Mengurangi Emisi dengan Mengupayakan Kapal LNG

Minggu, 13 April 2025 | 05:30 WIB
Mengurangi Emisi dengan Mengupayakan Kapal LNG
[ILUSTRASI. Kapal logistik kontainer milik PT TEMAS Tbk.]
Reporter: Asnil Bambani Amri | Editor: Asnil Amri

Mesin kapal yang meraung di tengah laut sudah menjadi suara yang lumrah didengar oleh para pelaut di ruang mesin. Suara keras yang keluar dari pembakaran di dalam ruang mesin itu menghasilkan gaya mekanis yang memutar baling-baling dan mengantarkan kapal melaju memecah ombak lautan.

Pembakaran dari dalam mesin itu yang menghasilkan asap pekat yang kerap mengepul dari cerobong udara. Asap itu berupa emisi karbon dari berbagai jenis bahan kimia yang lepas ke udara. Makin besar energi mekanis yang dihasilkan tungku bakar, semakin besar pula emisi karbon yang terlepas ke udara.

Emisi itu yang kemudian menjadi gas rumah kaca (GRK) yang terperangkap di atmosfer dan memberi dampak perubahan iklim. Jika tidak ada intervensi mengurangi emisi itu, yayasan Transport and Environment di Eropa menghitung, emisi karbon yang dihasilkan transportasi laut bisa berkontribusi 10% terhadap emisi karbon global tahun 2050 mendatang.

Saat ini, lembaga yang berkantor di Brussel itu menghitung, emisi karbon dari angkutan transportasi laut saja berkontribusi 3% ke total karbon di seluruh dunia. Emisi kebanyakan berasal dari pemakaian BBM yang dibakar di tungku bakar ruang mesin kapal.

Semakin lama kapal lepas jangkar atau melaut, semakin banyak pula emisi karbon yang dihasilkan. Melihat kondisi tersebut, Juli 2023 lalu, International Maritime Organization (IMO) menyusun strategi untuk mengurangi emisi karbon dari kapal-kapal tersebut.

Baca Juga: Rekor Baru di Celukan Bawang: Tiga Kapal Pesiar Sandar Sepanjang April 2025

Di atas kertas, organisasi maritim dunia itu mematok target menurunkan emisi karbon operasional kapal tersebut hingga mencapai nol emisi tahun 2050. Untuk itu, IMO telah menetapkan target pemotongan emisi bertahap 20%30% tahun 2030, kemudian diturunkan lagi 70%-80% pada tahun 2040.

"Untuk tahun 2025 ini, IMO menargetkan penurunan emisi 5%," kata Theo Lekatompessy, Ketua Yayasan Indonesian National Shipowners Association (INSA) saat berbincang dengan KONTAN, Senin (7/4). Target menurunkan emisi karbon dari industri maritim itulah yang kini diterjemahkan oleh anggota IMO, termasuk perusahaan pelayaran yang beroperasi di Indonesia.

Desakan global

Melihat target penurunan emisi karbon ambisius dari IMO, pelaku usaha pelayaran harus berbenah. Masalahnya, menurunkan emisi karbon kapal berukuran raksasa itu bukanlah perkara mudah. Apalagi kapal-kapal pengangkut peti kemas punya masa operasi yang lama di lautan.

Theo bilang, perusahaan perkapalan di seluruh dunia termasuk di Indonesia, harus mempersiapkan diri dengan kesepakatan yang ada di IMO. Artinya, mereka harus ikut menurunkan emisi karbon 5% tahun 2025. "Jika bisa menyesuaikan diri dengan tuntutan internasional itu, maka kapal-kapal yang sudah menurunkan emisi itu tentu bisa bebas melenggang berlayar," terang Theo.

Banyak pelaku usaha pelayaran khawatir, jika perusahaan tidak menurunkan emisi karbon, mereka tak bisa singgah di pelabuhan-pelabuhan yang sudah menerapkan standar IMO. Meski belum terjadi, Theo bilang, hal itu layak diwaspadai karena tren kapal ramah lingkungan kini menjadi perhatian.

