KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Maraknya pencabutan izin usaha Bank Perekonomian Rakyat (BPR) tak membuat kinerja industri ini sempoyongan. Paling tidak, ini tecermin dari likuiditas BPR yang masih memadai.
Bank Indonesia (BI) mencatat, per Januari 2024, dana pihak ketiga (DPK) BPR masih tumbuh 9% secara tahunan menjadi Rp 152,6 triliun. Pertumbuhan ini melampaui pencapaian DPK bank secara umum, yang tumbuh 5,5% secara tahunan di periode sama.
Sementara, penyaluran kredit BPR juga tumbuh 9,8% secara tahunan menjadi Rp 157,29 triliun. Meski di bawah pertumbuhan industri, kredit BPR mengungguli pertumbuhan Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang sekitar 7,5% secara tahunan.
Baca Juga: Cita-Cita Benahi BPR
Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Moch Amin Nurdin menilai, untuk saat ini, BPR memiliki peluang besar dalam menjaring DPK.
Sebab, bunga deposito BPR lebih tinggi dibandingkan bank umum. "Ini menjadi menarik bagi para petani bunga untuk menyimpan dananya di BPR," ujar Amin, Senin (18/3).
Terlebih, pembenahan yang terus dilakukan regulator industri jasa keuangan membuat BPR kian dipercaya masyarakat. Seiring itu, kekhawatiran dana simpanan dibawa kabur pemilik BPR semakin sirna.
Amin juga melihat potensi pertumbuhan BPR di tahun ini lebih besar. Apalagi BPR kini bisa menjalankan bisnis seperti bank umum.
Prospek kredit
Jangkauan BPR di daerah-daerah juga lebih unggul dibandingkan bank umum. "Dengan begitu, BPR bisa menggenjot portofolio pinjaman lebih tinggi, misalnya kredit sindikasi. Meskipun SDM dan tata kelola BPR saat ini masih jadi tantangan," imbuh Amin.
Ketua Kompartemen BPR Syariah Asbisindo Cahyo Kartiko mengatakan, sejauh ini masyarakat masih memiliki kepercayaan terhadap BPR. Ini seiring gencarnya edukasi pelaku usaha BPR mengenai kondisi industri terkini.
Cahyo memperkirakan, penyaluran kredit BPR akan tumbuh lebih kencang di semester dua tahun ini. "Makanya sekarang kelihatannya DPK tumbuh lebih tinggi.
Baca Juga: LPS Siapkan Pembayaran Simpanan Nasabah PT BPR EDCCASH
Tapi di semester kedua, DPK mulai berkurang, karena penyaluran kredit lebih besar," ujar Cahyo, yang juga Direktur Utama PT BPRS Artha Madani.
Cahyo melihat, penyaluran kredit BPR di sepanjang tahun berjalan ini masih tumbuh 20%. Hanya saja, dari sisi kualitas aset, rasio kredit bermasalah (NPF) berpotensi naik.
Hal ini menyusul dicabutnya kebijakan relaksasi restrukturisasi pada akhir Maret 2024. "Saat ini, NPF gross BPRS Artha Madani 2,3%. Kami akan jaga di level 2,9%," tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Eksekutif OJK Bidang Perbankan Dian Ediana Rae menegaskan, banyak BPR ditutup seiring upaya regulator membenahi industri ini jadi lebih baik. "Saya ingin secepatnya membereskan BPR yang bermasalah," ujarnya.