Mencari Saham Properti yang Menarik Saat Downtrend
Selasa, 26 September 2023 | 06:26 WIB
Reporter:
Sanny Cicilia |
Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sektor properti tahun ini masih dijegal banyak tantangan. Sempat diperkirakan berkibar, saham sektor properti dan real estate malah tak bisa terkerek tinggi.
Ini terlihat dari keuntungan saham-saham properti dan real estate yang makin terkikis di Bursa Efek Indonesia (BEI). Setidaknya dalam sebulan terakhir, saham-saham sektor hunian dan perkantoran ini berkinerja merah.
Indeks IDX Sektor Properti di Bursa Efek Indonesia menunjukkan penurunan 3,59% dalam satu bulan terakhir hingga Senin (25/9). Alhasil, keuntungan dalam setahun terkikis menjadi 1,52% year to date.
Beberapa saham penggerak sektor properti juga tak bisa mengelak dari penurunan. Misalnya saham PT Ciputra Development Tbk (CTRA) yang dalam sebulan terakhir turun 11,74% sampai Senin (25/9). Keuntungan dalam setahun tersisa 7,98%.
Saham PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) merah dengan penurunan 9,23%. Sepanjang tahun ini, sahamnya masih minus 2,48%.
Saham PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) juga tergerus 4,04% dalam sebulan terakhir. Namun, kinerja tahun ini masih positif 20,25% year to date.
Dari Grup Sinarmas, Saham PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE) juga tercatat turun 9,25% dalam sebulan terakhir. Penurunan tersebut menjegal kenaikan BSDE, sehingga tercatat naik 11,96% year to date.
Memang, sinyal dari sektor properti masih terdengar negatif. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan II 2023 secara tahunan turun 12,3% year on year, lebih dalam dibanding triwulan sebelumnya yang turun 8,26%.
Penjualan pada triwulan II tersebut dipengaruhi oleh belum kuatnya penjualan rumah tipe kecil dan tipe menengah yang masing-masing terkontraksi 15,81% (yoy) dan 15,17% (yoy).
Sejumlah faktor yang menghambat penjualan properti antara lain masalah perizinan atau birokrasi, suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR), proporsi uang muka yang tinggi dalam pengajuan KPR, serta urusan pajak.
Analis Henan Putihrai Jono Syafei menjelaskan, sektor properti cukup sensitif dengan suku bunga. Kenaikan inflasi dan potensi kenaikan suku bunga dapat mempengaruhi daya beli masyarakat terhadap properti. Apalagi, sebagian besar pembeli properti menggunakan kredit pemilikan rumah (KPR). “Hal ini yang menjadi sentimen negatif untuk emiten properti akhir-akhir ini,” kata Jono, Rabu (20/9).
Masih mengutip data BI, pembiayaan lewat KPR masih menjadi pilihan utama pembeli rumah primer dengan pangsa sebesar 76%. Di sisi lain perkembangan suku bunga KPR semakin mahal, yaitu rata-rata sebesar 8,34% per tahun. Padahal, di kuartal II tahun 2022 lalu, suku bunga KPR masih dimulai dari 7,8%.
Tren kenaikan bunga ini masih menghantui. Bunga BI berpeluang naik selama tekanan tren kenaikan bunga global masih berlanjut. Selain suku bunga yang mempengaruhi daya beli masyarakat membeli rumah, tren kenaikan harga bahan baku atau inflasi juga menjadi risiko bagi penjualan properti.
Peluang tumbuh
Industri properti sebenarnya masih punya peluang pertumbuhan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menggarisbawahi indeks permintaan properti yang masih naik, meski tipis 0,36% di kuartal II lalu.
Peningkatan indeks permintaan ini dapat menimbulkan momentum positif dalam industri properti komersial, termasuk berpotensi meningkatkan aktivitas dan penjualan properti di Indonesia secara keseluruhan.
