ekspor RI Turun Hingga Kebanjiran Produk Murah China
| Kamis, 21 November 2024 | 16:59 WIB

Dampak Perang Dagang AS-China, Ekspor RI Turun Hingga Kebanjiran Produk Murah China

Terpilihnya Donald Trump menimbulkan kekhawatiran terjadi perang dagang Amerika Serikat-China, seperti yang terjadi tahun 2018 silam. 

 Investasi Hilirisasi Butuh Rp 9.800 T Hingga 2040, Berikut Perincian 28 Komoditasnya
| Kamis, 21 November 2024 | 09:12 WIB

Investasi Hilirisasi Butuh Rp 9.800 T Hingga 2040, Berikut Perincian 28 Komoditasnya

PTBA menggadang hilirisasi batubara menjadi Artificial graphite dan anode sheet. Sementara ADRO berambisi menjadikannya bahan baku pupuk.

Geber Pengembangan Energi Hijau, Indonesia Butuh Rp 1.000 T Satu Dekade ke Depan
| Kamis, 21 November 2024 | 08:54 WIB

Geber Pengembangan Energi Hijau, Indonesia Butuh Rp 1.000 T Satu Dekade ke Depan

Pemerintah mengklaim bakal membantu pembangunan transmisi dan gardu induk lantaran tidak mudah untuk mencapai nilai keekonomian.. 

Mata Uang Asia Masih Sulit Bangkit
| Kamis, 21 November 2024 | 08:45 WIB

Mata Uang Asia Masih Sulit Bangkit

Mata uang Asia masih berpeluang melemah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) setidaknya sampai akhir tahun 2024 ini.

Mengail Potensi Cuan Obligasi Korporasi
| Kamis, 21 November 2024 | 08:43 WIB

Mengail Potensi Cuan Obligasi Korporasi

Berinvestasi pada surat utang korporasi menjadi alternatif menarik bagi investor, Terlebih, di tengah kondisi pasar yang volatil 

Harga Amonia Memoles Prospek ESSA, Analis Beri Rekomendasi Buy
| Kamis, 21 November 2024 | 08:37 WIB

Harga Amonia Memoles Prospek ESSA, Analis Beri Rekomendasi Buy

Menakar prospek bisnis dan kinerja saham PT Essa Industries Indonesia Tbk (ESSA) di tengah tren laju harga amonia

Saham INDF Jadi Primadona Investor Asing, FMR Hingga SEI Investments Rajin Akumulasi
| Kamis, 21 November 2024 | 08:05 WIB

Saham INDF Jadi Primadona Investor Asing, FMR Hingga SEI Investments Rajin Akumulasi

Net foreign buy terbesar dalam lima hari terakhir tercatat berlangsung di saham PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF).

Koperasi Bisa Kelola Sumur Minyak Ilegal
| Kamis, 21 November 2024 | 07:55 WIB

Koperasi Bisa Kelola Sumur Minyak Ilegal

Undang-Undang (UU) Migas memperbolehkan entitas koperasi untuk mengelola sumur minyak tua yang selama ini dibor secara ilegal oleh masyarakat.

INDEKS BERITA

Terpopuler