Menurunkan emisi karbon kapal bukanlah hal mudah. Theo bilang, hal utama yang harus mereka lakukan adalah, mengidentifikasi penggunaan teknologi dari bahan bakar kapal. "Butuh riset dan pengembangan, sesuai dengan karakteristik di negara kita," ujar Theo yang juga komisaris independen di PT Temas Tbk (TMAS).

Baca Juga: Cek Jadwal Kapal KM Kelimutu di Seluruh Pelabuhan selama Mudik Lebaran 2025

Menjawab tantangan global itulah, TMAS berusaha berlayar di jalur yang sudah dimandatkan IMO. Perusahaan pelayaran nasional yang berdiri tahun 1987 itu sudah mempersiapkan diri. Salah satunya, melakukan riset dan pengembangan kapal yang bisa menurunkan emisi karbon saat beroperasi.

"Perseroan telah melakukan riset dan pengembangan untuk pembangunan kapal berbahan bakar LNG (Liquefied Natural Gas)," kata Ricky Effendi, Presiden Direktur TMAS dalam acara paparan publik yang dilakukan bulan Maret lalu.

Dari hasil riset dan pengembangan itu, TMAS memutuskan memilih teknologi mesin kapal yang memakai LNG sebagai bahan bakar di sebagian kapal-kapal terbarunya. Keputusan itu tentu melewati proses panjang, mulai dari kajian operasional kapal, sampai kajian daya tahan, rantai pasok bahan bakar LNG hingga mempersiapkan sumber daya manusianya.

Theo bilang, pemilihan mesin LNG untuk kapal TMAS itu dilakukan setelah melewati banyak ujicoba pemakaian sumber energi lain. Sebutlah, dari ujicoba pemakaian kapal yang memakai sumber listrik dari solar panel dan juga angin. Saat ujicoba, keduanya kerap mengalami kendala saat berada di perairan Indonesia. "Seperti kapal pakai solar panel, saat musim hujan kapalnya kesulitan," kata Theo.

Dari hasil uji coba, kapal rendah emisi yang dianggap cocok di Indonesia adalah kapal berbahan bakar LNG. Penggunaan LNG bisa menggantikan BBM berbahan fosil yang harus dibeli dengan mata uang asing karena impor. Adapun LNG, sumber pasokannya tersedia di sini.

"Cuma masalahnya ada pada infrastruktur saja, pemerintah harus bangun infrastruktur pengisian LNG untuk kapal ini," terang Theo.

Demi merealisasikan kapal rendah emisi, tahun 2025 ini, TMAS mengalokasikan belanja modal senilai Rp 800 miliar untuk pengadaan 8 kapal berbahan bakar LNG.

"Dengan komitmen pemerintah mencapai net zero 2060, maka TMAS ambil inisiatif awal tahun lalu dengan mendesain kapal LNG," kata Ganny Zheng, Direktur TMAS. Namun, belum diketahui berapa pengurangan emisi karbon yang berhasil dikurangi dengan beroperasinya kapal-kapal LNG tersebut.

Baca Juga: Percepat Pembangunan Kapal Perang, Korsel Teken Kerjasama dengan Produsen Kapal AS

Asal tahu saja, penggunaan kapal LNG bukan hal baru bagi industri pelayaran. Di Jepang, kapal LNG banyak digunakan untuk mengangkut peti kemas. Bahkan, kapal LNG juga digunakan untuk kapal ferry atau kapal angkutan penumpang. Begitu juga di Eropa, penggunaan kapal LNG juga banyak digunakan termasuk untuk kapal pengiriman peti kemas.

Namun untuk Indonesia, penggunaan kapal LNG tidak terlalu masif karena proses transisi ke kapal rendah emisi itu dilakukan secara bertahap. Mengingat biaya investasi industri perkapalan tidaklah murah. "TMAS menjadi perintis membangun kapal LNG ini dengan segala tantangannya," jelas Theo.

