Maret Merana

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Maret 2025 adalah bulan penuh berkah dengan datangnya bulan suci Ramadhan 1446 Hijriah. Namun, di balik gegap gempita menyambut bulan puasa ada banyak kabar tak sedap yang membuat nasib merana ribuan warga. Yang paling mengejutkan adalah penghentian operasional pabrik tekstil terbesar se-Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex mulai 1 Maret 2025. Sebanyak 10.665 orang pekerja Sritex menjadi pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja usai perusahaan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah ini gagal selamat dari kepailitan.
Kemudian, PT Sanken Indonesia di kawasan industri MM2100 Cikarang, Bekasi, Jawa Barat juga akan menutup operasional mulai Juni 2025. Setidaknya 459 pekerja kehilangan pekerjaan setelah perusahaan ini ditutup. Sebelumnya, PHK juga terjadi terhadap 1.100 karyawan PT Yamaha Musik Indonesia akibat pabrik di Cibitung, Bekasi tutup pada awal tahun 2025. Lalu ribuan pekerja di Jawa Barat kehilangan pekerja setelah PT Sanken Indonesia, PT Tokai Kagu, PT Danbi Intenasional Garut tutup dan PT Bapintri di Cimahi tutup.
Gelombang PHK diperkirakan belum akan terhenti. Pasalnya, pemerintah hanya sebatas omon-omon menyelamatkan industri.
Mantan pekerja Sritex telah membuktikan. Di depan ribuan pekerja Sritex, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer pernah menjanjikan tidak adanya PHK di perusahaan yang berdiri sejak 1966 tersebut. Nyatanya, janji itu hanyalah omon-omon yang manis didengar.
Pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan strategis untuk mencegah PHK massal berlanjut. Utamanya adalah meninjau kebijakan impor agar tidak merugikan produk lokal. Ingat, industri tekstil dalam negeri berada di titik nadir akibat banjir produk tekstil impor.
Nilai tukar rupiah juga perlu diperkuat. Nilai tukar rupiah yang mencapai 16.595 per dolar Amerika Serikat pada 28 Februari 2025 adalah yang terendah sejak krisis moneter 1998 dan Maret 2020 ketika pandemi Covid-19.
Pelemahan rupiah semakin menyulitkan pelaku industri. Pasalnya, sebagian besar bahan baku industri berasal dari luar negeri. Kebijakan perpajakan yang memberatkan masyarakat dan pelaku industri harus dibatalkan. Memang tega pemerintah kita, saat ekonomi sedang berat, banyak tarif pajak malah naik.
Belakangan juga ada wacana kenaikan tarif BPJS Kesehatan. Rencana ini harus dibatalkan jika tak ingin menambah beban berat pelaku usaha dan masyarakat.