“Guna mendorong peningkatan permintaan dan investasi di sektor properti, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan seperti Loan to Value (LTV) 100% dan Financing to Value (FTV) untuk kredit properti yang berlaku hingga 31 Desember 2023,” jelas Airlangga, Selasa (19/9).
Dia juga mengklaim, Indonesia telah menjadi tujuan investasi properti terbaik di dunia. Dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yakni sekitar 273 juta jiwa, dan bonus demografi yang akan terjadi sampai beberapa tahun ke depan, permintaan properti di Indonesia khususnya untuk smart and green city, akan semakin meningkat pula.
Jono menambahkan, permintaan properti untuk kelas menengah atas masih positif. Ini karena kelas menengah atas tidak terlalu terpengaruh oleh suku bunga dan harga bahan pokok yang menggerus daya beli. Sehingga, emiten properti yang menyasar golongan menengah atas masih akan lebih stabil penjualannya.
Berdasarkan data BI, penjualan rumah berukuran besar di kuartal II-2023 lalu mengalami peningkatan sebesar 15,11% (year on year). Hal ini bisa menjadi peluang permintaan properti ke depan.
Sinyal positif untuk emiten properti datang dari kinerja emiten yang cenderung kinclong di akhir semester pertama lalu. Jono juga memprediksi, kinerja emiten properti tahun ini masih akan baik, terutama karena saat ini merupakan periode serah terima dari properti yang terjual di dua tahun lalu dan tercatat sebagai marketing sales dan tahun ini tercatat sebagai revenue. Dengan begitu, laba bersih emiten properti akan naik di tahun ini.
Ke depan, kinerja emiten properti juga berpeluang tetap positif, mengingat perusahaan menggenjot produk baru dan marketing sales di tahun ini.
Ciputra (CTRA) misalnya sudah mencatat marketing sales Rp 5,1 triliun atau 52% dari targetnya Rp 9,8 triliun.
Lippo Karawaci juga pada pertengahan tahun lalu sudah mencapai 50% dari target marketing sales Rp 4,9 triliun. Sedangkan BSDE juga telah mencapai 54% target marketing sales Rp 8,8 triliun.
Ketiga emiten ini mengandalkan properti residensial untuk mengumpulkan marketing sales.
Memilih saham
Untuk memilih saham properti, Jono bilang, investor bisa melihat dari emiten dengan segmen yang masih tumbuh. Misalnya, emiten dengan produk properti di lokasi beragam dan produknya menjadi favorit masyarakat, yaitu rumah tapak. Emiten properti dengan pendapatan berulang atau recurring income juga menarik karena diharapkan bisa menopang pendapatan dan arus kas.
Analis Binaartha Sekuritas Ivan Rosanova mengingatkan, saham properti saat ini sedang downtrend karena belum ada indikasi pembalikan arah.
Meski demikian, karena di kisaran 716,6 dari indeks IDX Sector Properti & Real Estate ini ada support fibonacci, maka bukan tidak mungkin jika terjadi rebound untuk jangka pendek.
Ketika berhadapan dengan saham rebound, menurut Ivan, pilihan investor kembali kepada kebutuhan investasinya. Jika ingin berinvestasi jangka panjang, maka tetap perlu memperhatikan kinerja melalui laporan keuangan.
“Namun untuk jangka pendek, akan menarik melakukan posisi trading,” kata dia.
Dari sisi teknikal, sejumlah saham yang bisa dipantau antara lain CTRA dengan support 990 dan resistance Rp 1.100. Saham APLN dengan rentang harga Rp 135-Rp 160. Lalu SMRA dengan support Rp 550 dan resistance Rp 650.
Berikut sejumlah saham properti yang bisa dipertimbangkan oleh investor.
CTRA
Ini Artikel Spesial
Agar bisa lanjut membaca sampai tuntas artikel ini, pastikan Anda sudah berlangganan atau membeli artikel ini.