Asal tahu saja, dalam postur kapal LNG, mereka mesti menyediakan ruang lebih besar untuk menaruh tangki LNG. Jika fasilitas pengisian ulang LNG tidak banyak tersedia di pelabuhan di Indonesia, maka pemilik kapal harus investasi guna menambah ruang dan tangki tambahan LNG yang akan jadi bahan bakar kapal untuk jarak tempuh yang jauh.

Selain itu, tantangan dari penggunaan kapal LNG ini adalah, proses pembangunan kapalnya lebih mahal, bisa 15%30% ketimbang kapal konvensional berbahan bakar minyak fosil. Dalam hal produksi emisi, kapal berbahan bakar LNG setidaknya bisa memangkas 25% emisi karbon dan memiliki kandungan sulfur 0% dan rendah senyawa nitrogen.

Sebenernya, dari biaya operasional, penggunaan LNG bisa lebih untung ketimbang BBM. Apalagi LNG yang bisa diolah dari gas tersedia di dalam negeri sehingga tidak perlu impor. Namun, Theo bilang, kebutuhannya adalah, penyebaran fasilitas pengisian LNG di setiap pelabuhan yang harus disediakan pemerintah.

"Kapal LNG milik TMAS nanti akan mengisi LNG di Surabaya. Kalau habis, kapalnya harus ke Surabaya lagi, karena tidak ada pengisian LNG di pelabuhan lainnya di wilayah Timur," ungkap Theo. Meski demikian, TMAS tentu punya hitung-hitungan bisnisnya, apalagi sisi harga, harga beli LNG juga lebih murah ketimbang membeli BBM.

Pusat pelatihan

Meski penggunaan LNG sebagai sumber energi lebih efisien dan juga lebih ramah lingkungan, tetap ada risiko dalam pemanfaatannya. Jika tidak dikelola dengan baik, LNG yang punya sifat mudah terbakar bisa berdampak buruk jika ada kebocoran atau salah perlakuan saat digunakan.

Untuk menghindari hal tersebut, Ricky bilang, pihaknya telah mendirikan anak usaha baru yang bergerak di bidang pendidikan awak kapal.

Baca Juga: IPCM akan Bangun 2 Unit Kapal Baru di 2025 untuk Perkuat Armada

Pusat pendidikan bernama Temas Training Hub itu mendidik tenaga kerja di bidang pelayaran, khususnya terkait dengan kebutuhan tenaga kerja untuk kapal LNG.

Selain untuk memenuhi kebutuhan awak kapal di 8 kapal LNG-nya, pusat pelatihan yang didirikan diharapkan bisa memenuhi kebutuhan awak kapal ramah lingkungan lainnya di industri maritim. Keputusan itu dilakukan mengingat tren operasional kapal menuju ke kapal ramah lingkungan.

Pelatihan untuk tenaga kerja dianggap penting karena penggunaan LNG memiliki risiko yang besar ke operasional kapal. Oleh karena itu, langkah-langkah keselamatan yang ketat, termasuk sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), diperlukan untuk melindungi para pekerja dan juga industri perkapalan yang telah memakai kapal LNG.

Meski memiliki komitmen untuk menurunkan emisi karbon, TMAS belum melaporkan berapa produksi karbon yang dihasilkan perusahaan, baik cakupan I, cakupan II maupun cakupan III.

Dalam laporan keberlanjutan tahun 2024 yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), TMAS baru melaporkan jumlah konsumsi energi dan belum menghitung berapa emisi karbon yang dihasilkan. Selain itu, TMAS juga belum melaporkan roadmap dan strategi keberlanjutan dalam penerapan environment, social and governance (ESG).

Untuk komitmen dalam menjaga lingkungan, manajemen TMAS memastikan telah memenuhi aturan international convention for the prevention of pollution from ships (Marpol). Untuk memenuhi komitmen Marpol itu, TMAS memastikan telah memiliki sejumlah sertifikasi, mulai dari sertifikasi terkait polusi air, udara, laut dan lainnya.

