Mauldy Rauf Makmuf: Investasi Saham Bermula dari Ikut-Ikutan dan Nekat

Sabtu, 22 Juni 2019 | 07:00 WIB
Mauldy Rauf Makmuf: Investasi Saham Bermula dari Ikut-Ikutan dan Nekat
[]
Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Narita Indrastiti

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikut-ikutan juga bisa membawa berkah, asal jangan terlalu sering. Itulah kenangan Mauldy Rauf Makmur, Director Chief Marketing Officer PT Principal Asset Management, soal awal mengenal investasi.

Mauldy sudah mencicipi investasi sejak lebih dari 20 tahun silam. Tak tanggung-tanggung, sejak awal, pria yang pernah berkarir di berbagai perusahaan manajemen investasi ini memilih saham sebagai tempat membiakkan duit.

Cuma, kalau sekarang Mauldy berinvestasi dengan memperhatikan berbagai sentimen, dulu ia sekadar mengikuti tren yang sedang in di lingkungan sekitar, terutama teman-temannya. Ia mengenang, di 1995, ramai dengan perhelatan initial public offering (IPO). Dia nekat membeli saham IPO meskipun pengetahuannya soal saham masih minim.

Awalnya, Mauldy bisa tersenyum. Kenekatannya itu berbuah manis. "Instrumen investasi pertama langsung ke saham karena dulu setelah IPO harga saham biasanya naik dan langsung dapat capital gain," kenang dia.

Namun, apa boleh dikata, krisis moneter tahun 1998 yang meruntuhkan politik dan ekonomi Indonesia membuat portofolio investasinya juga rontok. Dia baru sadar, aset saham berisiko tinggi, bahkan membuatnya benar-benar rugi. "Benar-benar loss, habis, kapok juga," kisah dia.

Pengalaman tersebut memberi pelajaran berharaga. Kini dalam berinvestasi, Mauldy memegang prinsip jangan pernah tergiur begitu saja dengan imbal hasil sesaat. Investor harus mengerti instrumen investasi yang dipilih. Ia juga meyakini saham yang dipilih harus memiliki nilai dan bisa tumbuh di periode yang akan datang.

Dengan keyakinan dan pengetahuan lebih, Mauldy kini tidak khawatir berlebihan ketika aset sahamnya kembali terkoreksi. Misalnya, saat krisis subprime mortgage terjadi di 2008. "Karena jauh lebih mengerti dengan mempertimbangkan fundamental, saya jadi lebih siap, bahkan bisa nambah kepemilikan saham, ketika harga terkoreksi," kata Mauldy.

Kini alokasi dana investasi di aset saham sebesar 5%-10%, untuk jangka panjang.Membagi keranjangSetelah mengenal aset saham, Mauldy juga mengembangkan investasinya di industri properti.

Awalnya, ia hanya mencicil tanah. Kini investasinya berkembang jadi bangunan apartemen dan rumah. Namun, ia menilai likuiditas properti rendah. Selain itu, dalam melakukan investasi properti dibutuhkan kejelian dalam mengurus kelegalan surat.Baru di 2003, Mauldy memiliki investasi di reksadana.

Hingga kini, reksadana menjadi instrumen investasi favoritnya. Mauldy mengembangkan investasinya di berbagai jenis reksadana. Ia mengalokasikan sekitar 20%-25% dana investasi ke reksadana saham, 40% di reksadana pendapatan tetap dan 30% di reksadana pasar uang. "Reksadana jadi favorit karena memiliki likuiditas tinggi," kata Mauldy.

Untuk investor pemula, Mauldy menyarankan berinvestasi di reksadana. Menurut dia, reksadana menawarkan investasi secara mudah dan memiliki likuiditas yang terjaga. Sedangkan bagi investor pemula yang ingin membeli saham, Mauldy menyarankan agar membedakan kegiatan investasi di saham dengan kegiatan spekulasi sebagai trader.

"Jika ingin investasi di saham maka harus jangka panjang, kalau cuma main jangka pendek, itu bukan investasi yang sebenarnya," kata Mauldy.

Prinsip Mauldy yang terakhir adalah jangan takut mencoba. Jika sudah memiliki niat dan tujuan investasi, jangan ragu untuk lakukan investasi. "Jika masih takut tidak apa, yang penting coba beli instrumen investasi dengan jumlah yang kecil, sehingga bila kinerja terkoreksi tidak mengalami kerugian yang besar," terang dia.

Bagikan

Berita Terbaru

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal
| Jumat, 22 November 2024 | 09:50 WIB

Pungutan Ekspor Sawit Turun dari Target Awal

Tahun ini BPDPKS menargetkan setoran pungutan ekspor sawit sebesar Rp 24 triliun, turun dari target awal

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan
| Jumat, 22 November 2024 | 09:32 WIB

Rencana PPN Naik Menuai Petisi Penolakan

Ribuan masyarakat Indonesia menandatangani petisi yang menolak rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% tersebut

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana
| Jumat, 22 November 2024 | 09:14 WIB

Tax Amnesty Bisa Gagal Tarik Dana

Menurut Direktur Eksekutif Indef Eko Listiyanto, tax amnesty tidak bisa diterapkan terus-menerus dalam waktu singkat

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru
| Jumat, 22 November 2024 | 09:12 WIB

Cuan Tinggi Saham Pendatang Baru

Kendati harga saham pendatang baru sudah naik tinggi hingga ratusan persen, waspadai pembalikan arah

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD
| Jumat, 22 November 2024 | 08:58 WIB

Upaya Dorong Ekonomi Akan Memperlebar CAD

Bank Indonesia memperkirakan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) sepanjang tahun 2024 bisa melebar jadi 0,9% PDB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun
| Jumat, 22 November 2024 | 08:52 WIB

WTON Memangkas Target Nilai Kontrak Baru Jadi Rp 6 Triliun

PT Wika Beton Tbk (WTON) memperkirakan, hingga akhir 2024 ini nilai kontrak baru hanya akan mencapai ke Rp 6 triliun.

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi
| Jumat, 22 November 2024 | 08:15 WIB

Nobel Ekonomi 2024 dan Pengendalian Inflasi

Keberadaan tiga BUMD pangan yang ada di Jakarta jadi kunci pengendalian inflasi di Provinsi DKI Jakarta

Mimpi ke Piala Dunia
| Jumat, 22 November 2024 | 08:00 WIB

Mimpi ke Piala Dunia

Indonesia harus mulai membuat cetak biru pengembangan sepakbola nasional yang profesional agar mimpi ke Piala Dunia jadi kenyataan.

Status Belum Jelas, Swasta Tunda Proyek Hotel IKN
| Jumat, 22 November 2024 | 07:30 WIB

Status Belum Jelas, Swasta Tunda Proyek Hotel IKN

Sampai saat ini, Presiden Prabowo Subianto belum juga menandatangani Keputusan Presiden (Kepres) soal pemindahan ibu kota.

Daya Beli Lesu, Bisnis Sepeda Layu
| Jumat, 22 November 2024 | 07:20 WIB

Daya Beli Lesu, Bisnis Sepeda Layu

Minat masyarakat untuk membeli sepeda tampak menyusut paska pandemi dan diperparah dengan pelemahan daya beli masyarakat.

INDEKS BERITA

Terpopuler