Transformasi digital

Di luar masalah operasional, manajemen TMAS melakukan sejumlah terobosan di bidang teknologi. Di antaranya, meningkatkan inovasi dengan melakukan transformasi digital dalam layanan dan operasional. Pemanfaatan teknologi itu diklaim memberikan efisiensi dari sisi operasional, serta mengurangi dampak lingkungan.

Pertama, menerapkan aplikasi Times Port, yang mengefisienkan proses bongkar muat di pelabuhan. Karena efisien, biaya yang dikeluarkan menjadi lebih rendah termasuk emisi yang dikeluarkan dalam proses bongkar muat di pelabuhan. Kedua, TMAS melakukan pengembangan sistem manajemen gudang, yang berujung pada efisiensi pengiriman barang.

Baca Juga: Temas (TMAS) Akan Bagikan Dividen Rp 4 Per Saham, Total Rp 228,21 Miliar

Selain itu, penerapan aplikasi booking online kepada pelanggan. Aplikasi booking online KlikTemas memudahkan konsumen melihat jadwal sehingga mencegah terjadi penumpukan peti kemas di pelabuhan.

TMAS juga membangun data center untuk memudahkan proses pelayanan, penggunaan alat bongkar muat yang ramah lingkungan. Sekadar gambaran saja, TMAS mencatatkan laba bersih Rp 673,36 miliar pada tahun 2024, turun 13,95% yoy jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 782,61 miliar.

Ragam pilihan green shipping

Perubahan iklim berdampak ke laut. Naiknya permukaan air laut dan perubahan arus laut tentu berdampak ke bisnis pengantaran barang dan orang di laut. Kondisi ini sudah disadari industrinya, kini mereka mencari cara menurunkan emisi karbon dari kapal, agar perubahan iklim bisa diperlambat.

Salah satu cara yang dilakukan adalah, mengganti kapal nya yang memakai bahan bakar minyak (BBM) fosil menjadi kapal berbahan bakar ramah lingkungan. "Pilihannya ada banyak, kapal bahan bakar amoniak, biodiesel, angin, solar panel, dan kapal bahan bakar LNG (liquefied natural gas)," kata Theo Lekatompessy, Ketua Yayasan Indonesian National Shipowners Association (INSA) di Jakarta Senin (7/4).

Dari banyak pilihan teknologi ramah lingkungan itu, Theo bilang, yang cocok bagi Indonesia adalah kapal LNG sesuai rekomendasi INSA. Sebelumnya, Carmelita Hartoto, Ketua Umum DPP INSA bilang, jenis kapal ramah lingkungan lainnya yang jadi pilihan adalah kapal berbahan bakar metanol, kapal berbahan bakar hidrogen dan kapal berbahan bakar nuklir.

"Industri pelayaran Indonesia tengah menuju green shipping dengan pengembangan energi terbarukan sebagai alternatif bahan bakar kapal. Hanya saja kita masih harus terus berbenah, karena tantangannya juga cukup banyak," kata Carmelita.

Baca Juga: Kerek Kinerja, Temas (TMAS) Bakal Tambah Armada Tahun Ini

Adapun masing-masing sumber energi mempunyai kelebihan dan kekurangan, baik dari segi keamanan dan risiko lingkungan, ketersediaan, infrastruktur bunkering, storage di dalam kapal, hingga kesiapan teknologi.

Sependapat dengan Theo, kapal ramah lingkungan yang cocok di Indonesia adalah kapal LNG. Selain itu, kapal berbahan bakar biodiesel. Namun untuk kapal biodiesel memerlukan biaya perawatan tambahan karena harus sering penggantian filter.

Theo menambahkan, kebutuhan menurunkan emisi karbon di sektor industri maritim saat ini adalah, menyusun peta jalannya. "Saat ini pelaku usaha itu jalan sendirian dalam menurunkan emisi, pemerintah juga perlu hadir," kata Theo. Lebih teknis, Theo menyarankan, pemerintah membuat regulasinya, menyediakan infrastruktur pendukung serta memberikan insentif bagi perusahaan kapal yang berkontribusi menurunkan emisi.

 

Bagikan

Berita Terbaru

Mempersiapkan Investasi untuk Masa Pensiun
| Senin, 21 April 2025 | 11:23 WIB

Mempersiapkan Investasi untuk Masa Pensiun

Setiap pekerja dengan penghasilan yang menyadari pentingnya persiapan pensiun dapat menjadi peserta DPLK.

TDPM Dalam Proses Pailit, 3 Manajer Investasi Punya Tagihan Rp 1,18 Triliun
| Senin, 21 April 2025 | 10:48 WIB

TDPM Dalam Proses Pailit, 3 Manajer Investasi Punya Tagihan Rp 1,18 Triliun

Berdasarkan dokumen perjanjian perdamaian, total pokok tagihan para kreditur TDPM mencapai Rp 1,45 triliun.

Profit 35,78% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Kembali Naik (21 April 2025)
| Senin, 21 April 2025 | 08:41 WIB

Profit 35,78% Setahun, Harga Emas Antam Hari Ini Kembali Naik (21 April 2025)

Harga emas Antam hari ini (21 April 2025) 1 gram Rp 1.980.000. Di atas kertas pembeli setahun lalu bisa untung 35,78% jika menjual hari ini.

Mayoritas Indeks Saham ASEAN Menghijau di 14-17 April 2025, IHSG Hanya di Bawah STI
| Senin, 21 April 2025 | 07:20 WIB

Mayoritas Indeks Saham ASEAN Menghijau di 14-17 April 2025, IHSG Hanya di Bawah STI

Pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berlangsung di saat investor asing masih rajin melakukan aksi jual.

Izin Belum Juga Diterbitkan, Pembangunan Stasiun LNG CGAS Baru Rampung Desember 2026
| Senin, 21 April 2025 | 07:10 WIB

Izin Belum Juga Diterbitkan, Pembangunan Stasiun LNG CGAS Baru Rampung Desember 2026

Dana hasil initial public offering (IPO) PT Citra Nusantara Gemilang Tbk (CGAS) masih tersisa sebanyak Rp 100,55 miliar.

Sentimen Negosiasi Dengan AS Membayangi Gerak IHSG Hari Ini, Senin (21/4)
| Senin, 21 April 2025 | 07:06 WIB

Sentimen Negosiasi Dengan AS Membayangi Gerak IHSG Hari Ini, Senin (21/4)

Harga minyak mentah juga melanjutkan tren penguatan, setelah AS menjatuhkan sanksi baru terhadap Iran.

Atur Uang Makin Mudah Lewat Aplikasi
| Senin, 21 April 2025 | 07:01 WIB

Atur Uang Makin Mudah Lewat Aplikasi

Populasi usia muda melek digital memberi prospek cerah terhadap platform digital pengelola keuangan.

Nilai Tukar Rupiah Menanti Perkembangan Tarif Trump
| Senin, 21 April 2025 | 07:00 WIB

Nilai Tukar Rupiah Menanti Perkembangan Tarif Trump

Rupiah di pasar spot turun tipis 0,26% per dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (18/4) ke Rp 16.877 per dolar AS secara harian.

Di Tengah Ketidakpastian, Sukuk Ritel Seri 22 Siap Meluncur
| Senin, 21 April 2025 | 06:57 WIB

Di Tengah Ketidakpastian, Sukuk Ritel Seri 22 Siap Meluncur

Prospek imbal hasil SR022 yang akan ditawarkan bergantung pada kondisi yield di pasar dan tenor yang ditawarkan. 

Net Sell Rp 13,9 T Membayangi IHSG di Awal Pekan, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
| Senin, 21 April 2025 | 06:57 WIB

Net Sell Rp 13,9 T Membayangi IHSG di Awal Pekan, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini

Pada Kamis (17/4) net sell tercatat Rp 679,86 miliar. Total net sell selama lima hari terakhir mencapai Rp 13,9 triliun.

INDEKS BERITA

Terpopuler